Selasa, 31 Maret 2015

4 NASEHAT MENGGAPAI SABAR



EMPAT NASEHAT MENGGAPAI SABAR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Allah telah mengingatkan dalam kitabNya yang mulia bahwa manusia itu akan diberi berbagai ujian dalam kehidupannya. Allah berfirman : “Latubluwannakum fii amwaa likum  wa anfusikum” Kamu sungguh sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu (Q.S Ali Imran 186).

Imam Ibnu Katsir berkata : Seorang mukmin itu harus diuji harta dan jiwanya atau anak keturunan dan keluarganya. Seorang mukmin juga harus diuji tingkat keagamaannya. Jika agamanya kuat maka akan bertambah pula cobaan yang akan diterimanya. (Tafsir Ibnu Katsir).

Abdul Malik ibnu Abjar berkata : Tidak ada seorang manusia melainkan akan diuji dengan kesehatan dan kelapangan untuk mengetahui sejauh mana ia akan mensyukurinya. Dan ia akan diuji pula dengan musibah untuk mengetahui sejauh mana ia akan bersikap sabar menghadapi ujian tersebut.

Bersikap sabar adalah sesuatu yang sangat tidak mudah. Ketahuilah bahwa untuk bersabar diperlukan usaha yang sungguh sungguh. Diantara cara untuk meraih sabar terhadap berbagai ujian adalah :

Pertama : Senantiasa berbaik sangka kepada Allah Ta’ala.
Seorang   muslim insya Allah akan mudah memperoleh sikap sabar jika dia berbaik sangka kepada Allah terhadap segala yang ditetapkan dan menimpanya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata: 

(1) Engkau wajib berbaik sangka kepada Allah terhadap perbuatan Allah dimuka bumi

(2) Engkau wajib meyakini bahwa apa yang Allah lakukan adalah untuk hikmah yang sempurna. Terkadang akal manusia memahaminya terkadang tidak

(3) Maka janganlah ada yang menyangka bahwa jika Allah melakukan sesuatu dialam ini karena kehendaknya yang buruk.

Kedua : Membandingkan nikmat yang hilang dengan yang masih ada.
Sungguh cobaan yang kita alami jika dibanding dengan nikmat yang kita terima semenjak dalam kandungan ibu kita hingga saat ini tentulah lebih banyak nikmat. Bahkan kita tidak mampu menghitungnya. Perhatikanlah bahwa Allah masih memberikan kepada kita nikmat Iman dan Islam yang tidak ada bandingan nilainya, nikmat akal, hati, panca indra dan yang lainnya.  Mungkin saja seseorang saat ini sedang sakit dan sudah empat hari terbaring  di rumah sakit. Tapi ingatlah bahwa dia pernah sehat selama empat puluh tahun. Ini haruslah menjadi pendorong bagi seorang hamba untuk senantiasa bersabar.

Ketiga : Meyakini bahwa ujian adalah dari Allah dan itu  yang terbaik.
Kalau kita yakin dan menyadari bahwa ujian  adalah ketetapan Allah yang terbaik bagi hamba- Nya tentulah sepantasnya kita bisa sabar menerimanya.  Allah berfirman : “Qul lan yushiibanaa illa maa kataballahu lanaa, huwa maulaanaa” Katakanlah (Muhammad) sekali kali tidak akan menimpa kami melainkan apa  yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami. (Q.S at Taubah 51).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata : Maksud ayat ini adalah bahwa Dia yang menakdirkannya dan memberlakukannya di Lauhul Mahfudz. Dialah pelindung kami yang mengurusi perkara kami, baik urusan agama maupun dunia. Maka kita wajib ridha terhadap takdir-Nya dan kita tidak memiliki sedikitpun hak dalam perkara kita. (Kitab Tafsir Karimir Rahman).

Rasulullah bersabda : Man yuridillahu bihi khairan yusib minhu” Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan Allah akan menimpakan kepadanya musibah. (H.R Imam Bukhari).

Imam Ibnu Taimiyah berkata : Musibah yang diterima semata-mata karena Allah lebih baik bagimu dari pada nikmat yang membuat kamu lupa mengingat Allah

Keempat : Meyakini bahwa ujian tidak melebihi kemampuan.
Adalah juga merupakan  cara menggapai sabar yaitu dengan mengingat bahwa Allah tidak memberikan ujian melebihi kemampuan seorang hamba. Allah berfirman : “Laa yukallifullahu nafsan illaa wus’ahaa” Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S al Baqarah 286)

Ketahuilah bahwa ujian yang kita terima belum seberapa dibanding orang lain apalagi para Nabi dan orang orang shalih. Tapi mereka senantiasa bersabar. Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa ia berkata, Aku berkata : Wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling berat cobaannya ? Beliau bersabda: “Para Nabi kemudian orang yang terbaik setelah mereka.  (H.R at Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Salafus shalih memberi nasehat tentang kesabaran.

 Pertama : Umar bin khathab berkata: sebaik-baik kehidupan yang kami dapati adalah dengan kesabaran. (Kitab az Zuhd, Ibnul Mubarak)

Kedua : Abdullah bin Mas’ud berkata: Keimanan itu ada dua bagian, setengah untuk sabar dan setengah untuk syukur (Madarijus Saalikin, Imam  Ibnul Qayyim)

Ketiga : Umar bin Abdul Aziz berkata : Tidaklah Allah memberi nikmat kepada seseorang hamba kemudian mencabutnya dan menggantinya dengan kesabaran, melainkan yang  Allah gantikan itu lebih baik dari apa yang hilang. (Madarijus  Saalikin, Imam Ibnul Qayyim

Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam.  (253)

8 PERTANYAAN TENTANG SHALAT




Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Seorang hamba sangatlah memahami bahwa  shalat adalah tiang agama. Shalat adalah sarana pemelihara keyakinan. Bukti keimanan. Induk segala bentuk pendekatan diri kepada Allah. Amal yang pertama kali akan dihisab. Perintah ibadah yang super istimewa yaitu  diterima langsung oleh Rasulullah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala  pada saat isra’- mi’raj. 

Sungguh shalat adalah urusan yang sangat besar bagi seorang hamba. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya ash Shalah mengatakan: 

Pertama : Umat Islam tidaklah berselisih pendapat bahwa siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah termasuk dosa besar yang paling besar.

Kedua : Bahwa dosanya (menginggalkan shalat) lebih besar disisi Allah dari pada membunuh jiwa, mengambil harta (tanpa hak), dosa zina, mencuri dan minum khamar.

Ketiga : Dan sesungguhnya dia (orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja) akan berhadapan dengan siksa Allah dan kemurkaanNya serta kehinaan di dunia dan di akhirat.  

Makna dan hakikat shalat
Menurut ilmu fiqih, shalat adalah suatu ibadah berupa perbuatan, gerak dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sesuai ketentuan, dengan cara-cara yang ditetapkan  syari’at Islam.

Hakikat shalat adalah merupakan salah satu bentuk komunikasi langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang didalamnya memuat puji-pujian, janji untuk taat dan doa yang dimohon untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat  dengan merendahkan diri serta tunduk dihadapanNya.     

Diantara keutamaan shalat adalah :

Pertama : Sebagai jalan meminta pertolongan Allah dalam keadaan  sulit.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman : “Ya aiyuhal ladzina aamanus ta’iinuu bishshabri washshalaah innallaha ma’ash shabiriin”. Wahai orang orang yang beriman,  mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah bersama orang orang yang sabar (Q.S al Baqarah 153).

Sungguh Rasulullah telah mengamalkan ayat ini. Jika menghadapi masalah besar maka Rasulullah minta pertolongan kepada Allah dengan melakukan shalat sunat. Ini adalah sebagaimana kesaksian para sahabat.
Ali bin Abi Thalib berkata : “Pada malam (sebelum) perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah. Beliau shalat dan berdoa sampai subuh”. 

Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman : “Pada malam perang Ahzab, saya menemui Rasulullah dan senantiasa beliau shalat dan menutup tubuhnya dengan jubah. Hudzaifah juga berkata : “Inna nabiyyu salallahu ‘alaihi wasalam idzaa hazabahu amrun shalla”  Nabi salallahu ‘alaihi wasallam apabila dirundung masalah  maka beliau mengerjakan shalat”. (H.R Imam Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh al Albani)

Kedua : Dijanjikan Allah dengan surga.
Rasulullah bersabda : “Ada lima shalat yang Allah wajibkan kepada para hamba. Barang siapa yang mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikitpun karena menganggap remeh akan hak Allah maka Allah memberikan janji akan memasukkannya kedalam surga”. (Al Iraqi berkata, H.R. Abu Dawud dan an Nasa’i, al Ihya).

Ketiga : Membersihkan dosa-dosa.
Diantara keutamaan adalah untuk menghapus dosa dosa. Rasulullah bersabda : “Fainna shalawaatil khamsi tudzhibudz dzunuuba kamaa yudzhibul maa’ud daran” Maka sesungguhnya shalat lima waktu itu akan membersihkan dosa-dosa sebagaimana air yang membersihkan kotoran   (H.R Muslim).

Keempat : Bukti ketaatan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.
Sungguh telah memerintahkan shalat kepada kaum muslimin dan tata caranya telah diajarkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam Seorang hamba yang melakukan shalat adalah suatu bukti kepatuhannya. 
Allah berfirman : “Wa aqimush shalaata wa aatuz zakaata warka’u ma’arraki’in. Dan dirikanlah shalat tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk (Q.S al Baqaran 43).   

Allah Ta’ala berfirman : “Aqimish shalaata liduluukisy syamsi ilaa ghasaqil laili wa qur’anal fajr, inna qur’anal fajri kaana masyhuuda.” Dirikanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (dirikan pula shalat) subuh. Sungguh shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Q.S al Israa’ 78.

Kelima : Pemisah antara Muslim dengan kesyirikan dan kekufuran.
Rasulullah bersabda : “Bainar rajuli wa bainasy syirki awilkufri tarkush shalaah.” Pemisah antara seorang (muslim) dengan kesyirikan atau kekufuran adalah meninggalkan shalat. (H.R Muslim).  
 
Keenam : Mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Ketahuilah bahwa shalat yang dilakukan dengan benar dan sempurna akan menghalangi seorang hamba dari berbuat keji dan mungkar. Allah Ta’ala berfirman : “Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa’i wal munkar.” Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. (Q.S al Ankabuut 45) 

Ketujuh : Amal yang pertama kali dihisab.
Diriwayatkan dari Syuraik dan Ashim dan Abi Wail dari Abdullah dia berkata, Rasulullah bersabda : “Awwalu yuhasabu bihil ‘abdush shalaah.” Amalan pertama yang akan dihisab dari  seorang hamba adalah shalat. (H.R an Nasa’i dan ath Thabrani). 

Jika seorang hamba shalatnya baik maka baik pulalah amal amalnya yang lain. Oleh karena itu amal yang pertama akan diperiksa nanti di akhirat adalah shalat. 

Delapan pertanyaan tentang shalat 

Pertama : Saya beragama Islam dan saya belum mengerjakan shalat. Tapi mengapa saya belum mau memulainya sekarang juga.
 Padahal Allah berfirman : “Wa saari’uu ilaa maghfiratin min rabbikum wa jannatin ‘ardhuhas samaawaatu wal ardhu, u’iddat lil muttaqiin.” Dan bersegeralah kamu mencari ampunan Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran 133). 
 
Kedua : Saya belum melaksanakan shalat karena belum mengetahui tata caranya yang benar. Tapi mengapa saya tidak mencari tahu,  bertanya dan belajar kepada yang sudah tahu.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman : “Fas’aluu ahladz dzikri inkuntum la ta’lamuun” Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. (Q.S al Anbiya’ 7).  

Ketiga : Saya sudah melaksanakan shalat. Tapi apakah saya sudah berusaha melakukannya di awal waktu sebagaimana yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Rasulullah bersama sahabat 

Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah : “Ya rasulullah  aiyul ‘amali afdhalu.  Qalaa : shalaata ‘ala miqatiha.” Wahai  utusan Allah amalan apa yang utama. Rasulullah bersabda: Shalat pada waktunya. (H.R Bukhari dan Muslim). 

Keempat : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat di awal waktu. Tapi apakah shalat itu sudah saya lakukan dengan ikhlas dan ittiba’.
Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa syarat diterimanya suatu ibadah adalah : Ikhlas yaitu karena Allah semata bukan karena yang lain. Allah berfirman “Wamaa umiruu illa liya’budullaha mukhlishina lahuddin.” Padahal tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Q.S al Baiyinah 5).   

Dan selanjutnya adalah ittiba’ yaitu beribadah menurut cara yang diajarkan atau dicontohkan oleh Rasulullah. Bukankah Rasulullah yang telah membawa risalah Islam ini kepada kita dan beliaulah yang paling tahu tentang agama ini. Rasulullah bersabda : “Man ‘amila ‘amalan laisa lahu amruna fahuwa raddun.”  Barang siapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka amal itu tertolak. (H.R Muslim).

Kelima : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat sebagaimana mestinya. Tapi apakah saya sudah mengajak keluarga dan orang-orang terdekat dengan saya untuk melaksanakan shalat dengan cara yang bijak dan tidak pernah bosan. Allah berfirman : “Yaaiyuhal ladzi na’amanuu quu anfusakum wa ahliikum naara. Wahai orang orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S at Tahrim 66)  

Keenam : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat wajib secara tertib dan melakukannya dengan sebaik mungkin. Tapi apakah saya sudah melengkapinya dengan shalat-shalat sunat sebagai tambahan amal agar Allah ridha kepada saya.

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari : Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku masih saja mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. 

Ketujuh : Saya sudah shalat secara tertib. Tapi apakah saya terus berusaha meningkatkan kualitas shalat saya baik bacaan, gerakan, kekhusyu’an dan menjaga tuma’ninahnya yaitu memberikan hak kepada setiap gerakan dalam shalat. Jangan jangan saya shalat hanya sekedar memenuhi sahnya saja. Jangan-jangan cara shalat saya masih seperti pada saat saya pertama kali shalat.

Ketahuilah, bahwa Rasulullah pernah mengingatkan seorang sahabat yang shalat dan disuruh mengulangi shalatnya sampai tiga kali, karena dia shalat tanpa tuma’ninah.

Kedelapan : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat wajib secara tertib dan menambah dengan shalat-shalat sunat. Tapi apakah shalat saya telah memberi bekas kepada tutur kata, sikap, prilaku dan akhlak saya secara keseluruhan. Jika belum maka saya ingin mencari tahu kenapa. Ini pertanyaan yag besar bagi saya. Inilah PR yang harus saya perhatikan dengan sungguh sungguh.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita semua, taufik dan hidayahNya. Wallahu A’lam.  (252)
   
                                                          

Senin, 30 Maret 2015

MEMBERI KEMUDAHAN AKAN DIMUDAHKAN



MEMBERI KEMUDAHAN AKAN DIMUDAHKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan syari’at Islam yang mudah untuk untuk diikuti dan diamalkan. Tidaklah syari’at  bertujuan untuk  mempersulit hamba hamba-Nya. Allah berfirman : “Yuridullahu bikumul yusra wala yuridu bi kumul ‘usra. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu. (Q.S. Al Baqarah 185).

Maksud ayat ini adalah Allah menghendaki hal yang memudahkan bagi kalian jalan yang menyampaikan kalian kepada ridha-Nya dengan kemudahan yang paling mudah dan meringankannya dengan keringanan yang paling ringan. Segala yang diperintahkan Allah atas hamba-hamba-Nya pada dasarnya adalah sangat mudah sekali. Bila terjadi rintangan yang menimbulkan kesulitan maka Allah akan memudahkannya dengan kemudahan lain yaitu dengan menggugurkannya atau menguranginya dengan segala bentuk pengurangan. (Tafsir Karimir Rahman, Syaikh as Sa’di)

Allah berfirman : “Ma yuridullahu liyaj’ala ‘alaikum min harajin walaakin yuridu liyuthahirakum waliyutimma ni’matahu ‘alaikum la’allakum tasykuruun.” Allah tidak hendak menyulitkan kamu tetapi Dia hendak memsucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kamu, supaya kamu bersyukur (Q.S. al Maa-idah 6).

Maksud ayat ini adalah Allah memberikan kemudahan, tidak memberikan kesulitan. Dan agar kalian bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Allah atas apa apa yang telah disyariatkan berupa kelonggaran, kelembutan, rakhmat, keindahan dan kelapangan (Tafsir Ibnu Katsir)

Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai masalah selalu mencari atau memberikan kemudahan bagi umatnya. Dalam sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa beliau bersabda : Innallaha lam yab’atsnii muta’anitan, wa lakin ba’atsanii mu’alliman muyassiran”  Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan (H.R Imam Muslim).

Rasulullah  shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mudahkanlah setiap urusan dan janganlah kalian mempersulitnya, buatlah mereka senang dan jangan membuat mereka lari."(H.R Imam Bukhari)
 
Pada kesempatan lain yaitu dalam hadits dari Anas bin Malik Rasulullah menunjukkan kemudahan bagi umat Islam yaitu jika lupa mengerjakan shalat yang biasa dilakukannya. Rasulullah bersabda : “Man nasiya shalaatan fal yushalli idzaa dzakaraa laa kafaaratan illaa dzalika”.  Barangsiapa lupa shalat, hendaknya  melakukan (shalat)nya ketika mengingatnya, tidak ada tebusan kecuali itu. (H.R Mutafaqun  ‘alaihi).

Ketahuilah saudaraku bahwa shalat adalah perkara yang sangat besar dalam Islam. Shalat merupakan rukun dalam Islam. Tiang agama. Namun bagi yang lupa maka Rasulullah memberi jalan keluar yang sangat mudah dan tidak memberatkan. 

Perhatikanlah apa yang dikatakan Imam al Khaththabi tentang hadits ini : Bahwa ini mengandung dua kemungkinan.

Pertama : Ia tidak bisa menggantinya kecuali dengan melaksanakannya.

Kedua : Ia tidak dituntut membayar denda atau sedekah, juga tidak dituntut menggandakan shalat. Ia hanya diwajibkan mengerjakan shalat yang ditinggalkannya (karena lupa) itu.

Kemudahan dalam syariat yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga kemudahan yang diberikan Rasulullah dalam berbagai masalah maka haruslah menjadi pelajaran yang berharga bagi kita.

Kalau Allah dan RasulNya memberikan kemudahan maka wajiblah bagi kita untuk memberikan kemudahan pula dalam bermuamalah dengan sesama manusia atau sesama makhluk. Mungkin agak sering kita mendengar istilah kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah.  Istilah semacam ini seyogyanya tidak keluar dari hati dan mulut seorang hamba Allah.  
   
Ketahuilah jika seorang hamba memberikan kemudahan bagi saudaranya maka sungguh kemudahan itu juga akan kembali kepadanya. Memberikan kemudahan atau tidak mempersulit orang lain adalah sebuah kebaikan. Setiap kebaikan balasannya adalah kebaikan juga. Allah berfirman : “Hal jazaa-ul ihsaani illal ihsaan” Tidak ada balasan untuk kebaikan melainkan kebaikan (pula). Q.S ar Rahman 60. 

Barangkali ada diantara kita pernah berurusan dengan seseorang atau suatu lembaga. Pada awalnya kita membayangkan ini urusan akan sangat sulit. Terlalu panjang proses yang akan dilalui. Banyak kantor yang harus didatangi dan  banyak loket atau meja yang harus disinggahi. Tetapi ternyata semua urusannya itu berjalan mudah  dan mencengangkan. Ingatlah saudaraku kenapa urusan itu menjadi mudah. Bahkan sangat mudah. Mungkin penyebabnya adalah  beberapa puluh tahun yang lalu kita pernah memberikan kemudahan yang sangat mudah kepada seseorang yang berurusan atau bermuamalah dengan kita.  Sekarang giliran kita berurusan ternyata juga mendapat kemudahan. 

Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum”  Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. (Q.S al Israa’ 7) Memang demikianlah kenyataan yang sering kita lihat, barang siapa yang suka menolong akan ditolong. Barang siapa yang suka memberi akan diberi. Barang siapa yang suka memaafkan akan dimaafkan dan  barang siapa yang suka memberi kemudahan insya Allah akan dimudahkan pula urusannya.

Wallahu A’lam. (251)