Senin, 29 Juni 2015

LAMA BERDIRI PADA SHALAT MALAM



LAMA BERDIRI PADA SHALAT MALAM

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu kebiasaan Rasulullah, para sahabat dan orang orang orang shalih adalah melakukan qiyaamul lail atau shalat malam. Allah berfirman : “Wa minal laili fa tahajiad bihii naafilatal laka, ‘asaa an yab’atsaka rabbuka maqaaman mahmuudaa”. Dan pada sebagian malam lakukanlah shalat tahajjud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah mudahan Rabbmu mengangkatmu ketempat yang terpuji. (Q.S al Israa’ 79).

Sungguh qiyaamul lail ini memiliki keutamaan yang sangat banyak diantaranya adalah :
Pertama : Merupakan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu.
 Rasulullah bersabda : “Afdhalush shalaati ba’da shalaatil maktuubati ash shalatu fii jaufil laili”. Shalat yang paling utama setelah shalat yang fardhu adalah shalat ditengah malam. (H.R Imam Muslim dari Abu Hurairah).

Kedua : Merupakan kebiasaan orang orang shalih.
Rasulullah bersabda : ‘Alaikum biqiyamil laili fainnahu dakbush shalihiina qablakum, wahuwa qurbatun lakum ilaa rabbikum, wa maghfaratun lissaiyati wa manhaatunanil itsmi. Hendaklah kalian melakukan shalat malam karena ia adalah kebiasaan orang orang shaleh sebelum kalian, ia sebagai amal taqarrub bagi kalian kepada Allah, penghapus kesalahan kesalahan dan menjauhkan dosa. (H.R Imam at Tirmidzi, Imam al Baihaqi dan al Hakim). 

Oleh karena itu bergembiralah orang orang mukmin yang senantiasa melazimkan shalat malam bagi dirinya.

Ada satu yang penting dan  sangat dianjurkan dalam shalat malam ini bagi yang mampu yaitu lama berdirinya. Rasulullah bersabda :  “Afdhalush shalaati thuulul qunuut” Sebaik baik shalat adalah yang lama berdirinya. (H.R Imam Muslim). 

Imam an Nawawi berkata : Makna quunut adalah berdiri.

Ketahuilah bahwa Rasulullah melaksanakan shalat malam dengan sangat lama terutama pada saat berdiri karena beliau biasa membaca  surah yang panjang seperti al Baqarah, Ali Imran, an Nisa’ dan yang lainnya. Bahkan diriwayatkan dari A’isyah bahwa Nabi shalat malam hingga kedua kaki beliau bengkak karena lamanya berdiri dalam shalat. 

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in disebutkan tentang perbuatan yang paling agung yaitu lama berdiri di hadapan Allah Ta’ala pada (shalat) malam hari. Sungguh riwayat ini mendorong kita untuk melakukannya (lama berdiri) ketika shalat malam. Berdiri semacam ini menunjukkan kekhusyu’an hati kepada Allah dan memohon tempat yang dekat disisi-Nya. Barang siapa yang lama berdiri untuk Allah Ta’ala, niscaya Allah akan meringankan berdirinya pada hari berdirinya seluruh manusia di hadapan Rabb semesta alam, yakni pada hari Kiamat kelak. Demikian pula sebaliknya. (Syaikh Abdul Aziz as Sayyid Nada, Kitab Ensiklopedi Adab Islam).

Mudah mudahan bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (352)          

 

Minggu, 21 Juni 2015

BERSIN ADALAH NIKMAT ALLAH



BERSIN ADALAH NIKMAT ALLAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Allah Ta’ala memberikan nikmat yang sangat banyak kepada manusia. Begitu banyaknya nikmat itu maka kita tidak mampu menghitungnya. Allah berfirman : “Wa in ta’udduu ni’matallahi laa tuhshuuhaa”  Dan jika kamu menghitung nikmat Allah niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. (Q.S Ibrahim 34).

Satu hal yang wajib kita ketahui adalah bahwa tidak ada nikmat yang kecil yang dianugerahkan Allah kepada kita. Semua nikmat dari Allah adalah besar bahkan ada yang sangat besar. Diantara yang sangat besar adalah nikmat iman dan islam.

Bersin, mungkin bagi sebagian orang dianggap suatu hal yang kecil bahkan sesuatu yang biasa, tidak memiliki makna apapun. Ini anggapan yang tidak tepat. Ketahuilah bahwa bersin sebenarnya adalah nikmat yang besar dari Allah Ta’ala. Cobalah pikirkan sejenak bagaimana jika pada satu saat kita kepingin bersin, hidung rasanya mampet tapi bersinnya tidak jadi jadi juga. Rasanya sangatlah tidak nyaman, apalagi kalau keadaan yang demikian berjalan beberapa jam.

Jadi bersin adalah salah satu nikmat Allah yang wajib disyukuri. Itulah sebabnya maka Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk memuji Allah Ta’ala jika bersin yakni dengan mengucapkan Alhamdulillah.

Satu hal yang merupakan nikmat Allah pula dengan adanya bersin adalah kesempatan untuk saling mendoakan. Jika seseorang muslim yang bersin memuji Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah maka hendaklah saudaranya yang mendengar ucapan pujian itu, mendoakan saudaranya yang bersin  dengan mengucapkan yarhamukallah (semoga Allah merahmati engkau). Selanjutnya yang bersin tadi mendoakan pula orang yang mendoakannya itu dengan mengucapkan yahdikumullahu wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberi engkau petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).

Ini adalah sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam dalam sabda beliau : “Idza ‘athasa ahadukum falyaqul : alhamdulillahi walqul lahu akhuuhu – au shahibuhu - : yarhamukallah, fa idza qaala lahu yarhamukallahu falyaqul : yahdikumullahu wa yushlihu baalakum” . Jika salah seorang diantara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan : Alhamdulillah. Jika ia telah mengucapkan (Alhamdulillah) hendaklah saudaranya atau temannya mengucapkan : Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Apabila temannya telah mengucapkan : Yarhamukallah maka ucapkanlah yahdikumullah wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu). H.R Imam Bukhari dari Abu Hurairah.             
Ketahuilah bahwa ini adalah salah satu adab Islam yang diajarkan oleh Rasulullah. Semoga kita semua selalu berusaha untuk melazimkannya sehingga memberi manfaat yang banyak bagi kita. Insya Allah.

Wallahu A’lam. (351) 

Rabu, 17 Juni 2015

BERTAWAKAL HANYA KEPADA ALLAH



BERTAWAKAL HANYA KEPADA ALLAH SAJA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Secara bahasa tawakal adalah dari kata tawakala yang bermakna menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan. Jadi seorang yang bertawakal kepada Allah adalah orang yang menyerahkan dan mempercayakan segala urusannya kepada Allah. 

Imam al Gazali berkata : Tawakal adalah menyandarkan kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya pada waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai dengan jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Ketahuilah bahwa tawakal tidak sepenuhnya identik dengan kepasrahan yang tidak beralasan. Tawakal harus didahului oleh usaha yang maksimal. Hilangnya usaha maka hilang pulalah hakikat dari tawakal itu. Dari Anas bin Malik, seorang  berkata kepada Rasulullah : Ya Rasulullah, aku ikat kendaraanku lalu aku bertawakal atau aku lepas dia dan aku bertawakal. Rasulullah bersabda : Ikatlah kendaraanmu lalu bertawakallah (H.R Imam at Tirmidzi).

Hakikat tawakal.
Dalam Kitab Fathul Majid antara lain disebutkan bahwa : Bertawakal kepada Allah maksudnya adalah (1) Bersandar kepadaNya dengan sepenuh hati mereka dan (2) Menyerahkan segala urusan mereka kepadaNya (3) Tidak berharap dari selainNya (4) Tidak condong dan berharap kecuali kepadaNya.
Mereka mengetahui  bahwa apa yang dikehendakiNya pasti terjadi. Dialah yang menjalankan kerajaanNya dengan sendiriNya dan patut disembah dan tidak ada sekutu bagiNya.  

Tawakal sangat berkaitan dengan iman.
Bertawakal adalah salah satu kewajiban seorang mukmin dan termasuk syarat syarat iman. Bahkan tawakal adalah tingkatan paling agung dari penerapan :  ‘Iiyaaka na’budu wa iiyaaka nasta’iin”.  Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.  (Q.S al Fatihah 3).
Allah berfirman : “Wa ‘alallahi fa tawakkaluu inkuntum inkuntum mu’miniin” Dan bertakwalah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang orang yang beriman.(Q.S al Ma-idah 23).

Ibnul Qayyim berkata dalam memberikan makna ayat ini : Allah menjadikan tawakal kepada-Nya sebagai syarat dalam keimanan maka tidak adanya tawakal menunjukkan tidak adanya iman. 

Allah berfirman : “Wa qaala muusaa yaa qaumi inkunttum aamantum billahi fa’alaihi tawakkaluu inkuntum muslimiin”  Dan Musa berkata : Wahai kaumku. Apabila kamu beriman kepada Allah maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar benar orang muslim (berserah diri).  Q.S Yunus 84. 

Nabi Musa menjadikan tawakal sebagai  bukti kebenaran sikap berserah diri. Jika imannya kuat maka tawakalnya akan lebih kuat. Jika imannya lemah maka lemah pula tawakalnya kepada Allah. Jika sikap tawakal menjadi lemah maka itu menunjukkan lemahnya iman. Allah Ta’ala menggabungkan antara tawakal dan ibadah, antara tawakal dan iman antara tawakal dan Islam dan antara tawakal dan hidayah. (Lihat Fathul Majid).  
 
Perintah bertawakal.
Orang orang yang beriman akan senantiasa berada dalam kebaikan dan dalam pemeliharaan  Allah Ta’ala jika mereka bertawakal kepadaNya. Sangatlah banyak ayat ayat al Qur an yang menyuruh manusia untuk bertawakal kepadaNya, diantaranya adalah :

Pertama : “Fa’buduhu wa tawakkal ‘alaihi, wa maa rabbuka bi ghaafilin ‘amma ta’maluun”  Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepadaNya. Dan Rabbmu tidak akan lalai terhadap apa yang kamu kerjakan.  (Q.S Huud 123)

Kedua :  “Wa tawakkal ‘alallahi wa kafa billahi wakiilaa”.Dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara.  (Q.S al Ahzaab 3)

Ketiga : “Wattaqullahal ladzii ilaihi tuhsyaruun”  Dan bertawakallah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan.  (Q.S al Mujaadilah 9) 

Keutamaan bertawakal.  
Diantara keutamaan yang akan diperoleh seorang hamba yang bertawakal adalah sebagaimana disebutkan dalam surat ath Thalaq ayat 3 yaitu Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Allah berfirman : Waman yatawakkal ‘alallahi fahuwa hasbuh. Innallaha baalighu amrihii, qad ja’alallahu likulli syai-in qadraa”. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah pasti mewujudkan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap tiap sesuatu.   

Syaikh as Sa’di berkata : “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah” maknanya adalah (bertawakal) dalam urusan agama dan dunianya dengan bergantung sepenuhnya kepada Allah Ta’ala dengan maksud untuk mendapatkan apa apa yang bermanfaat dan menghindari apa apa yang mudharat serta percaya sepenuhnya bahwa mereka akan diberi kemudahan.

Selanjutnya Syaikh berkata : “Niscaya  Allah akan mencukupkan (keperluan) nya” . Maksudnya adalah bahwa Allah akan mencukupi keperluan yang disandarkannya kepada Allah. Dan ketika suatu urusan berada dalam tanggungan Yang Mahakaya, Mahakuat, Mahaperkasa lagi Mahapenyayang, maka Dia paling dekat dengan hambaNya melebihi segala sesuatu.

Hanya saja mungkin hikmah ilahi mengharuskan pemberian itu ditunda sampai waktu yang tepat bagi hamba yang bersangkutan. Karena itu Allah berfirman : Sesungguhnya Allah pasti mewujudkan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Maksudnya, keputusan dan ketetapanNya pasti berlaku. (Kita Tafsir Kariimir Rahman).

Insya Allah  bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam.  (350). 

Minggu, 14 Juni 2015

SIAPA YANG DISEBUT KAFIR



SIAPA YANG DISEBUT KAFIR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam al Qur an, Allah Ta’ala menyebutkan berbagai jenis atau kelompok manusia. Diantaranya ada yang disebut mukmin, ada yang disebut kafir, ada pula yang disebut munafik dan yang lainnya.

Lalu siapakah yang disebut kafir. Kafir, jamaknya kuffar yaitu kebalikan dari beriman. Orang kafir  adalah orang yang tidak  percaya kepada rukun iman yang enam yakni mereka yang tidak percaya kepada Allah, rasulul rasulNya, malaikat malaikat-Nya, kitab kitabnya, hari Kiamat dan qadar  (baik dan  buruk).

Secara spesifik dalam al Qur an dijelaskan pula  tentang siapakah yang disebut sebagai orang kafir dan beberapa jenis perbuatan yang dilazimkan mereka. Diantaranya adalah :
Pertama : Orang yang diberi peringatan atau tidak, sama saja baginya.
Allah berfirman : “Innal ladziina kafaruu sawaa-un ‘alaihim a-andzartahum am lam tundzirhum laa yu’minuun” Sesungguhnya orang orang kafir itu sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan mereka tidak akan beriman. (Q.S al Baqarah 6).

Syaikh as Sa’di berkata : (Orang orang kafir) yaitu mereka yang bersifat dengan kekufuran dan terwarnai dengannya, lalu menjadi sifat yang lazim bagi mereka. Tidak ada manusia yang dapat menghalangi mereka darinya. Nasehat tidak berguna pada mereka maka itu sama saja bagi mereka diberi peringatan atau tidak diberi peringatan.   
Kedua : Orang  yang mendustakan Rasulullah.
Allah berfirman : “Qaalal kaafiruuna inna haadzaa lasaahirun mubiin”  Orang orang kafir berkata : Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar benar adalah tukang sihir yang nyata” (Q.S Yunus 2).
Jadi orang kafir mengingkari Muhammad sebagai Rasulullah dan juga mengingkari petunjuk yang dibawa Rasulullah. Bahkan mereka menyebutkan bahwa Rasulullah adalah benar benar penyihir. 

Syaikh as Sa’di berkata : Hakikat kekufuran adalah mengingkari sesuatu yang datang dari Rasulullah atau mengingkari sebagiannya.  

Ketiga : Orang yang berputus asa dari rahmat Allah.
Sungguh manusia itu akan diuji dengan berbagai keadaan baik atas dirinya, keluarga ataupun hartanya. Ujian ujian itu akan  mendatangi seseorang kapanpun Allah Ta’ala berkehendak. Allah berfirman :   Ahasiban naasu an yutrakuu an yaquuluu aamannaa wa hum laa yuftanun”. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan dengan hanya mengatakan : Kami telah beriman dan mereka tidak diuji. (Q.S al Ankabut 2) 

Orang orang beriman akan menerima ketetapan Allah berupa ujian dengan sabar dan ridha karena mereka mengetahui bahwa rahmat Allah itu Mahaluas. Sebaliknya orang orang kafir, jika ditimpa musibah mereka  akan berputus asa. Allah  berfirman : “Innahuu layaiasu min rauhillahi illal qaumul kaafiriin”. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang orang yang kafir. (Q.S Yuusuf 87). 
  
Keempat : Orang yang ingin memadamkan cahaya atau agama Allah.
Orang orang yang berusaha menjauhkan orang Islam dari agamanya adalah termasuk kelompok orang orang yang memadamkan cahaya atau berusaha mengalahkan cahaya (agama) Allah. Tentang orang orang model ini, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya : “Yuriiduuna an yuthfi-uu nuurallahi bi afwahihim wa ya’baallahu illaa an yutimma nurahuu walau karihal kaafiruun”. Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang kafir itu tidak menyukainya.  (Q.S at Taubah 32)

Syaikh as Sa’di berkata : Cahaya Allah adalah agamaNya yang dengannya Dia mengutus para rasul dan menurunkan kitab kitab. Allah menamakannya cahaya karena ia (agama) dijadikan penerang dalam kegelapan, kebodohan dan agama agama yang bathil. Ia adalah ilmu dan amal dengan kebenaran sedangkan yang selainnya adalah kebalikannya. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman). 

 Kelima : Memiliki hubungan erat dengan syaithan.
Orang orang kafir memiliki hubungan yang erat dengan syaithan. Mereka saling menunjang  saling menolong. Orang orang kafir berusaha menghalangi manusia dari jalan Allah sementara itu syaithan berusaha menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dan syaithan mengandalkan orang orang kafir untuk bisa mengkafirkan lebih banyak manusia dengan berbagai cara.
Hubungan syaithan dengan orang orang kafir dijelaskan Allah Ta’ala dalam firman-Nya : “Wa ya’buduuna min duunillahi maa laa yanfa’uhum wa laa yadhurruhum, wa kaanal kaafiru ‘alaa rabbihii zhahiiraa” Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) mendatangkan bencana kepada mereka. Orang orang kafir adalah penolong (syaithan untuk berbuat durhaka) terhadap Rabbnya. (Q.S al Furqan 55).

Keenam : Tidak akan lolos dari kekuasaan Allah.
Orang orang kafir adalah orang orang yang tidak akan terhindar atau lolos dari hukuman Allah. Allah berfirman : “Walaa yahsabannal ladziina kafaruu sabaquu, innahum laa yu’jizuun” Dan janganlah orang orang yang kafir itu mengira bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Q.S al Anfaal 59.

Berkata Syaikh as Sa’di dalam Kitab Tafsir Kariimir Rahman : Yakni janganlah orang orang kafir kepada Rabb mereka, yang mendustakan ayat ayat-Nya meyakini  bahwa mereka akan lolos  dan bebas dari hukuman Allah karena sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkannNya dan Allah selalu mengawasi mereka.

Demikianlah sebagian dari keadaan dan jenis perbuatan yang dilazimkan orang orang kafir. Na’udzubillahi min dzaalik. Wallahu A’lam. (349)