Kamis, 31 Oktober 2019

MEMOHON AMPUN DALAM BANYAK WAKTU DAN KEADAAN


MEMOHON AMPUN DALAM BANYAK WAKTU DAN KESEMPATAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Memohon ampun atau berstighfar adalah suatu perbuatan yang diutamakan apalagi ketika seorang hamba telah melakukan perbuatan buruk. Bahkan memohon ampun sangat dianjurkan pada setiap saat. Namun demikian ketahuilah bahwa memohon ampun juga sangat dianjurkan dalam banyak waktu dan keadaan dan kesempatan tertentu. Diantaranya adalah :

Pertama : Saat selesai melakukan ibadah. 

Setelah melakukan ibadah ibadah tertentu seorang hamba dianjurkan untuk memohon ampun kepada Allah Ta’ala, diantaranya : 

(1) Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan kita untuk membaca astaghfirullah TIGA KALI setelah salam ketika shalat fardhu.Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata :

كَانَ رَسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاثَاً ، وَقَالَ :  اللَّهُمَّ أنْتَ السَّلاَمُ ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ ، تَبَارَكْتَ يَاذَا الجَلاَلِ وَالإكْرَامِ قِيلَ لِلأوْزَاعِيِّ – وَهُوَ أحَدُ رواة الحديث – : كَيْفَ الاسْتِغْفَارُ ؟ قَالَ : يقول : أسْتَغْفِرُ الله ، أسْتَغْفِرُ الله .

Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam selesai dari shalatnya (shalat fardhu, pen.), beliau beristighfar tiga kali dan mengucapkan : “ALLAHUMMA ANTAS SALAAM, WA MINKAS SALAAM, TABAARAKTA YAA DZAL JALAALI WAL IKRAAM” (Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan. Mahasuci Engkau, wahai Rabb Pemilik Keagungan dan Kemuliaan).

Ada yang bertanya pada al Auza’i, salah satu perawi hadits ini : Bagaimana cara beristighfar ?. Al Auza’i menjawab : Caranya membaca ASTAGHFIRULLAH … ASTAGHFIRULLAH (Aku memohon ampun kepada Allah. Aku memohon ampun kepada Allah).  H.R Imam Muslim. 

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hikmahnya. Beliau berkata : Hikmah istighfar setelah shalat, bahwa seseorang tak lepas dari kekurangan dalam shalatnya. Karenanya, disyariatkan baginya untuk beristighfar tiga kali lalu mengucapkan:

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Kemudian membaca dzikir dzikir yang bersumber dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. (Majmu’ Fatawa wa Rasail).

(2) Ketika bangkit dari satu majlis utamanya majlis ilmu, Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam mengajarkan kita untuk membaca doa kafaratul majlis yang utamanya memohon ampun meskipun kita baru saja melaksanakan ibadah yang sangat dianjurkan yaitu belajar ilmu.

Tentang doa kafaratul majlis ini telah diajarkan oleh Rasulullah sebagaimana  sabda beliau, yakni :

عَنْ أَبِى بَرْزَةَ الأَسْلَمِىِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ « سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ « كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ ».

Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di akhir majelis jika beliau hendak berdiri meninggalkan majelis : Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik (Maha Suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau dan aku meminta ampunan dan bertaubat kepada Engkau.

Dalam sebuah hadits dijelaskan pula bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Wahai Rasulullah, engkau mengucapkan suatu perkataan selama hidupmu. Beliau bersabda : “Doa itu sebagai penambal kesalahan yang dilakukan dalam majlis.” (H.R Abu Dawud dan Imam Ahmad).

Maksudnya, doa itu adalah penutup kesalahan berupa kata-kata yang tidak baik  atau perkataan dan perbuatan  sia-sia dan keburukan lainnya yang dilakukan ketika berada dalam suatu majlis.

Kedua : Saat datangnya akhir malam.

Perbanyak memohon ampun pada sepertiga akhir malam. Sungguh Allah Ta’ala memuji hamba hamba-Nya yang banyak memohon ampun pada akhir malam. Allah Ta’ala berfirman :

الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ

(Juga) orang yang sabar, orang yang benar orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya DAN ORANG YANG MEMOHON AMPUN PADA WAKTU SEBELUM FAJAR. (Q.S Ali Imran 17).

Allah Ta’ala berfirman : 
 
 كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ  

Mereka sedikit sekali tidur waktu malam. Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan. (Q.S adz Dzariyat 17-18)

Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam  bersabda :

 يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita yang Maha Agung dan Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika telah tersisa sepertiga malam terakhir, Dia berfirman : Siapakah yang berdoa kepadaku, maka aku akan mengabulkannya, Siapa yang meminta kepadaku, maka aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepadaku maka akan Aku ampuni.
(H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah)

Ketiga : Saat menghadapi masalah

Bahwa beristighfar atau memohon ampun sangat dianjurkan pula SAAT SEORANG HAMBA MENGHADAPI MASALAH ATAU KESULITAN dan berharap kepada Allah Ta’ala untuk diberi jalan yang terbaik. Perkara ini  dilakukan oleh para ulama dan orang orang shalih, diantaranya :

(1) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Beliau berkata : Aku pernah mengalami kesulitan dalam memahami sebuah permasalahan ilmiah. Lantas dengan segera aku MEMPERBANYAK ISTIGHFAR. Tak lama kemudian akhirnya Allah Ta’ala membukakan pemahaman kepadaku. (Innahu Kaana Ghafaaraa).

(2) Imam Abu Hanifah.

Diriwayatkan bahwa  apabila menghadapi suatu kesulitan atau dalam satu masalah maka beliau berkata kepada sahabatnya : Tidaklah hal ini terjadi karena dosa yang aku lakukan !. Lalu setelah itu beliau beristighfar dan melakukan shalat (sunnah), sehingga tersingkaplah (jalan keluar, pen.) dari kesulitan itu. Kemudian beliau berkata : Semoga Allah Ta’ala menerima taubatku. (Tabaqat Hanafiyah).

Keempat : Saat hati gundah gulana.

Ketika seorang hamba  merasa hatinya gundah gulana, sempit dadanya, merasa tak nyaman dalam menjalani kehidupan dan yang lainnya, ketahuilah bahwa itu termasuk bagian dari musibah. Kemungkinan penyebabnya adalah PERBUATAN BURUK  yang dilakukannya.  Allah Ta’ala  berfirman :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ    

Dan musibah apa saja yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kesalahanmu). Q.S asy Syuura 30.
Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah rahimahullah mengatakan : Di antara akibat dari berbuat dosa adalah MENGHILANGKAN NIKMAT  dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa. (Al Jawabul Kaafi).

Jadi ketika  seseorang merasa hatinya gundah,  gelisah, tak nyaman maka salah satu cara terbaik baginya adalah BANYAK BANYAK MEMOHON AMPUN.

Ibnu Taimiyah rahimmahullah telah mengingatkan hal ini, beliau berkata : Siapa yang merasa dadanya tidak lapang, tidak mendapatkan kelezatan iman dan cahaya hidayah maka hendaklah DIA MEMPERBANYAK TAUBAT DAN ISTIGHFAR. (Majmu’ al Fatawa).

Sebagai penutup tulisan ini, dinukil satu hadits tentang keberuntungan bagi orang yang banyak istighfar dalam catatan amalnya.

طُوْبَى ِلمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيْفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا.

Sungguh beruntung seseorang yang mendapati pada catatan amalnya istighfar yang banyak. (H.R Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.793)

Selasa, 29 Oktober 2019

PENGGEMBALA KAMBING DIMERDEKAKAN KARENA MENJAGA AMANAH


PENGGEMBALA KAMBING DIMERDEKAKAN
KARENA MENJAGA AMANAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam satu riwayat dari Nafi’, dia berkata : Aku keluar bersama Abdullah bin Umar bin Khaththab ke pelosok Madinah bersama beberapa orang sahabat. Lalu mereka menggelar makanan. Lewatlah seorang penggembala. 
Umar berkata : Wahai penggembala !. Mari ikut menikmati hidangan kami. Si penggembala menjawab : Saya sedang berpuasa. Ibnu Umar berkata : Di bawah panas terik ini, di jalan perbukitan menggiring kawanan kambing diantara bukit bukit, engkau menggembalakan kambing dalam keadaan berpuasa ?. Sipenggembala itu berkata : Aku ingin mengejar hari hariku yang telah berlalu. 
 
Ibnu Umar pun takjub dengan penggembala itu. Dia berkata : Maukah engkau menjual kepada kami seekor kambingmu. Kami akan potong dan kami akan memberimu dagingnya untuk berbuka puasa dan uang harganya akan kami berikan kepadamu ?.
Ia berkata : Kambing kambing ini bukan milikku tapi milik tuanku. Lalu Ibnu Umar berkata : Apa yang akan dikatakan tuanmu kalau engkau mengatakan bahwa kambing tersebut dimakan serigala ?. Si pengembala pun pergi seraya mengangkat jarinya ke langit dan berkata : Lalu dimana Allah ?.

Nafi’ berkata : Ibnu Umar pun terus saja mengulang ulang perkataan si penggembala : Lalu dimana Allah ?. Setelah kembali ke Madinah Ibnu Umar segera mengutus seseorang kepada pemilik budak penggembala itu. Ia membeli budak penggembala tadi dan semua kambing gembalaannya. Kemudian Ibnu Umar memerdekakannya dan memberikan semua kambing tersebut kepadanya. (Shifatush Shafwah).   

Lalu bagaimana dengan keadaan di zaman ini jika dihadapkan kepada kisah dari Nafi’ diatas. Lihatlah seorang budak penggembala kambing tak mau mengkhianati amanah yang dipegangnya karena takut kepada Allah Ta’ala. Akhirnya dia dimerdekakan dan diberi harta berupa kambing yang banyak oleh Ibnu Umar. Sungguh jika seseorang meninggalkan yang haram karena Allah maka Allah  akan mengganti dengan yang halal.

Kita mengetahui berapa banyak manusia di zaman ini yang berpangkat, punya jabatan tinggi DAN PASTI BUKAN PENGGEMBALA KAMBING,  tersungkur, terhina dan memalukan  karena tak menjaga  sesuatu yang diamanahkan kepadanya. Kenapa ?, karena diantara mereka ada yang berlaku buruk. Harta milik perusahaan, milik atasan, bahkan milik negara, milik orang banyak dikorup, diselewengkan untuk memperkaya diri. Mereka bisa jadi lebih hina dari penggembala kambing.

Pada hal umumnya mereka adalah orang orang yang berkecukupan bahkan diantaranya ada yang sudah memiliki harta  berlimpah. Diantara penyebabnya adalah karena BERLEBIHAN MENCINTAI HARTA DUNIA. Sungguh mereka lupa bahwa dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Yang namanya senda gurau dan permainan pastilah hanya sesaat. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. (Q.S al Ankabut 64).

Ketahuilah bahwa dunia ini tak lebih berharga dari sayap nyamuk. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam telah mengingatkan hal ini. Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk pun kepada orang kafir. (H.R at Tirmidzi. Hadits hasan sahih).

Semoga kisah penggembala kambing ini menjadi ibrah bagi kita semua agar tetap menjaga amanah yang dibebankan kepada kita karena semua yang kita katakan dan lakukan  pasti akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala. Wallahu A’lam. (1.792)