Rabu, 30 Juli 2014

JANGAN PERNAH BERHENTI BERSYUKUR



JANGAN PERNAH BERHENTI BERSYUKUR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Seorang hamba janganlah pernah berhenti bersyukur kepada Allah karena nikmat Allah juga tidak pernah berhenti tercurah kepada hamba hambanya. Sungguh syukur kita  masih sangat sangat sedikit jika dibanding dengan nikmat yang begitu banyak bahkan tidak terhitung jenis dan jumlahnya. 

Allah berfirman : Wain ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuuhaa, innal insaana lazhaluumun kaffar” Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya, sungguh manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).   Q.S Ibrahim 34.

Ketahuilah bahwa tatkala kita bersyukur, maka kebaikannya adalah untuk kita sendiri, bukan untuk kebaikan Allah. Sungguh seberapa banyakpun syukurnya seorang hamba tidak akan menambah kebesaran dan kekuasaan Allah. Begitu juga kufurnya seorang hamba tidaklah akan mengurangi kekuasaan Allah sedikitpun.

Allah berfirman : “Waman syakara fainnamaa yasykuruu linafsi. Waman kafara fainna rabbi ghaniiyun kariim” Dan barangsiapa  bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar (tidak mau bersyukur), maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya lagi Mahamulia (Q.S an Naml 40).

Imam Ibnu Mas’ud berkata : “Adapun manfaat dan tujuan bersyukur adalah untuk mempertahankan nikmat yang telah ada dan untuk mendapatkan tambahannya.” Maksudnya adalah jika kita bersyukur maka nikmat yang telah ada pada kita tidak akan diambil. Kalaupun diambil akan diberikan ganti yang lebih baik. Dan nikmat yang baru sebagai tambahan akan diberikan pula, baik  jumlahnya secara materi dan non materi ataupun berkahnya yang akan ditambah.

Semoga kita senantiasa menjadi ‘abdan syakuura, hamba yang selalu bersyukur.

TAKWA ADALAH BEKAL TERBAIK



TAKWA ADALAH BEKAL TERBAIK

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Sungguh tidak ada yang bisa membantah bahwa semua manusia yang hidup saat ini sedang dalam perjalanan menuju akhirat. Dalam perjalanan menuju akhirat ini tidak seorangpun tahu siapa yang lebih dahulu sampai yaitu melalui pintu kematian.
Selain itu, tidak ada seorangpun yang bisa berhenti dalam perjalanan ini walau sejenak apalagi mundur kebelakang untuk menghindar atau keluar dari rute perjalanan. Perhatikanlah firman Allah : “Yaa aiyuhal insaanu innaka kaadihun ila rabbika kad-han famulaaqiih.” Wahai manusia sesungguhnya kalian itu benar-benar sedang berjalan menuju Rabb kalian dan kalian pasti akan menemui-Nya. (Q.S al Insyiqaq 6).

Sangat siap untuk dunia tapi tidak siap untuk akhirat
Betapa ironis, kebanyakan manusia rela bekerja begitu keras. Mencurahkan seluruh tenaga, pikiran, waktu dan apapun demi mempersiapkan kebutuhan atau bekal untuk dunia yang hanya sesaat. Mereka begitu hebat dalam menyusun semua rencana dan langkah langkah untuk mendapatkan kesuksesan duniawi.
  
Sementara itu untuk bekal kehidupan di akhirat  banyak orang yang tidak melakukan apapun sebagai bekal. Ya boleh jadi dia tidak mau mengerti dan tidak peduli tentang bagaimana nasibnya di akhirat kelak. Pikiran mereka kosong dari mempersiapkan bekal untuk negeri akhirat yang abadi.

Sungguh Allah telah mengingatkan manusia tentang hal ini dalam al Qur’an surat ar Rum ayat 7.   “Ya’lamuuna zhahiran minal hayatid dun-yaa, wahum ‘anil aakhirati hum ghaafiluun.” Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini : Bahwa kebanyakan manusia, mereka tidak punya pengetahuan kecuali tentang dunia dan pergulatan serta kesibukannya. Juga segala yang ada didalamnya dan mereka cukup cerdas untuk mencapai dan menggeluti berbagai kesibukan dunia. Tapi mereka lalai terhadap urusan agama dan berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka di alam akhirat kelak. Seakan akan seorang dari mereka yang lalai itu tidak berakal dan tidak memiliki pemikiran.
   
Peringatan agar berbekal.
Allah telah mengingatkan kita agar senantiasa bertakwa, berbekal dan menyuruh kita untuk memperhatikan apa yang telah kita lakukan sebagai persiapan menuju hari akhirat.
Perhatikanlah firman Allah : “Ya aiyuhal ladzina amanut taqullaha wal tanzhur nafsun maa qaddamat lighad, wattaqullaha, innallaha khabirun bimaa ta’maluun.” Wahai orang-orang yang beriman. Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S al Hasyr 18).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat ini terdapat tiga perintah Allah :

Pertama :  Perintah bertakwa kepada Allah dalam firmanNya : “Bertakwalah kalian kepada Allah.”  Takwa bermakna mengerjakan segala hal yang diperintahkan dan meninggalkan segala hal yang dilarang  Allah dan RasulNya.

Kedua : Perintah untuk melakukan muhasabah. Sudah sejauh mana bekal amal shalih yang akan ia bawa untuk menghadap Allah di hari akhir kelak, sebagaimana firmanNya “Hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.”

Ketiga : Perintah untuk kembali bertakwa. Perintah ini menjadi penguat atau penegasan dari perintah bertakwa yang pertama.

Selanjutnya Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketakwaan yang diinginkan adalah  ketakwaan yang benar-benar kuat mengakar dalam jiwa dan dibuktikan dalam amalan nyata. Itulah ketakwaan yang telah diperkuat oleh proses evaluasi diri (muhasabah) sehingga mengantarkan seorang hamba kepada tingkatan merasakan pengawasan Allah yang melekat (muraqabah).

Takwa adalah bekal terbaik.
 Bekal seorang hamba menuju hari esok terutama dan paling utama adalah takwa  Allah berfirman : “Wa tazauwaduu, fainna khairaz zaadit taqwa, wattaquuni yaa uulil albaab.” Dan bawalah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepadaKu wahai orang orang yang berakal sehat. (Q.S al Baqarah 197).
Kenapa takwa harus menjadi paling utama karena hari esok atau hari akhirat itu memiliki tempat yang paling diidamkan oleh setiap muslim yaitu surga. Dan ketahuilah bahwa surga itu hanya disediakan untuk orang yang bertakwa tidak untuk yang selainnya.

Allah berfirman : Wa saari’u ila maghfiratin mirrabbikum wa jannatin ardhuhas samaawatu wal ardhu, ‘u’iddat lil muttaqiin. Dan bersegeralah kamu mencari ampunan Allah dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S Ali ‘Imran 133). 

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk mempersiapkan takwa sebagai bekal terbaik bagi akhirat kita, yaitu dengan sungguh sungguh melakukan apa yang diperintahkan Allah  serta berhenti dari segala yang dilarang-Nya.

Allahu a’lam.

Selasa, 29 Juli 2014

POSISI TIDUR TERBAIK



POSISI TIDUR TERBAIK

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Tidur adalah  salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada hamba hamba-Nya. Allah berfirman : “Waja’alnaa naumakum subaataa. Dan kami menjadikan tidurmu untuk beristirahat. (Q.S an Naba’ 9). 
Sungguh kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya diri kita jika tidak ada nikmat tidur yang diberikan Allah. Bagaimana tersiksanya kita jika tidak bisa tidur. Bahkan bagi orang yang susah untuk tidur terkadang menggunakan berbagai cara diantaranya ada yang sampai menggunakan obat tidur secara berlebihan yang pada gilirannya bisa membahayakan kesehatannya.

Ketika tidur atau berbaring manusia pada umumnya tidak lepas dari empat posisi yaitu tengkurap, telentang, miring ke kiri dan miring ke kanan. Seseorang memilih posisi tidur atau berbaring sesuai dengan yang diinginkan atau yang menjadi kebiasaannya. Namun demikian ada baiknya kita mengetahui posisi tidur yang lebih baik sehingga nikmat tidur itu menjadi  lebih bermanfaat bagi kita.

Posisi mana yang lebih baik.
Diantara empat cara atau posisi tidur yaitu  tengkurap, telentang, miring kekiri dan miring ke kanan ternyata ada yang posisi yang sangat dianjurkan, ada posisi yang baik, kurang baik dan tidak baik.
 
Pertama : Tidur tengkurap.
Ini adalah posisi tidur atau berbaring yang paling buruk dalam timbangan syari’at maupun dalam timbangan kesehatan. Sungguh Rasulullah melarang seseorang tidur tengkurap atau  telungkup karena ini adalah cara tidur yang dibenci Allah. 

Dalam sebuah hadits dari Tikhfah al Ghifari, dia berkata : “Suatu ketika aku tidur di masjid. Tiba tiba ada seseorang menghampiriku, sedang aku dalam keadaan tidur telungkup. Lalu dia membangunkanku seraya berkata : Bangunlah, ini adalah bentuk tidur yang dibenci Allah”. Maka akupun mengangkat kepalaku. Ternyata beliau (yang membangunkan aku adalah Rasulullah (H.R Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Berkata Syaraful Haq ‘Azhim Abadi : Berdasarkan hadits ini maka tidur telungkup adalah dilarang dan itu adalah bentuk tidurnya syaithan (‘Aunul Ma’bud).

Diantara pakar kesehatan ada yang  menjelaskan bahwa tidur telungkup bisa membuat seseorang menjadi terganggu bernafas karena berat badan akan menekan kedada.      
Mungkin saja kita tidak tahu apa mudharatnya jika tidur tengkurap tapi ketahuilah bahwa jika sesuatu yang dibenci  Allah dan Rasulullah pastilah disitu ada keburukan dan seharusnya kita hindari.

Kedua : Tidur telentang.
Para pakar kesehatan, antara lain DR. Zafir al Attar, tidak mengajurkan untuk tidur telentang karena pada saat telentang seseorang sulit untuk  bisa bernafas melalui hidung tapi bernafas melalui mulut. Padahal seyogyanya seseorang bernafas melalui hidung.
Allah yang Mahapengasih telah menciptakan bulu bulu hidung yang menyaring udara yang kita hirup pada saat bernafas melalui hidung. Jika kita bernafas melalui mulut maka udara yang terhisap melalui mulut tidak tersaring. Para pakar juga ada yang mengatakan bahwa tidur telentang bisa membuat seseorang rentan terhadap flu, mulut mudah menjadi kering dan bisa mendatangkan radang gusi. Selain itu bisa kita saksikan bahwa orang yang tidur telentang cenderung  ngorok.

Ketahuilah bahwa sebenarnya posisi telentang adalah tidak untuk tidur tapi hanya  beristirahat sejenak atau sekedar tidur tiduran saja.

Ketiga : Tidur menyamping ke kiri.
Tidur menyamping kekiri atau disebut juga sebagai  berbaring dengan lambung kiri. Posisi ini kurang baik. Para pakar memberikan penjelasan bahwa posisi berbaring seperti ini akan menjadikan paru kanan menekan organ jantung. Ini akan berpengaruh pada kinerja jantung. Jadi sebaiknya kita tidak membiasakan diri memulai tidur dengan posisi menyamping ke kiri.

Keempat : Tidur menyamping ke kanan.
Inilah posisi tidur terbaik dan sangat dianjurkan memulai tidur dengan posisi menyamping ke kanan atau berbaring dengan lambung kanan. Pada posisi ini jantung hanya akan tertekan  oleh paru kiri yang ukurannya lebih kecil. Posisi hati akan menjadi stabil. Selain itu juga akan memberikan manfaat bagi proses  pencernaan.

Rasulullah mengajarkan kita untuk tidur atau berbaring dengan posisi  berbaring pada lambung kanan. Beliau bersabda : “Idza akhadzta madhja’aka fatawadhdha’ wudhuu-aka lishshalaati, tsumma adhthaji’ syiqqiqal aiman”. Apabila engkau hendak tidur dipembaringan maka berwudhu’lah sebagaimana kamu berwudhu’ untuk shalat setelah itu berbaringlah dengan miring ke kanan. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Inilah posisi dan cara tidur yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Seorang hamba yang melazimkannya pastilah akan mendapat kebaikan yang banyak padanya dan insya Allah kita akan tercatat sebagai orang yang selalu berusaha menegakkan sunnah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam.

Insya Allah bermanfaat.    


SHAF PERTAMA LEBIH UTAMA



SHAF PERTAMA PALING UTAMA

Oleh Azwir B. Chaniago

Sungguh Rasulullah telah mengingatkan kita semua bahwa shaf yang paling utama bagi seorang laki laki yang shalat berjamaah adalah shaf pertama. Bukan shaf yang sesudahnya. Rasulullah telah menjelaskan hal ini dalam banyak hadits, diantaranya adalah :

Pertama : Rasulullah bersabda : “Walau ya’lamuuna maa fii shaffil muqaddami lastahamuu” Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang ada pada shaf pertama tentulah mereka akan berlomba untuk mendapatkannya (H.R Imam Bukhari).

Kedua :  Rasulullah bersabda : “Innallaha wa malaikatahu yushalluuna ‘ala shaffal awwal” Sungguh Allah dan para MalaikatNya bershalawat kepada (orang orang) yang berada pada shaf pertama. (H.R. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam shahih Sunan Abu Dawud).

Ketiga : Rasulullah bersabda : Dari alIrbadh bin Sariyah : Bahwasanya Rasulullah : Memohon ampun untuk (orang orang yang berada pada) shaf pertama tiga kali dan pada shaf kedua satu kali

Itulah tiga diantara banyak hadits yang memotivasi kita agar berusaha mendapatkan shaf pertama pada shalat jamaah bagi laki laki. Ketahuilah bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan shaf pertama dalam shalat berjamaah, apakah dia orang berada, orang miskin, orang berpangkat atau tidak, orang tua atau orang muda, bahkan yang ‘alim maupun yang kurang ‘alim.

Cuma saja, amat disayangkan, kalau kita perhatikan ternyata masih banyak saudara saudara kita yang tidak berusaha untuk mendapatkan shaf pertama. Kalau ada kesempatan untuk mendapatkannya tidak diambil tapi diserahkan kepada orang lain dan dia merasa cukup dengan shaf kedua atau ketiga saja. Tidak jarang pula kita lihat, orang orang saling tolak tolakan untuk menempati shaf pertama.

Hal lain yang juga sering kita lihat adalah seseorang yang kadang kadang datang ke masjid lebih awal namun dia tidak melakukan shalat sunat di shaf pertama tapi dibelakang bisa di shaf kelima atau keenam.  Setelah shalat sunat tidaklah pula dia berusaha untuk menempati shaf pertama yang masih ada tempat kosong. Dan terhadap saudara saudara kita ini, kita haruslah berbaik sangka, mungkin karena belum mengetahui keutamaan shaf pertama. 
 
Ketahuilah saudaraku bahwa  ulama terdahulu ada yang berkata, diantaranya Sa’id bin Musyayyab seorang Tabi’in : Aku telah shalat berjamaah 30 tahun dan tidak pernah melihat punggung orang. Maksud beliau adalah jika shalat berjamaah beliau selalu berada di shaf pertama sehingga tidak ada punggung orang didepan beliau.

Semoga tiga hadits diatas sudah cukup  mendorong kita untuk selalu berusaha 
 mendapatkan  shaf pertama pada shalat berjamaah.