Jumat, 30 Agustus 2019

MUSLIMIN DILARANG MENYERUPAI MUSLIMAT DAN SEBALIKNYA


MUSLIMIN DILARANG MENYERUPAI MUSLIMAT 
DAN SEBALIKNYA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan perbedaan yang nyata antara muslimin dan muslimat atau laki laki dan perempuan. Perbedaan itu terlihat jelas secara fisik dan fungsinya, keadaan serta sifat sifatnya. Wanita memiliki sifat kelembutan dan keibuan untuk menunjang tugasnya yang mulia yaitu mengurus keluarga terutama merawat dan mendidik anak anaknya. Sungguh Allah Ta’ala telah berfirman :

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ ۖ

Laki laki tidaklah seperti perempuan.  (Q.S Ali Imran 36)

Perbedaan ini wajib diterima karena itu adalah ketetapan Allah Ta’ala yang pasti memilki hikmah yang agung padanya. Bahkan secara tegas Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya telah melarang keras laki laki menyerupai wanita dan juga sebaliknya.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam melaknat laki laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki laki. (H.R Imam Bukhari, Abu Dawud dan at Tirmidzi).

Dalam hadits ini disebutkan kata melaknat  itu bermakna bahwa perbuatan tersebut adalah dosa besar. Perhatikanlah perkataan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berikut ini : Difinisi yang terbaik tentang dosa dosa besar adalah dosa yang ada had (hukuman tertentu dalam syariat) di dunia atau ancaman di akhirat atau peniadaan iman atau mendapatkan laknat atau kemukaan (Allah Ta’ala) padanya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman atas surat an Nisa’ 31).

Dalam Fathul Bari, al Hafizh Ibnu Hajar mengutip perkataan Imam  ath Thabari, dia berkata : Maknanya adalah laki laki tidak boleh  menyerupai laki laki DALAM HAL PAKAIAN DAN PERHIASAN yang khusus untuk wanita, dan juga sebaliknya.

Selanjutnya al Hafizh Ibnu Hajar berkata : Demikian juga dalam (gaya) berbicara dan berjalan. Adapun dalam bentuk pakaian maka ini (bisa) berbeda beda dengan adanya perbedaan adat kebiasaan pada setiap daerah.

Karena terkadang pakaian wanita suatu kaum tidak berbeda dengan model pakaian laki laki. Akan tetapi (sebenarnya model pakaian) wanita memilIki keistimewaan diantaranya tertutup, ditambah pula dengan hijab.

Adapun celaan tasyabuh dalam cara berbicara dan berjalan ini, KHUSUS BAGI YANG SENGAJA MELAKUKANNYA. Bagi orang orang yang sudah menjadi tabiat atau kebiasaannya maka ia DIPERINTAHKAN UNTUK MEMAKSA DIRINYA AGAR MENINGGGALKANNYA. Dan terus meninggalkannya secara berangsur angsur. Jika dia tidak berusaha meninggalkannya bahkan terus bertasyabuh dengan lawan jenisnya maka dia terkena celaan. (Fathul Bari).

Khusus mengenai tasyabuh dalam berpakaian disebutkan dalam satu hadits :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki (H.R Imam Ahmad).

Dari zhahir hadits dapatlah diketahui bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam melarang semacamnya.  Demikian juga laki laki dilarang memakai pakaian yang khusus untuk wanita seperti daster, kutang, kebaya, kerudung wanita dan sandal wanita. Jadi tidaklah ada kebaikan padanya jika  laki laki memakai daster termasuk untuk tontonan dan lawakan.

Namun demikian pakaian yang memang biasa digunakan laki laki dan juga wanita tidak mengapa seperti sarung di suatu daerah tertentu. Tetapi cara pemakaiannya tentu harus juga berbeda antara laki laki dan wanita. Memakai sarung bagi laki laki adalah di atas mata kaki bagi wanita menutup kakinya secara utuh.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.748)      











       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar