Jumat, 30 Maret 2018

MENCONTOH NABI KETIKA BERBUKA PUASA


MENCONTOH NABI KETIKA BERBUKA PUASA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam adalah pembawa risalah Islam, agama yang sempurna. Beliau adalah contoh tauladan terbaik bagi kita. Allah berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)  Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak menngingat Allah. (Q.S al Ahzab 21).

Ketahuilah bahwa Rasulullah haruslah menjadi teladan bagi umatnya, bagi kita semua. Beliau haruslah menjadi tauladan kita dalam segala aspek kehidupan kita. Beliau adalah uswah atau panutan kita dalam hal aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Manfaatnya adalah agar kita bisa meraih kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat karena mengikuti apa apa yang beliau ajarkan tentang Islam ini.

Salah satu perkara yang sangat penting untuk dicontoh dan diikuti  adalah cara beliau berbuka puasa. Diantara cara berbuka beliau adalah : 

Pertama : Bersegera berbuka jika sudah waktunya.
Rasulullah bersegera berbuka jika sudah waktunya. Dan beliau menyuruh umatnya untuk melakukan yang demikian karena ada kebaikan padanya.

وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ 

Dari Sahl bin Sa’ad  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :   Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka. (Muttafaqun ‘alaih).

Imam Ibnu Hajar membawakan hadits ini di Kitab Bulugul Maram, yaitu hadits no. 658.

Kedua : Berbuka lebih dahulu sebelum shalat maghrib.
Diantara kebiasaan Rasulullah  dalam berpuasa adalah beliau berbuka lebih dahulu sebelum shalat maghrib. 

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat Maghrib hingga berbuka puasa kendati hanya dengan seteguk air.” (HR. Tirmidzi. Hadits Hasan).

Mungkin ada sebagian dari saudara kita yang shalat maghrib dulu sebelum berbuka karena waktu untuk shalat maghrib itu relati pendek. Dan juga shalat maghrib itu adalah salah satu shalat wajib yang harus disegerakan. Namun demikian ketahuilah bahwa Rasulullah biasa berbuka lebih dahulu barulah beliau shalat maghrib. 

Ketiga : Berbuka dengan kurma.
Dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan beberapa biji ruthab (kurma masak yang belum jadi tamr) sebelum shalat Maghrib; jika tidak ada beberapa biji ruthab, maka cukup beberap biji tamr (kurma kering); jika itu tidak ada juga, maka beliau minum beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits Hasan Shahih)

Jadi, termasuk kebiasaan Rasulullah adalah berbuka dengan makan kurma atau minum beberapa teguk air. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa beliau makan kurma dalam jumlah ganjil. 

Keempat : Berdoa setelah berbuka.
Ketika hendak membatalkan puasa dengan makan dan minum hendaklah membaca basmalah sebagaimana keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini :
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوّلَهُ وَآخِرَهُ

Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. Hadits Shahih (H.R Abu Daud no. 3767, Ahmad 6/207-208 dan At Tirmidzi no. 1858 dari Aisyah Radhiallahu’anha. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh al Albani menilai bahwa hadits tersebut shahih di kitab Irwaul Ghalil Fi Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil no. 1965)

Kemudian setelah berbuka puasa beliau langsung berdoa.

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ

Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa :

ذَهَبَ الظّـَمَأُ وَابْتَلّـَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.

Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki. (Hadits Hasan, H.R Abu Daud no. 2357, an-Nasa-i no. 3315 dan selainnya. Lihat Irwaul Ghalil no. 920).

Kita mengetahui bahwa ada satu doa berbuka puasa yang tersebar dan popular di masyarakat kita. Namun doa tersebut bersumber dari hadits yang lemah, yaitu :

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka.

Doa dengan redaksi ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no. 2358 secara mursal (tidak ada perawi sahabat di atas tabi’in), dari Mu’adz bin Zuhrah. Sementara Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabi’in, sehingga hadis ini mursal. Dalam ilmu hadits, hadits mursal merupakan hadits dhaif disebabkan sanad yang terputus.

Doa di atas dinilai dhaif oleh Syaikh al Albani, sebagaimana keterangan beliau di Dhaif Sunan Abu Daud 510 dan Irwaul Ghalil).

Jadi, setelah berbuka mari kita berdoa dengan doa yang diajarkan dan biasa diucapkan Nabi.

Itulah diantara kebiasaan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam ketika berbuka puasa dan bermanfaat sekali untuk kita ikuti. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.258).



Kamis, 29 Maret 2018

JANGAN MENGAMBIL HARTA ORANG LAIN SECARA BATHIL


JANGAN MENGAMBIL HARTA ORANG LAIN SECARA BATHIL

Oleh : Azwir B. Chaniago

Di zaman ini ada sebagian manusia suka mengambil harta orang lain secara bathil. Barangkali mereka tergiur dengan harta dunia dan segala perhiasannya yang terlihat menarik dan indah di mata mereka. Lalu berusaha mendapatkan harta dengan berbagai cara  meskipun bathil.

Ketahuilah bahwa perbuatan ini adalah buruk, sangat memalukan dan tercela. Sungguh ini adalah merupakan satu diantara dosa besar. Allah Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya :

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu  dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.  (Q.S al Baqarah 188).

Syaikh as Sa’di berkata : Maksudnya, janganlah kalian mengambil harta sebagian kalian artinya harta selain kalian. Allah menyandarkan harta itu kepada mereka karena sepatutnya seorang muslim mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia menghormati harta saudaranya sebagaimana (haknya terhadap hartanya) dihormati.
Dan barangsiapa yang mengemukakan di hadapan hakim hujjah hujjah yang bathil lalu hakim memenangkan perkaranya maka sesungguhnya hal itu tidaklah halal buat baginya. Dengan demikian ia telah memakan harta orang lain secara bathil dan dosa. Dan ia mengetahui hal itu, maka hukumannya akan lebih keras. (Tafsir Taisir Karimir Rahman). 

Sungguh perbuatan  mengambil harta orang lain secara bathil sangatlah banyak macam dan jenis serta keadaannya. Semuanya bermuara kepada perbuatan zhalim. Setiap bentuk kezhaliman adalah diharamkan dan kezhaliman adalah kegelapan di akhirat. 

Dalam sebuah hadis dari Ibnu Umar,  Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
 
اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Kezaliman itu adalah kegelapan yang berlapis pada hari kiamat. (H.R Imam Bukhari, Imam Muslim dan at Tirmidzi).

Ketahuilah bahwa dalam satu hadits qudsi Allah Ta’ala mengharamkan kezhaliman bagi diri-Nya dan melarang perbuatan zhalim. 

يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فَلَا تَظَالَمُوْا

Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram terjadi diantara kalian, oleh karena itu janganlah kalian saling menzalimi. (HR Muslim dan Tirmidzi dari Abu Dzar Al-Ghifari).

Imam adz Dzahabi berkata : Yang termasuk dalam bab ini (kezhaliman dengan mengambil harta orang lain secara bathil, pen.) adalah pemalak, pembegal, pencuri, pembohong, pengkhianat, pemalsu, orang yang meminjam sesuatu kemudian mengingkarinya. (Termasuk juga) yang mengurangi timbangan dan takaran, orang yang mengambil harta sedangkan dia tidak mengetahui siapa pemiliknya yang sah, penjual barang cacat akan tetapi dia merahasiakan cacatnya. 

(Termasuk juga) Penjudi dan orang orang yang melampaui batas dalam memberi penjelasan kepada pembeli (diantaranya adalah mempromosikan barang dagangan melebihi keadaan barang itu sendiri, pen.). Lihat Kitab al Kaba-ir).

Diantara hadits yang melarang serta ancaman memakan harta orang lain secara bathil adalah :

Pertama :  Dari Abu Umamah secara marfu’ disebutkan, Rasulullah bersabda :

“Barangsiapa yang mengambil harta saudaranya dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan masuk surga. Lalu ada seorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit ?” Beliau menjawab, “Meskipun hanya sebatang kayu araak (kayu untuk siwak)”. H.R Imam Muslim.

Kedua : Dari Adi bin Umairah, Rasulullah bersabda :

مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمَنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa diantara kalian yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, lalu ia menyembunyikan dari kami satu jarum atau yang lebih kecil, maka dia adalah ghulul dan ia akan datang dengannya pada hari Kiamat. (Dikeluarkan oleh Muslim).

Ketahuilah bahwa sangatlah banyak keburukan yang akan mendatangi orang orang yang mengambil dan memakan harta orang lain secara bathil.

Pertama : Dari Jabir, Rasulullah bersabda : 

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ

Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram. (H.R Ibnu Hibban dalam Shahihnya).

Kedua : Dari Aisyah, Rasulullah bersabda :

مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ

Barang siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah maka dia akan dikalungi (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi. (Mutafaq ‘alaihi).

Ketiga : Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa: Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku. Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya? (HR. Muslim no. 1015).

Oleh karena itu orang yang melakukan ghasb  yaitu mengambil sesuatu yang bukan miliknya atau haknya haruslah segera bertobat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan mengembalikan barang ghasb kepada pemiliknya serta meminta maaf kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .
Barangsiapa yang pernah menzalimi seseorang baik kehormatannya maupun lainnya, maka mintalah dihalalkan hari ini, sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal saleh, maka diambillah amal salehnya sesuai kezaliman yang dilakukannya, namun jika tidak ada amal salehnya, maka diambil kejahatan orang itu, lalu dipikulkan kepadanya. (H.R Imam Bukhari).

Terakhir, lalu bagaimana dengan para koruptor yang telah mengambil harta negara yang hakikatnya adalah milik atau hak lebih dari 250 juta orang. Pastilah para koruptor ini akan menghadapi kesulitan yang sangat besar terutama di negeri akhirat.

Wallahu A’lam. (1.256).