Selasa, 29 Maret 2016

KEBIASAAN BERHUTANG BISA MEMBAHAYAKAN DIRI



KEBIASAAN BERHUTANG BISA MEMBAHAYAKAN DIRI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dizaman kita sekarang ini sangatlah banyak kesempatan untuk mendapatkan pinjaman atau berhutang. Dimana mana dan sangat mudah ditemukan orang atau badan yang menawarkan jasa untuk memberi pinjaman berupa uang tunai. Sangat banyak pula penawaran yang menarik untuk membeli berbagai barang dengan cara berhutang. 

Jika kita perhatikan pula lebih lanjut  sebagian manusia saat ini sangat suka berhutang meskipun sebenarnya dia  bisa menghindar dari  berhutang. Terkadang seseorang  hanya berhutang untuk membeli perlengkapan rumah dan yang lainnya tetapi tidak terlalu mendesak. Bahkan adapula diantara manusia yang berhutang di banyak tempat untuk memiliki barang barang yang dia menganggap akan menaikkan gengsinya dihadapan manusia. 

Sekiranya orang yang senang berhutang ini diingatkan maka terkadang dengan enteng dia akan menjawab : Saya memang suka mengambil hutang tapi sayakan mampu membayar. Saya sudah menghitung kemampuan saya mencicil dengan jumlah penghasilan saya setiap bulan. Jawaban seperti ini barangkali ada benarnya tapi ketahuilah siapa yang menjamin bahwa seseorang akan terus berada pada posisi mampu membayar hutang. Siapa yang menjamin bahwa seseorang akan selalu memiliki penghasilan yang cukup sehingga bisa membayar hutang. Wallahu A’lam. Ini mungkin ada baiknya kita pikirkan secara serius sebelum mengambil hutang.  
   
Kalau kita coba menelaah hadits hadits dari Rasulullah ternyata berhutang bukanlah sesuatu yang dilarang dan tentu dengan catatan harus terbebas dari unsur riba. Seseorang memang boleh mengambil hutang untuk kebutuhan yang sangat mendesak. Namun demikian, ketahuilah bahwa Rasulullah telah mengingatkan kita akan berbagai bahaya akibat berhutang.   

Sangatlah banyak hadits yang merupakan peringatan bagi orang yang suka berutang, diantaranya adalah  :

Pertama : Dosa hutang yang mati syahid tidak diampuni.  
Rasulullah bersabda : “Yughfaru lisy syahiidi kullu dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang. (H.R Imam Muslim).
Selain itu  diriwayatkan pula dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling utama.
Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya : “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak akan diampuni/dihapuskan oleh Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan an-Nasa’i,   dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.

Lalu bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja mengambil hutang yang pada akhirnya dia mampu, maka tentu lebih membahayakan lagi bagi dirinya.

Kedua : Jiwa orang mukmin tergantung pada utangnya. 
Rasulullah bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ketiga : Rasulullah enggan menshalatkan jenazah orang yang berhutang.
 Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bertanya kepada sahabat sebelum menshalatkan jenazah apakah dia memiliki hutang. Kalau dia memiliki hutang maka Rasulullah tidak menshalatkannya kecuali ada yang mau menanggung hutangnya.

Bahwasanya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka beliau berkata : "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan : Tidak. Maka Nabi pun menshalatkannya. Lalu didatangkan jenazah yang lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata : "Apakah ia memiliki hutang ?". Mereka mengatakan : Iya. Nabi berkata : "Sholatkanlah saudara kalian". Abu Qatadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabipun menshalatkannya" (H.R Imam Bukhari).

Keempat : Orang yang mati dalam keadaan berhutang  tertunda  masuk surga.
Hal ini berdasarkan hadits shoahih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: (1) Bebas dari sombong. (2) Bebas dari khianat, dan (3) Bebas dari tanggungan hutang.”  (H.R  Ibnu Majah dan at Tirmidzi,  dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Kelima : Pahala  orang yang  berhutang menjadi tebusan hutangnya.
Dalam sebuah hadits  yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Man maata wa ‘alaihi diinaarun au dirhamun qudhiya min hasanatihi laisa tsumma diinaarun wa laa dirhamun”. Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu dinar atau satu dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya,  karena di sana tidak ada lagi dinar dan tidak (pula) dirham.. (H.R  Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Keenam : Bisa menjadi pendusta dan suka inkar janji.
 Dalam satu hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah   berdoa agar dilepaskan dari hutang : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.”  Lalu beliau ditanya : Mengapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah ? Rasulullah menjawab: “Jika seseorang berhutang, apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari.” (H.R Imam Bukhari).

Itulah beberapa keterangan yang jelas dari Rasulullah tentang bahaya yang bisa menimpa  seseorang yang suka berhutang. Kita berlindung kepada Allah dari kebiasaan berhutang apalagi untuk keperluan yang tidak mendesak.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (621)



 

Senin, 28 Maret 2016

BERSUNGGUH SUNGGUHLAH MENJAGA SHALAT



BERSUNGGUH SUNGGUHLAH MENJAGA  SHALAT FARDHU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Makna dan hakikat shalat
Menurut ilmu fiqih, shalat adalah suatu ibadah berupa perbuatan, gerak dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sesuai ketentuan, dengan cara-cara yang ditetapkan  syari’at Islam.

Hakikat shalat adalah merupakan salah satu bentuk komunikasi langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang didalamnya memuat puji-pujian, janji untuk taat dan doa yang dimohon untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat  dengan merendahkan diri serta tunduk dihadapanNya.

Shalat adalah urusan yang sangat besar.
Sungguh shalat adalah urusan yang sangat besar bagi seorang hamba. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya ash Shalah mengatakan: 

Pertama : Umat Islam tidaklah berselisih pendapat bahwa siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah termasuk dosa besar yang paling besar.
Kedua : Bahwa dosanya (menginggalkan shalat) lebih besar disisi Allah dari pada membunuh jiwa, mengambil harta (tanpa hak), dosa zina, mencuri dan minum khamar.
Ketiga : Dan sesungguhnya dia (orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja) akan berhadapan dengan siksa Allah dan kemurkaanNya serta kehinaan di dunia dan di akhirat. 

Sungguh shalat adalah amal yang pertama kali akan dihisab di akhirat kelak. Diriwayatkan dari Syuraik dan Ashim dan Abi Wail dari Abdullah dia berkata, Rasulullah bersabda : “Awwalu yuhasabu bihil ‘abdush shalaah.” Amalan pertama yang akan dihisab dari  seorang hamba adalah shalat. (H.R an Nasa’i dan ath Thabrani).

Shalat adalah cahaya dan keselamatan di hari Kiamat.
Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang menjaga shalat maka baginya cahaya, dalil dan keselamatan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaganya maka dia tidak memiliki cahaya, dalil dan keselamatan. Dia pada hari kiamat akan berkumpul bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf” (H.R Imam Ahmad).

Dalam hadits ini, Rasulullah menyebutkan empat tokoh yang durhaka. Mereka adalah gembong gembong dalam kekufuran. Memang manusia yang melalaikan shalat biasanya karena disibukkan oleh harta, kekuasaan atau kerajaan, kementrian atau jabatan dan pekerjaannya. 

Imam Ibnul Qayyim berkata : Barangsiapa yang disibukkan oleh hartanya maka dia bersama Qarun, dengan kerajaannya maka dia bersama Fir’aun, dengan kementeriannya maka dia bersama Hamam dan oleh pekerjaannya maka dia akan bersama Ubai bin Khalaf.

Oleh sebab itu mari kita jaga shalat kita dengan sungguh sungguh, terutama sekali shalat yang fardhu dan juga ditambah dengan shalat shalat sunnah. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (620)




NAMA NAMA ALLAH TIDAK DIBATASI JUMLAHNYA



NAMA NAMA ALLAH TIDAK DIBATASI JUMLAHNYA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Allah Ta’ala Memiliki Nama Nama Yang Paling Baik. Ini dijelaskan Allah Ta’ala dalam firmanNya, diantaranya adalah :

Pertama : Allah berfirman : “Wa lillahil asmaa-ul husnaa fad’uuhu bihaa wa dzarul ladziina yulhiduuna fii asmaa-ihii, sayujzauna maa kaanuu ya’maluun”. Dan Allah memiliki Asamaa-ul Husnaa (nama nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa-ul Husnaa itu dan tinggalkanlah orang orang yang menyalah artikan nama nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S al A’raf 180).

Kedua : Allah berfirman : “Allahu laa ilaaha illaa huwa, lahul asmaa-ul husnaa”. (Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama terbaik.  (Q.S Thaha 8)

Ketahuilah, para ulama telah menjelaskan bahwa Nama nama Allah tidaklah terbatas jumlahnya. Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah bersabda : “Inna lillahi ti’atan wa tis’iinasman mi-atan illa wahidan man ahshaahaa dakhalal janah”. Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, 100 kurang 1, barangsiapa yang mengamalkannya maka dia masuk surga.

Imam an Nawawi berkata : Para ulama sepakat bahwa hadits ini bukan untuk membatasi nama nama Allah Ta’ala. Bukanlah maknanya bahwa Allah tidak memiliki nama nama nama selain yang 99 tersebut. Akan tetapi maksud hadits ini adalah barangsiapa yang mengamalkan 99 nama Allah maka dia masuk surga. Maksudnya adalah kabar tentang masuk surga dengan mengamalkan 99 nama, bukan membatasi nama Allah dengan 99.

Oleh karena itulah disebutkan dalam hadits yang lain (Dalam al Musnad  Imam Ahmad, dari Ibnu Mas’ud) : “Aku memohon kepada-Mu dengan semua nama yang Engkau menamakan diri-Mu dengannya atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib-Mu”. Al Hafizh Abu Bakar bin al Arabi al Maliki menyebutkan bahwa ada sebagian orang yang mengatakan : Allah memiliki seribu nama, maka beliau berkata : Ini sedikit sekali, wallahu a’lam. (Syarah Shahih Muslim).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Yang benar, yang disepakati ulama bahwa sabda Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam : “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama yang barangsiapa mengamalkannya maka dia masuk surga” maknanya barangsiapa yang mengamalkan 99 nama dari nama nama Allah maka dia masuk surga. Bukan maknanya nama-Nya hanya 99. Karena dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Hatim dalam shahihnya : “Aku memohon kepada-Mu dengan semua nama-Mu yang Engkau miliki, yang dengannya Engkau menamakan diri-Mu atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib-Mu, untuk Engkau jadikan al Qur an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku, penghilang kesedihan dan kesusahanku.

Selain itu disebutkan dalam ash Shahih bahwa Nabi Salallahu ‘alahi Wasallam berdoa pada waktu sujudnya : “Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari siksaan-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari (adzab)-Mu. Aku tidak bisa sampai dalam memuji diri-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu”.

Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan bahwa dirinya tidak bisa sampai dalam memuji Allah dengan sepenuhnya. Seandainya beliau mengetahui semua nama nama Allah maka beliau akan mengetahui semua sifat Allah dan mampu memuji-Nya karena sifat-Nya terkandung dalam nama nama-Nya. 

Prof. DR. Syaikh Abdurrazaq bin Muhsin al Badr, Guru Besar di Universitas Islam Madinah,  berkata :  Dari sini diketahui bahwa nama nama Allah tidak terbatas dengan bilangan tertentu. Bahkan nama nama Allah yang baik yang disebutkan dalam al Qur an dan hadits juga tidak terbatas dengan bilangan 99. Akan tetapi maksud dari hadits tersebut adalah barangsiapa yang mengamalkannya  maka dia masuk surga. Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa nama nama Allah yang tercantum dalam al Qur an dan hadits lebih dari 99 nama.

Oleh karena itu, jika ada dari para ulama yang mengumpulkan 99 nama dari nama nama Allah dan selain mereka mengumpulkan nama nama yang lain, lalu sebagiannya sama dan sebagian yang lain berbeda maka ini tidak berarti bahwa yang diperselisihkan tersebut bukan dari nama Allah karena melebihi 99 nama. Bahkan sekiranya mereka mengumpulkan semua nama tersebut bisa melebihi 99 nama. Yang penting adalah keshahihan nama tersebut dan ketetapannya (ada) dalam al Qur an dan hadits. 

Apabila telah jelas kesalahan pendapat yang membatasi nama Allah hanya 99 nama disebabkan oleh kesalahpahaman dalam memahami hadits diatas maka ucapan orang yang mengatakan bahwa nama Allah hanya 300 atau 1000 atau 4000 atau yang lainnya dari angka angka maka sangatlah jelas kesalahannya, karena pendapat tersebut kosong dari dalil dan bukti.

Allah Ta’ala berfirman : “Wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamuun”. Dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S al A’raaf 33).
Allah Ta’ala berfirman : “Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun”. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. (Q.S al Isra’ 36).
(Lihat Kitab Fiqih Ama’ul Husna, Syaikh Abdurrazaq bin Muhsin al Badr)

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (619).          
  

Minggu, 27 Maret 2016

TIDAK BOLEH TERTIPU DENGAN NIKMAT WAKTU



TIDAK BOLEH TERTIPU DENGAN NIKMAT WAKTU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Hakikat waktu  adalah sesuatu yang berharga dan jika seseorang melalaikannya, disadari atau tidak, pastilah akan merugi. Allah berfirman : “Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling manasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran” (Q.S al ‘Ashr 1-3).

Terkadang memang ada saudara saudara kita yang melupakan nikmat waktu luang. Mereka menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Padahal waktu kita di dunia  sangatlah terbatas dan kita tidak tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini sedangkan perbekalan kita masih sedikit.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda : “Nikmataani maghbunun fihima kasyirum minannasish shihatu wal faragh”  Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang (H.R. Imam Bukhari). 

Ibnu Baththaal rahimahullah mengatakan: “Makna hadits ini, bahwa seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu”. (Fathul Bari).

Oleh sebab itu maka  sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih sebelum kedatangan perkara-perkara yang menghalanginya. Imam Al Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa Nabi Shallallahualaihi wasallam bersabda menasihati seorang laki-laki : ”Ambillah kesempatan lima (keadaan) sebelum lima (keadaan). (Yaitu) mudamu sebelum pikunmu, kesehatanmu sebelum sakitmu, cukupmu sebelum fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu, kehidupanmu sebelum matimu.” (H.R  al Hakim).

Memanfaatkan waktu agar tidak sia sia.
Seorang hamba yang baik keislamannya tentu akan selalu berusaha menggunakan waktunya untuk yang bermanfaat bagi duania dan akhiratnya. Sunguh Rasulullah telah bersabda : “Min husni islamil mar’i tarkuhu ma laya’niih” Paling baiknya Islam seseorang (ialah) meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat. (H.R Ibnu Majah, dalam Shahihul Jami’).
Ada beberapa cara dalam menggunakan waktu agar bermanfaat, diantaranya adalah :

Pertama : Menyibukkan diri dengan belajar ilmu
Salah satu tanda bahwa seorang hamba menggunakan waktunya dengan baik adalah  dia akan senantiasa menyibukkan dirinya untuk belajar ilmu. Sungguh sangatlah banyak manfaat belajar ilmu karena manusia butuh ilmu dalam setiap keadaannya yaitu untuk kebaikan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak.
Bahkan belajar ilmu adalah suatu yang wajib. Rasulullah bersabda : “Thalibul ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim”. Belajar ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. (H.R Imam Muslim).

Kedua : Menyibukkan diri dengan ibadah.
Sungguh seorang hamba haruslah  senantiasa menyibukkan diri untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan ittiba’. Bukankah manusia diciptakan hanya untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu sibukkanlah diri dengan beribadah kepada-Nya.  Utamakan ibadah yang wajib lalu lengkapi dengan ibadah ibadah sunnah.

Allah berfirman : “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya’buduun”. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzaariat 56).

Ketiga : Mendahulukan amal yang lebih utama.
Sungguh orang yang beriman adalah orang yang cerdas dalam menggunakan waktu dalam beribadah kepada Allah. Dia mengetahui betul bahwa waktunya didunia ini sangat pendek. Dia sangat menyadari bahwa Allah akan memanggilnya sewaktu-waktu. 

Oleh karena itu dia akan menggunakan waktu yang pendek ini untuk beribadah dengan mendahulukan yang utama daripada yang kurang utama. Akan mendahulukan yang wajib dari yang sunat. Jika mau bicara dia akan berbicara dengan pembicaraan yang paling baik daripada yang baik dan meninggalkan yang tidak baik. Semuanya ini adalah merupakan jalan untuk mendapat nilai lebih bagi kehidupan dunia dan akhiratnya 

Keempat : Bersegera melakukan ibadah.
Seseorang yang paham tentang nikmat waktu maka tidaklah dia menunda-nunda untuk melakukan kebaikan. Ibnu Umar berkata : Jika kamu sedang berada di pagi hari maka janganlah kamu bicarakan tentang dirimu disore hari (nanti). Jika dirimu sedang berada di sore hari jangan membicarakan dirimu di pagi hari (kelak).

Rasulullah bersabda : “Gunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu dan hidupmu sebelum matimu. Sesungguhnya engkau tidak akan mengetahui namamu untuk esok, wahai Abdullah” (H.R. at Tirmidzi.)

Imam Hasan al Bashri mengingatkan agar kita tidak menyia nyiakan dan melalaikan waktu. Beliau berkata : Jauhkan dirimu dari “taswif” yaitu berkata “nanti sajalah.

Kelima : Tidak membiarkan waktu kosong.
Orang yang membiarkan waktunya kosong dan tidak digunakan untuk mengingat Allah dengan beribadah kepadaNya maka intinya dia termasuk orang yang tertipu dengan  waktu.  Jadi janganlah membiarkan waktu kosong. Jika sudah selesai satu ibadah hendaklah segera lanjutkan dengan ibadah yang lain atau kegiatan lain yang bermanfaat.

Allah berfirman : “Faidzaa qudhiyatish shalaatu fan tasyiruu fil ardhi, wabtaghuu min fadhlillahi, wadzkuruullaaha kastsiral la’alakum tuflihuun”  Apabila shalat telah dilakukan maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak banyak agar kamu beruntung. (Q.S al Jumu’ah 10).

Allah berfirman : “Faidzaa faraghta fanshab. Wa ila rabbika farghab” Maka jika kamu selesai (dari suatu urusan) maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap (Q.S. al Insyiraah 7-8).

Oleh karena itu mari kita manfaatkan nikmat waktu yang diberikan oleh Allah Ta’ala untuk sesuatu yang bermanfaat sehingga kita tidak menjadi orang orang yang tertipu. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.

Wallahu A’lam (618)