Selasa, 31 Oktober 2017

SYARAT UNTUK MENJADI PENGHUNI SURGA FIRDAUS



SYARAT UNTUK MENJADI PENGHUNI SURGA FIRDAUS

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh puncak dari segala puncak keinginan atau cita cita dan harapan  seorang beriman adalah mendapatkan surga-Nya. Untuk itu seorang beriman selalu berdoa memohon kepada Allah agar mendapat kebaikan di dunia dan kebaikan serta keselamatan di akhirat yakni mendapatkan surga. : “Rabbana aatinaa fid dun-ya hasanah, wafil aakhirati hasanah, waqinaa ‘adzaaban naar”   Ya Rabb kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka. (Q.S al Baqarah 201)

Selain itu dan paling utama, orang orang beriman berusaha   menjaga imannya serta mengisi kehidupannya dengan amal shalih sehingga Allah ridha kepadanya.

Allah Ta’ala berfirman : Sungguh, orang orang yang beriman dan beramal shalih mereka itu adalah sebaik baik makhluk. Balasan mereka disisi Rabb mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai sungai. Mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang orang yang takut kepada Rabb-nya”. (Q.S al Baiyinah 6-8).

Allah Ta’ala berfirman : “Wa basysyiril ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaati anna lahum jannatin tejrii min tahtihal anhaar” . Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih bahwa untuk mereka (disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai.  (Q.S al Baqarah 25)

Sungguh surga Allah itu bertingkat tingkat dan Rasulullah menyuruh umatnya untuk memohon diberikan surga Firdaus yaitu surga tertinggi. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mendirikan shalat serta berpuasa di bulan Ramadhan, maka wajib bagi Allah untuk memasukkannya ke dalam surga. Dan orang yang berjihad dijalan Allah atau duduk di negerinya dimana ia dilahirkan.
 
Maka sahabat berkata : Ya Rasulullah, tidakkah engkau beritakan kepada orang-orang ?. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya di dalam surga ada seratus tingkatan yang disediakan Allah. Jarak antara dua tingkatan seperti antara langit dan bumi. Maka apabila kamu memohon kepada Allah maka mohonlah (surga) Firdaus kepada-Nya, karena ia terletak ditengah surga-surga yang tertinggi”. Saya rasa beliau mengucapkan : Dan diatas-Nya ada Arsy ar Rahman dan dari situ dipancarkan sungai-sungai surga. (H.R Imam Bukhari).

Ketika Rasulullah telah bersabda : “Jika kalian memohon kepada Allah maka mohonlah surga Firdaus  tertinggi” maka maknanya adalah bahwa orang orang beriman  bisa masuk surga Firdaus. Lalu apa saja sifat bagi seorang hamba yang ingin menjadi penghuni surga Firdaus itu ?.

Adapun  sifat atau ciri orang yang akan mendapatkan surga Firdaus, yaitu sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:   “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat.

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya”. (Q.S al Mu’minun 1-9)

Maka dengan demikian ada tujuh sifat orang yang akan mendapatkan surga Firdaus, sebagaimana telah dijelaskan Allah Ta’ala dalam firman-Nya, yaitu (1)  Orang orang yang beriman. (2) Yang khusyuk dalam sholatnya. (3) Yang berpaling dari perkataan dan perbuatan yang tak berguna. (4) Yang menunaikan zakat. (5) Yang menjaga kemaluannya. (6) Yang menjaga amanat dan janjinya. (7) Yang selalu  memelihara shalatnya.

Oleh karena itu seorang beriman akan terus berusaha untuk mengamalkan sifat sifat ini sehingga insya Allah akan mendapat surga Firdaus yang sangat diinginkan. Wallahu A’lam. (1.163).

HITUNGLAH BILANGAN DZIKIR DENGAN TANGAN KANAN



HITUNGLAH BILANGAN DZIKIR DENGAN TANGAN KANAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh berdzikir atau mengingat Allah Ta’ala  adalah cara paling utama dan paling baik agar si hamba diingat pula oleh-Nya. Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan hamba hamba-Nya  untuk selalu berdzikir, diantaranya dalam firman-Nya :  “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”.  (Q.S al Baqarah 152).

Syaikh as Sa’di berkata : (Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memerintahkan hamba hamba-Nya untuk mengingat-Nya dan menjanjikan baginya sebaik baik balasan yaitu bahwa Allah akan mengingatnya pula yaitu bagi orang orang yang ingat kepada-Nya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Salah satu sifat dzikir adalah muqayyad yaitu dzikir yang telah ditentukan lafaznya, waktunya dan jumlahnya. Lafadz dzikir yang sifatnya muqayyad ini ada yang dibaca tiga kali, tujuh kali, sepuluh kali, tiga puluh tiga kali bahkan ada yang seratus kali dan intinya adalah sebagaimana yang di ajarkan Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam.

Ketahuilah bahwa untuk menghitung bilangan dzikir ini sangatlah dianjurkan dengan menggunakan jari jari tangan kanan. Diantara dalilnya adalah :
Rasulullah  bersabda : “Hendaklah kalian selalu bertasbih, bertahlil dan mensucikannya (mengagungkan)-Nya. Dan hitunglah (dzikir dzikir tersebut) dengan ruas ruas jari tangan, karena jari jari tangan tersebut akan ditanya dan dijadikan berbicara (bersaksi dihadapan Allah pada hari Kiamat). Dan janganlah kalian lalai dan melupakan rahmat Allah. (H.R Imam at Tirmidzi dan Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh al Albani). 

Hadits ini menunjukkan keutamaan menghitung bilangan dzikir dengan dengan jari jari tangan. Sesungguhnya jari jari tangan dan anggota badan yang lainnya akan menjadi saksi atas amal yang dilakukan oleh seorang hamba. Allah berfirman : “Yauma tasyhadu ‘alaihim alsinatuhum wa aidiihim wa arjuluhum bimaa kaanuu ya’maluun”. Pada hari, (ketika) lidah,tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap yang dahulu mereka kerjakan.  (Q.S an Nuur 24).  

Jari jari tangan yang dimaksud adalah jari jari tangan kanan dan inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dari Abdullah bin Amr bin al “Ash, sesungguhnya dia berkata : “Aku melihat Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam menghitung tasbih (dzikir) dengan tangan kanan beliau”. (H.R at Tirmidzi, Abu Dawud dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ini juga semakna dengan keumuman hadits dari Aisyah : “Bahwa beliau Rasulullah menyukai menggunakan tangan kanan dalam perkara yang baik baik”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani berkata tentang menggunakan jari jari tangan untuk menghitung bilangan dzikir :

Pertama : Barangsiapa yang bertasbih dengan tangan kiri (menghitung bilangan dzikir dengan tangan kiri, pen.) maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah.

Kedua : Barangsiapa yang bertasbih dengan kedua tangannya maka sungguh dia telah mencampurkan antara amalan baik dan amalan buruk.

Ketiga : Barangsiapa yang bertasbih dengan tangan kanannya maka sungguh dia telah mendapat petunjuk dan mengikuti sunnah Musthofa (Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam). Lihat Kitab Shahih al Adabul Mufrad.
 
Oleh karena itu maka seorang hamba hendaklah mewajibkan dirinya untuk senantiasa menghitung bilangan dzikir dengan jari tangan kanannya yaitu  mengikuti sunnah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.162).






Senin, 30 Oktober 2017

HADIR DI MAJLIS ILMU MENDATANGKAN KEBAIKAN



HADIR DI MAJLIS ILMU MENDATANGKAN KEBAIKAN 

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sangatlah banyak petunjuk atau perintah syariat agar orang muslim selalu belajar khususnya ilmu syar’i dan juga ilmu ilmu lain yang bermanfaat bagi kaum muslimin. Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda : “Thalibul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim.” Menuntut ‘ilmu wajib bagi setiap Muslim (laki-laki dan perempuan). H.R. Ibnu Majah.

Diantara pakar bahasa Arab mengatakan bahwa kata fardhu maknanya adalah wajib. Dalam hadits ini disebut faridhatun yang maknanya sangat atau lebih wajib. Ini adalah salah satu dalil yang tegas tentang wajibnya belajar bagi seorang muslim baik laki laki maupun perempuan.

Dewasa ini sangatlah banyak sarana yang tersedia untuk belajar ilmu. : Kemajuan ilmu komunikasi dan tekhnologi telah mendatangkan berbagai tambahan fasilitas dan sarana untuk belajar ilmu syar’i dan juga ilmu ilmu lainnya yang bermanfaat bagi bagi muslimin. 

Namun demikian ketahuilah bahwa dari sekian banyak sarana atau fasilitas yang tersedia untuk belajar ilmu diantaranya melalui media sosial, ternyata yang paling utama adalah duduk di majlis ilmu. Duduk dihadapan guru.

Diantara manfaat dan keutamaan yang bisa diperoleh ketika seorang hamba  duduk dihadapan guru untuk belajar adalah sebagai berikut : 

Pertama : Dimudahkan jalan menuju surga.
Diantara keutamaan belajar ilmu adalah dimudahkan jalan menuju surga. Rasulullah bersabda : “Waman salaka thariiqan yaltamisu fiihi ‘ilman, sahhalallahu lahu bihi thariiqan ilal jannah.” Dan barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalan baginya menuju Surga. (H.R Imam Muslim, dari Abu Hurairah).

Kedua : Diampuni dosa dosanya.
Orang orang beriman yang hadir di majlis ilmu akan diampuni dosanya dan diberi surga serta dilindungi pula dari neraka. Demikian dijelaskan dalam satu hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah.

Allah Ta’ala berfirman : “Sungguh Aku telah mengampuni mereka (yang hadir di majlis ilmu) maka Aku berikan kepada mereka apa yang mereka minta (surga) dan Aku lindungi mereka dari neraka” (H.R Imam Muslim).

Dan juga merupakan salah satu keutamaan hadir di majlis ilmu adalah sebagaimana dijelaskan Rasulullah dalam sabda beliau : “Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah rumah Allah, mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka. Malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut nyebut mereka dikalangan (para Malaikat) dihadapan-Nya”. (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan yang lainnya).

Ketiga : Dinaungi malaikat dengan sayapnya.
Dari Abu Hurairah,  dari Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : "Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi mempunyai beberapa malaikat yang terus berkeliling mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, maka mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Apabila majelis dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit.

Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya : "Selanjutnya mereka ditanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat Yang sebenarnya Maha Tahu tentang mereka :Kalian datang dari mana ?" Mereka menjawab : "Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu di bumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memohon kepada-Mu ya Allah.
 Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya : Apa yang mereka minta .?  Para malaikat menjawab : Mereka memohon surga-Mu ya Allah.  Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya lagi : "Apakah mereka pernah melihat surga-Ku? " Para malaikat menjawab : Belum. Mereka belum pernah melihatnya ya Allah." Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata : Bagaimana seandainya mereka pernah melihat surga-Ku.

Para malaikat berkata : Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala balik bertanya, "Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku ?. Para malaikat menjawab : Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka-Mu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya : Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku . Para malaikat menjawab : Belum. Mereka belum pernah melihat neraka-Mu ya Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata : “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku."
 
Para malaikat berkata : Ya Allah, sepertinya mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepada-Mu. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala  menjawab : "Ketahuilah wahai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi mereka dari neraka".

Para malaikat berkata : Ya Allah, di dalam majelis mereka itu ada seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat lalu duduk bersama mereka. Maka Allah menjawab, "Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku akan mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang menyebabkan orang yang duduk bersamanya terhindar dari celaka”.  (H.R Imam Muslim nomor 1899).

Dalam hadits ini disebutkan tentang majlis dzikir yang selalu dicari malaikat dan dinaungi dengan sayapnya. Lalu apa makna majlis dzikir ?. Para ulama telah menjelaskannya, diantaranya adalah : 

Pertama : Abu Hazzan Atha’ berkata : (Majlis dzikir) Yaitu majelis tentang halal dan haram. Majelis yang mengajari bagaimana kamu shalat, puasa, menikah, talak, dan bagaimana kamu berjual-beli.” (Al Hilyah).

Kedua: Al Manawi mengatakan bahwa Hujjatul Islam (Imam al Ghazali, pen.) berkata: Yang dimaksud dengan majelis dzikir adalah, tadabbur Al Quran, mempelajari agama, dan menghitung-hitung ni’mat yang telah Allah berikan kepada kita.” (Lihat Faidul Qadir).

Oleh sebab itu maka seorang hamba akan selalu berusaha menyisihkan waktunya agar bisa belajar yakni dengan hadir langsung di majlis majlis ilmu sehingga akan memperoleh manfaat yang lebih banyak. Wallahu A’lam. (1.161).

Sabtu, 28 Oktober 2017

PERBUATAN MAKSIAT MEMADAMKAN ILMU



PERBUATAN MAKSIAT MEMADAMKAN ILMU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam Kitab ad Daa’ wad Dawa’, Imam Ibnul Qayim menyebutkan lebih dari 50 akibat buruk yang akan menimpa manusia jika melakukan maksiat. Beliau  mengatakan : Ilmu adalah cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati, sedangkan maksiat adalah pemadam cahaya tersebut.  (Kitab ad Daa’ wa ad Dawaa’).

Sebagian  orang di zaman   sekarang mengeluh karena lupa dengan ilmunya ataupun hafalannya. Misalnya jika ia menghafal ayat al Qur an. Dia mulai menghafal ayat pertama dari satu surat, lalu ayat kedua, ketiga dan keempat. Setelah empat ayat ini dihafal lalu dilanjutkan dengan ayat kelima. Setelah ayat kelima hafal ternyata ayat pertama atau kedua yang tadi sudah dihafal jadi lupa. Begitu juga dengan hafalan hadits dan ilmu ilmu lainnya yang telah pelajari bahkan kita hafal.

Jadi kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang akan menghambat masuknya ilmu kedalam dirinya. Bahkan sedikit atau banyak ilmu yang telah ada pada dirinya bisa hilang karena lupa. Begitulah dahsyatnya keburukan maksiat.  
  
Untuk keadaan ini haruslah ada introspeksi atau muhasabah terhadap diri sendiri.   Ketahuilah bahwa ilmu agama itu adalah cahaya yang membutuhkan beberapa syarat dan cara untuk bisa masuk kehati seorang hamba terutama dalam menghafalkannya. Diantaranya adalah :

Pertama : Niat yang ikhlas, sungguh niat yang ikhlas karena Allah semata, adalah kunci utama yang harus dipasang pada saat akan melakukan sesuatu kebaikan. Oleh karena itu jagalah niat ini, baik sebelum beribadah, sedang beribadah bahkan setelah beribadah termasuk dalam mempelajari dan menghafal ilmu.

Kedua : Selalu mengingat Allah Ta’ala dalam berbagai keadaan bahkan mengingat Allah adalah satu tanda orang yang berakal. Allah berfirman : “Alladziina yadzkuruunallaha qiyaaman, wa qu’uudan, wa ‘alaa junuubihim wa yatafakkaruuna fii khalqis samaawaati wal ardh. (Orang orang yang berakal, yaitu) orang orang yang mengingat Allah pada saat berdiri, pada saat duduk dan pada saat berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. (Q.S Ali Imran 191).

Imam Ibnul Qayyim berkata : Maksiat menyebabkan  kehampaan hati dari mengingat Allah Ta’ala. (Ad Da' wa ad Dawaa’)

Sungguh kita harus menyadari  bahwa bagaimana mungkin ilmu sebagai karunia Allah akan kita peroleh jika kita sedikit sekali mengingat Allah Ta’ala yang telah memberi ilmu kepada kita.

Ketiga : Berusaha menjauhi dosa sekecil apapun. Ibnu Mas’ud berkata : Saya menyangka bahwa orang itu lupa ilmunya karena suatu dosa yang dilakukannya.
Pada saat Imam Malik melihat kecerdasan  Imam asy Syafi’i  maka beliau memberi nasehat : Sesungguhnya aku memandang bahwa Allah telah memasukkan cahaya kedalam hatimu maka janganlah kamu memadamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat. 

Imam asy Syafi’i berkata : Aku mengadu kepada Waki’ (salah satu guru Imam asy Syafi’i tentang buruknya hafalanku. Lalu Waki’ menasihatiku agar aku meninggalkan kemaksiatan. Beliau berkata kepadaku : Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat. (Lihat Diwaan asy Syafi’i).

Jadi kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang akan menghambat masuknya ilmu kedalam dirinya. Bahkan sedikit atau banyak ilmu yang telah ada pada dirinya pun bisa hilang karena dilupakan. Begitulah dahsyatnya keburukan maksiat terhadap ilmu.  Oleh sebab itu seorang hamba wajiblah  berusaha menjauhi dosa dan maksiat sekecil apapun karena pasti membahayakan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.160)