Senin, 30 Juli 2018

BERPEGANG TEGUH KEPADA KEBENARAN


BERPEGANG TEGUH KEPADA KEBENARAN

Oleh :Azwir B. Chaniago

Keadaan yang sangat memprihatinkan menjadi pemandangan sehari hari saat ini. Kita melihat sangatlah banyak manusia berkata, menulis dan berbuat sesuka hatinya. Mereka sepertinya tak menghiraukan apakah yang dikatakan dan diperbuatnya adalah suatu kebenaran atau lebih banyak bohongnya.

Baragkali (?) mereka lupa bahwa semua akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra’ 36)

Ketahuilah kebenaran itu adalah dari Allah yaitu apa yang diiturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman : 

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

Kebenaran itu dari Rabbmu. Maka janganlah kamu termasuk orang orang yang ragu ragu. (Q.S al Baqarah 147).

Oleh karenanya setiap muslim haruslah melazimkan dirinya untuk senantiasa mencintai kebenaran dan berada diatas kebenaran. Allah Ta’ala memerintahkan orang orang beriman untuk bersama orang orang yang benar  sebagaimana firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang orang yang beriman !. Bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang orang yang benar. (Q.S at Taubah 119).

Allah Ta’ala memerintahkan orang orang beriman untuk selalu berkata benar. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Wahai orang orang yang beriman !. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal amalmu dan mengampuni dosa dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia menang dengan kemenangan yang agung. (Q.S al Ahzab 70-71)

Ketahuilah bahwa inti atau hakikat  dari kebenaran itu adalah kebaikan. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Hendaklah kamu berbuat benar, karena kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan. Dan kebaikan itu menunjukkan jalan ke surga. Seseorang  membiasakan dirinya berkata benar dan menuntut kebenaran sehingga ia tercatat disisi Allah sebagai orang yang benar” (H.R Imam Muslim).

Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi, dalam Kitab Minhaj al Muslim berkata : (1) Hendaklah seorang Muslim mencintai dan melaksanakan kebenaran lahir bathin, baik dalam perkataan maupun perbuatan. (2) Kebenaran itu menunjukkan jalan ke surga sedangkan surga adalah merupakan cita cita dan harapan tertinggi seorang Muslim. 

Kita bermohon kepada Allah agar diberi petunjuk untuk  selalu berpegang teguh kepada kebenaran yang diturunkan Allah Ta’ala sehingga selamat dunia dan akhirat. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.

Wallahu A’lam. (1.346).
  

Selasa, 24 Juli 2018

MUSLIM DAN KAFIR TAK SALING MEWARISI HARTA


MUSLIM DAN KAFIR TAK SALING MEWARISI HARTA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Umumnya persaudaraan atau pertalian keluarga, di antara manusia dilandaskan pada nasab atau garis keturunan. Ini tidak sepenuhnya benar kalau ditimbang dengan ukuran syariat. Persaudaraan dalam Islam terutama sekali adalah  atas dasar kesamaan akidah atau iman. Jadi tidak selalu berkaitan dengan nasab. 

Allah Ta’ala berfirman : 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Sesungguhnya orang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. (Q.S al Hujurat 10).

Selanjutnya perhatikanlah bagaimana firman Allah Ta’ala ketika salah satu anak Nabi Nuh bernama Qan’an ingkar kepada risalah yang dibawa Nabi Nuh. Pada saat anaknya Qan’an berada dalam gulungan banjir besar bersama orang yang ingkar kepada Nabi Nuh maka Nabi Nuh ingin menyelamatkan anaknya tersebut.

Lalu Nabi Nuh menyuruh anaknya naik ke kapal agar selamat. Anaknya tak mau naik ke kapal dan menjawab : Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah. Nuh berseru kepada Rabb-nya.

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ

Dan bermohon kepada Rabb-nya sambil berkata : Ya Rabb-ku sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku. Dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling adil. (Q.S Huud 45).

Lalu Allah Ta’ala berfirman : 

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Dia (Allah) berfirman : Wahai Nuh !. Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu karena perbuatannya sungguh tidak baik. Sebab itu janganlah engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasehatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh. (Q.S Huud 46).

Dari kisah Nabi Nuh dan anaknya Qan’an dapat diketahui bahwa HUBUNGAN KELUARGA KARENA NASAB MENJADI BATAL TERSEBAB PERBEDAAN AQIDAH. Lalu ketika  hubungan keluarga sudah batal maka hak waris jadi terhalang.  Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ   

Orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Usamah bin Zaid).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.345)

Senin, 23 Juli 2018

SUCIKANLAH NAMA RABB-MU YANG MAHATINGGI


SUCIKANLAH NAMA RABB-MU YANG MAHATINGGI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Judul tulisan ini adalah terjemahan dari surat al A’laa ayat pertama, yaitu :

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

Sucikanlah nama Rabb-mu yang Mahatinggi.

Surat ini agak sering dibaca oleh para  imam masjid ketika memimpin shalat yang wajib ataupun shalat sunnah. Ketahuilah bahwa  ada shalat yang Rasulullah biasa membaca surat al A’laa, meskipun tidak selalu, diantaranya : 

Pertama : Pada shalat Jum’at dan shalat ‘Ied.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah biasa membaca surat al A’la dalam shalat ini :  

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di dalam shalat dua hari raya dan shalat Jum’at dengan: Sabbihisma Rabbikal a’la dan al hal ataaka haditsul ghasyiyah. (H.R Imam Muslim).

Kedua : Pada shalat witir.
Jika shalat witirnya 3 rakaat, Rasulullah membaca surat al A’laa pada rakaat pertama, surat al Kafirun pada rakaat kedua, surat al Ikhlas pada rakaat ketiga, sebagaimana hadits berikut ini :

عن أبي بن كعب قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يوتر بسبح اسم ربك الأعلى وقل يا أيها الكافرون وقل هو الله أحد

Dari Ubay bin Ka’ab beliau berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir dengan membaca (Sabbihisma rabbikal a’laa),dan (Qul yaa ayyuhal kafirun), dan (Qul huwallahu ahad).” (HR. an Nasai’i dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Tapi ketahuilah bahwa membaca surat surat yang dimaksud bukanlah sesuatu yang sifatnya wajib.

Tentang  ayat pertama surat al A’laa ini ada beberapa penjelasan dari para ulama sebagai berikut :

Pertama :  Syaikh as Sa’di berkata : Allah Ta’ala memerintahkan para hamba untuk memaha-sucikan-Nya (dengan melakukan hal hal) yang mencakup dzikir, ibadah, tunduk dan patuh terhadap keagungan Allah serta merendah karena keagungan-Nya. 

Pujian tersebut adalah pujian yang  pantas dan sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala yakni dengan menyebut nama-Nya yang baik lagi tinggi diatas setiap nama dengan maknanya yang agung. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Kedua : Syaikh Utsaimin berkata : 

(1) Firman Allah, “Sucikanlah” yakni sucikanlah Allah Ta’ala dari segala sesuatu yang tidak layak bagi kemuliaan dan keagungan-Nya. Sebab kata at tashbih maknanya me-mahasucikan Allah. Apabila engkau mengucapkan “subhanallah”  maknanya berarti aku me-mahasucikan Allah dari segala keburukan, aib dan kekurangan.

(2) Makna ar Rabb adalah Pencipta, Pemilik dan Pengatur segala urusan. Siapa saja yang mengakui hal ini, maka tidak boleh menyembah selain Allah, sebagaimana yang diisyaratkan dalam beberapa ayat, diantaranya :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai manusia !. Sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dan orang orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S al Baqarah 21).

Maksudnya : Janganlah kamu menyembah selain Dia. 

(3) Firman Allah : “Yang Mahatinggi”, Yang Mahatinggi diambil dari kata al ‘uluww (tinggi). Kemahatinggian Allah Ta’ala ada dua jenis : 

(a) Ketinggian sifat, maksudnya sifat sifat yang maha sempurna hanyalah milik Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman : 

وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ ۚ

Dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi. (Q.S an Nahal 60). 

(b) Ketinggian dzat, maksudnya, Allah Ta’ala berada diatas seluruh hamba-Nya dan bersemayam di atas ‘Arsy. Seorang insan apabila berseru : Yaa Allah !. Ke arah manakah ia akan menghadap ?. Tentu ia akan menengadahkan wajahnya ke langit, yakni ke atas.Jadi, Allah Ta’ala berada diatas segala sesuatu, bersemayam di atas ‘Arsy.

 Oleh karena itu ketika engkau membaca firman Allah Ta’ala : Sabbihihisma rabbikal A’laa, maka camkanlah dalam hatimu bahwa Allah maha tinggi Sifat-Nya dan maha tinggi Dzat-Nya. (Tasir Juz ‘Amma).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.344)