Rabu, 31 Oktober 2018

BERUSAHALAH AGAR SHALATMU MENJADI LEBIH BAIK


BERUSAHALAH AGAR SHALATMU MENJADI LEBIH BAIK

Oleh : Azwir B. Chaniago

Shalat fardhu adalah kewajiban utama orang orang beriman. Ini adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. Bahkan ibadah shalat adalah yang pertama kali akan dihisab pada hari Kiamat dan menjadi cerminan bagi ibadah ibadah yang lain. Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam  bersabda :

إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا

Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.

Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman : Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (H.R at Tirmidzi dan an Nasa’i).

Oleh karena itu orang orang shalih selalu berusaha mempersembahkan ibadah shalatnya yang  terbaik setiap kali melaksanakan ibadah yang utama ini yaitu :  

(1) Mereka selalu bersegera dengan penuh semangat dalam mendatangi shalat. 

(2) Memperpanjang shalatnya sehingga merasakan kelezatan dan kekhusyu’annya. 

(3) Dari waktu ke waktu  berusaha agar shalatnya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi diantaranya dengan tetap menjaga keikhlasan dalam beribadah dan ittiba’ yaitu mengikuti apa yang iajarkan dan dicontohkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam dan di amalkan oleh para sahabat.

Ingatlah bahwa ternyata orang orang yang shalat tidaklah  mendapat nilai nilai atau pahala yang sama disisi Allah.

Dari Ammar bin Yasir berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَ مَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Sesungguhnya seseorang selesai (dari mengerjakan shalat) dan tidaklah ditulis baginya pahala kecuali sepersepuluh shalatnya, atau sepersembilannya, atau seperdelapannya, atau sepertujuhnya, atau seperenamnya, atau seperlimanya, atau seperempatnya, atau sepertiganya, atau separuhnya. (H.R Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Dari Abu al Yasar Ka’b bin Amr as Sulami, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

مِنْكُمْ مَنْ يُصَلِّى الصَّلَاةَ كَامِلَةً وَ مِنْكُمْ مِنْ يُصَلِّى النِّصْفَ وَ الثُّلُثَ وَ الرُّبُعَ وَ اْلخُمُسَ حَتَّى بَلَغَ اْلعُشْرَ

Di antara kalian ada yang shalat secara sempurna, di antara kalian ada yang memperoleh pahala separuhnya, sepertiganya, seperempatnya, seperlimanya hingga sepersepuluhnya. (H.R an Nasa’i, di hasankan oleh Syaikh al Albani).  

Kedua hadits adalah peringatan bagi orang orang beriman agar selalu meningkatkan nilai shalatnya sehingga mendapat nilai paling baik. 

Ketahuilah bahwa ada beberapa perkara yang perlu untuk diperhatikan agar seorang hamba bisa menjadikan  ibadah shalatnya lebih baik, sebagaimana disebutkan dalam Mihajul Qashidin, diantaranya :

Pertama : Berusaha keras untuk menghadirkan hati.

Maksudnya adalah menjadikan hati hanya terpusat untuk shalat. Tanpa kehadiran hati maka doa dan dziki yang terucap dalam shalat tidak akan memberi manfaat. Demikian juga dengan seluruh gerakan shalat. Rukuk dan sujud yang tujuannya adalah pengagungan kepada Allah Ta’ala. Jika tidak menghadirkan hati maka tujuan itu tidak akan tercapai. Hanya sebatas gerakan dan bentuk yang tidak ada arti.

Allah Ta’ala berfirman : 

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali kali tidak akan sampai kepada Allah tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. (Q.S al Hajj 37)

Kedua : Memahami makna kalimat yang diucapkan

Diantara perkara agar shalat bermakna dan menjadi baik adalah memahami kalimat yang diucapkan. Hati dan akal haruslah dipalingkan dari perkara perkara yang menyibukkan. 

Rasulullah tatkala shalat di depan tirai penutup yang ada coraknya, beliau melepas tirai tersebut dan bersabda : “Tadi tirai yang terpasang itu mengusik shalatku”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

Ketiga :  Mengagungkan Allah dan menghadirkan rasa takut kepada-Nya.

Perkara ini akan terwujud dengan dua hal yaitu mengenal keagungan Allah Ta’ala dengan sebenar benarnya dan mengenal kehinaan diri sendiri (sebagai hamba-Nya).
 
Itulah diantara cara agar shalat kita menjadi lebih baik dan lebih baik lagi sehingga mendapat nilai di sisi Allah Ta’ala. Jangan sampai ibadahmu tertolak atau bernilai rendah. Jadi seorang hamba jangan beribadah kepada Allah asal asalan atau sekenanya saja.  Insya Allah ada manfaatnya untuk kita semua. Wallahu A’lam. (1.444)

INGAT KEWAJIBAN SHALAT BERJAMAAH DI MASJID


INGAT KEWAJIBAN SHALAT BERJAMAAH DI MASJID

Oleh : Azwir B. Chaniago

Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. Sungguh shalat adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab atau diperhitungkan di hari Kiamat kelak. 

Ini adalah sebagaimana disebutkan  Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabda beliau :

إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا

Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.

 Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman : Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (H.R at Tirmidzi dan an Nasa’i).

Tentang pelaksanaan shalat kita mendengar ada perbedaan pendapat apakah shalat  fardhu itu dilakukan dilakukan sendiri sendiri atau harus dilakukan secara berjamaah, bagi laki laki, di masjid.  Tapi ketahuilah bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa shalat fardhu harus dilakukan di masjid, kecuali ada udzur.

Diantara dalil  yang dijadikan sandaran adalah dari al Qur an as Sunnah berikut ini :

Pertama : Dalil dari al Qur an.  

(1) Allah Ta’ala berfirman :

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang orang yang rukuk, (Q.S al Baqarah 43).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini bahwa : Hendaklah kalian bersama orang orang beriman dalam berbagai perbuatan mereka yang terbaik. Dan yang paling utama dan sempurna dari semua itu adalah shalat. Dan banyak ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil bagi diwajibkannya shalat berjamaah. (Lihat Kitab Tafsir al Qur’an al ‘Azhim)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di  menjelaskan : “Dan rukuklah bersama orang yang rukuk” maksudnya shalatlah bersama orang orang yang shalat. Dalam hal ini ada suatu perintah untuk shalat berjamaah dan kewajibannya.  Syaikh as Sa’di melanjutkan : Bahwasanya ruku’ itu merupakan rukun diantara rukun rukun shalat, karena Allah menyebutkan shalat dengan kata ruku’ sedangkan mengungkapkan suatu ibadah dengan kata yang merupakan bagian darinya adalah menunjukkan kepada wajibnya hal itu padanya. (Lihat Kitab Tafsir Kariimir Rahman).

(2) Allah Ta’ala menjelaskan dalam firman-Nya mengenai shalat khauf (shalat dalam keadaan perang).

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at) , maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, shalatlah mereka denganmu.” (Q.S an Nisa’ 102)

Dari ayat ini, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan mengenai wajibnya shalat berjama’ah. Beliau berkata : Allah memerintahkan untuk shalat dalam jama’ah (dan hukum asal perintah adalah wajib, hal ini berdasarkan kaidah dalam Ilmu Ushul Fiqih yaitu hukum asal perintah adalah wajib). yaitu Allah berfirman: (فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ), ”perintahkan segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu”.  Kemudian Allah mengulangi perintah-Nya lagi dalam ayat (وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ), ”dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat,perintahkan mereka shalat bersamamu.

Ini merupakan dalil bahwa shalat jama’ah hukumnya adalah fardhu ’ain karena dalam ayat ini Allah tidak menggugurkan perintah-Nya pada pasukan kedua setelah dilakukan oleh kelompok pertama. Dan seandainya shalat jama’ah itu sunnah, maka shalat ini tentu gugur karena ada udzur yaitu dalam keadaan takut.

Seandainya pula shalat jama’ah itu fardhu kifayah maka sudah cukup dilakukan oleh kelompok pertama tadi. Maka dalam ayat ini, tegaslah bahwa shalat jama’ah hukumnya adalah fardhu ’ain dilihat dari tiga sisi : (1) Allah memerintahkan kepada kelompok pertama.  (2) Selanjutnya diperintahkan pula pada kelompok kedua.  (3) Tidak diberi keringanan untuk meninggalkannya meskipun dalam keadaan takut. (Ash Shalah wa Hukmu Tarikhiha).

Kedua : Dalil dari as Sunnah.

(1) Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.:

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

Barangsiapa yang mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, kecuali bila ada udzur. (H.R Abu Daud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

(2) Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan dalam shahih Imam  Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ

Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, sungguh aku ingin memerintahkan untuk mengumpulkan kayu bakar lalu terkumpul, kemudian memerintahkan (orang orang)  untuk shalat dan dikumandangkan adzan. Kemudian aku perintah seseorang untuk mengimami shalat, lalu aku pergi melihat orang-orang dan membakar rumah-rumah mereka. (H.R Imam Bukhari)

 (3) Hadits Abu Hurairah radhiyallahuanhu yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, yaitu :

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ

Seorang lelaki buta menjumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia berkata, wahai Rasulullah, sungguh aku tidak memiliki seorang penuntun yang bisa menuntunku berjalan ke mesjid. Kemudian ia memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diberikan keringanan sehingga dia boleh shalat di rumahnya.

Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkannya. Ketika orang tersebut berpaling pergi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya dan berkata : ‘Apakah kamu mendengar adzan (untuk) shalat ?. Ia menjawab, iya. Lalu beliau pun mengatakan : Maka datangilah !.

Itulah diantara dalil atau sandaran syariat yang digunakan jumhur ulama ketika menjelaskan kewajiban shalat berjamaah di masjid bagi laki laki. Namun demikian kewajiban shalat berjamaah memang bukanlah syarat sahnya ibadah shalat seorang hamba.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.443)