Senin, 31 Oktober 2016

SIAPAKAH YANG DISEBUT SEJAHAT JAHAT MAKHLUK



SIAPAKAH YANG DISEBUT SEJAHAT JAHAT MAKHLUK

Oleh : Azwir B. Chaniago

Ternyata di dunia ini ada manusia yang disebut dengan sejahat jahat makhluk. Siapakah mereka itu ?.  Sungguh telah  dijelaskan Allah Ta’ala dalam  firman-Nya :  “Innalladzina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina fii naari jahannama khaalidiina fiihaa, ulaa-ika hum syarrul bariiyah”. Sungguh, orang orang yang kafir dari golongan ahlil Kitab dan orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Mereka itu adalah sejahat jahat makhluk.(Q.S al Baiyinah 6). 

Para ulama telah menjelaskan makna sejahat jahat makhluk dalam ayat ini, diantaranya : 

Pertama : Syaikh as Sa’di berkata : “Mereka itu (orang kafir dan orang musyrik)  adalah seburuk buruk makhluk” maknanya adalah : Karena mereka tahu kebenaran namun mereka meninggalkannya, mereka rugi dunia dan akhirat. (Tafsir Taisir Karimir Rahman)

Kedua : Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Orang orang kafir dari kalangan Yahudi, Nasrani dan Musyrik adalah sejahat jahat makhluk di sisi Allah Ta’ala.
Jika (Allah mencap) mereka sebagai makhluk yang jahat maka tidak akan terbesit dalam benak kita kecuali hal hal yang buruk (tentang mereka), karena penjahat akan melahirkan kejahatan. Maka tidak mungkin kita dapat berprasangka baik kepada mereka.  (Kitab Tafsir Juz ‘Amma)

Kalau begitu masih adakah orang beriman yang mau menjadikan mereka, manusia yang sejahat jahat makhluk itu, sebagai teman dekat apalagi menjadikan pemimpin ?. Na’udzubillah.

Insya Allah ada manfaatnya untuk kita semua. Wallahu A’lam. (855)




GOLONGAN YANG TIDAK DISUCIKAN ALLAH TA'ALA



GOLONGAN YANG TIDAK DISUCIKAN ALLAH TA’ALA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ.

Tiga golongan yang Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak akan melihat
 kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih; Orang tua yang yang berzina, raja yang pendusta dan orang miskin yang sombong. (H.R Imam Muslim).

Penyebutan kata tiga golongan dalam hadits ini bukanlah pembatasan, akan tetapi ia hanyalah penjelasan terhadap orang-orang yang disebutkan dalam hadits, karena telah datang ancaman yang serupa untuk orang-orang selain yang disebutkan dalam hadits di atas. Maka dari sini kita memahami bahwa jumlah-jumlah dalam konteks kata seperti ini tidak memiliki mafhum, maksudnya tidak menunjukkan sebuah pembatasan, yakni pembatasan bahwa hukuman itu hanya berlaku untuk tiga golongan ini saja dan menafikan dari selain ketiganya. 

Akan tetapi, di dalam hadits-hadits lain ada tambahan tentang golongan orang-orang yang berhak mendapatkan ancaman yang serupa dengan yang ada dalam hadits di atas. 

Adapun makna sabda beliau : “Tiga golongan yang Allah tidak akan berkata kata kepada mereka”,   maksudnya, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengadzab mereka pada hari Kiamat dengan tidak mengajak bicara mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak meridhai mereka, dan bahwasanya amalan yang berkonskwensi pada hukuman yang seperti ini (tidak diajak bicara oleh Allah) merupakan perbuatan yang diharamkan, karena hukuman ini adalah ancaman di Akhirat dan perbuatan ini salah satu dosa besar. 

 Sabda beliau : Allah tidak berbicara kepada mereka”, dan pembicaraan yang ditiadakan dalam hadits ini adalah pembicaraan yang menunjukkan kasih sayang dan kebaikan. Bukan peniadaan pembicaraan sama sekali, karena tidak ada seorang pun pada hari Kiamat melainkan akan diajak bicara oleh Allah, dan tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah, sekalipun dia adalah orang kafir. 
 
Sabda beliau: “Allah tidak mensucikan mereka”  maksudnya mereka tidak dipuji oleh Allah, dan tidak disucikan dari dosa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah. Sedangkan Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa makna sabda beliau ini adalah bahwa Allah tidak memberikan rekomendasi dan pengakuan terhadap mereka. Tidak ada juga yang bersaksi atas keimanan mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan berupa perbuatan yang keji ini.

Adapun sebab dikhususkannya mereka dengan hukuman tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qadhi ‘Iyadh, “Karena mereka yang melakukan maksiat tersebut sangat tidak layak dengannya, tidak ada alasan mendasar untuk melakukannya dan sangat lemah motivasi mereka, Walaupun tidak seorangpun memiliki udzur (alasan) untuk melakukan dosa, namun ketika tidak ada alasan yang mendesak untuk melakukan maksiat ini dan tidak ada dorongan kuat seperti biasanya, maka melakukannya lebih dekat kepada tindakan penentangan dan penyepelean terhadap hak Allah subhaanahu wata’ala. Dia bermaksud untuk bermaksiat kepadaNya bukan untuk yang lainnya.

Orang orang berilmu ada yang menjelaskan bahwa  ketiga golongan yang disebut dalam hadits diatas disiksa dengan adzab yang demikian berat karena sebenarnya pendorong mereka untuk berbuat maksiat tersebut kecil. Namun hawa nafsu mereka telah mengalahkannya. Lihatlah :

Pertama : Seorang yang telah tua berzina. Seharusnya faktor umur telah menjadikan akalnya lebih sempurna dan mampu berpikir lebih matang. Gejolak syahwatnya mestinya bisa lebih dikendalikan. Jika dia berzina maka itu menunjukkan lemahnya imannya sehingga dikalahkan oleh hawa nafsu.

Kedua : Seorang raja yang berdusta. Sungguh aneh kalau dia mau berdusta. Orang yang berdusta biasanya karena takut kepada seseorang. Seorang raja tentu tak ada orang yang perlu ditakutinya sehingga dia perlu berdusta. Ini tentu bisa terjadi karena mengikuti kemauan hawa nafsunya sehingga mau berdusta.

Ketiga : Seorang miskin yang sombong. Tidak layak baginya untuk berlaku sombong karena tidak ada yang bisa membuatnya sombong. Semestinya lebih tawadhu’ dan jauh dari sifat sombong. 

Oleh karena itu mereka layak mendapat hukuman yang berat sebagai mana dijelaskan oleh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam sebab mereka telah berbuat maksiat yang sebenarnya mudah untuk ditinggalkan kalau mereka mau. 
    
Wallahu A’lam. (854)


Minggu, 30 Oktober 2016

ENAM NASEHAT BAGI YANG BERUSIA LANJUT



ENAM NASEHAT BAGI YANG BERUSIA LANJUT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Fudhail bin Iyadh berkata : Hendaklah engkau berbuat kebaikan di sisa umurmu. Niscaya Allah akan mengampuni (dosa) apa yang telah lalu atas dirimu. Sesungguhnya jika engkau tetap berbuat keburukan pada sisa umurmu niscaya engkau akan dihisab atas semua perbuatan (buruk) mu yang telah lalu dan yang akan datang. (Jami’ul Ulum wal Hikam).

Ketahuilah saudaraku bahwa bagi orang yang masih muda katakanlah berumur 20 tahun  maka saat wafatnya   ada dua waktu : (1) Kemungkinan waktunya  sudah dekat dan (2) Mungkin juga masih jauh. Tapi bagi seseorang yang sudah berumur lanjut misalnya sudah berumur 60 tahun, maka saat wafatnya kapan. Saat wafatnya  ada dua waktu juga yaitu : (1) Waktunya sudah dekat atau (2) Sudah sangat dekat. 

Oleh karena maka  sangatlah  perlu diperhatikan oleh orang orang telah berusia lanjut yang : INTINYA ADALAH TIDAK MELAKUKAN SEGALA SESUATU YANG MEMBUATNYA LALAI DARI KETAATAN KEPADA ALLAH TA’ALA.  Diantaranya adalah :

Pertama : TIDAK berteman (dekat) dengan orang orang yang berakhlak buruk. Diantaranya adalah  orang orang yang tidak pandai bersyukur kepada Allah yang telah memberinya berbagai kenikmatan. Juga jangan berteman dengan orang orang yang hanya memburu dunia dan segala kenikmatannya. Begitu juga dengan orang orang yang banyak bermaksiat kepada Allah, orang orang yang tidak berlaku jujur dan yang lainnya.
Allah berfirman : Yaa aiyuhal ladzina aamanuut taqullaha wa kuunuu ma’ash shaadiqin”. Wahai orang orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang orang yang benar. (Q.S at Taubah 119)  

Sungguh Rasulullah telah mengingatkan  agar seseorang selalu memperhatikan dengan siapa dia harus berteman dekat. Beliau  bersabda : “Arrajulu ‘alaa diini khaliilih, falyanzhur ahadukum man yukhaalil”  Seseorang itu bergantung kepada agama teman dekatnya. Oleh karena itu hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman dekatnya.(H.R at Tirmidzi dan Abu Dawud). 
  
Kedua : TIDAK banyak bersenda gurau, tidak banyak tertawa apalagi dengan cerita cerita yang dibumbui kebohongan dan dibuat buat. Juga tidak membicarakan atau menceritakan semua  yang dilihat dan didengar  yang tidak ada manfaat akhiratnya.
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Jangan kalian banyak tertawa karena banyak tertawa akan mematikan hati”. (H.R at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishaihkan oleh Syaikh al Albani).

Rasulullah bersabda : “Min husni islamil mar’i tarkuhu maa laa ya’niih” Diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya. (H.R Imam at Tirmidzi, dari Abu Hurairah).

Sebelum membicarakan  atau melakukan sesuatu jangan lupa bertanya kepada diri apakah yang akan saya bicarakan atau yang akan saya lakukan ini memiliki manfaat untuk akhirat saya atau tidak. Apakah Allah ridha kalau saya membicarakan ini atau melakukan itu. ? Lalu jawablah dengan jujur.

Ketiga : TIDAK melakukan perjalanan yang tidak terlalu penting apalagi perjalanan jauh. Rasulullah bersabda :Janganlah engkau melakukan perjalanan jauh (safar) kecuali menuju tiga masjid : Al-Masjid Haram, Masjid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan Masjid al-Aqshaa” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Perjalanan jauh bisa melelahkan dan butuh banyak waktu serta biaya. Kelelahan, menghabiskan waktu dan biaya di perjalanan adalah tidak baik bagi seorang yang telah berumur lanjut. Selain itu orang yang bersafar akan sulit melakukan ibadah terutama ibadah sunnah dengan sempurna pada hal seseorang yang telah haruslah berusaha memperbanyak dan menyempurnakan ibadah sunnah sebagai tambahan bagi ibadah wajibnya. 

Keempat : TIDAK mengikuti kemauan syahwat. Meskipun sesuatu itu mubah, tetaplah dipelihara agar tidak berlebihan seperti dalam hal makan, minum, tidur apalagi untuk menikmati hiburan seperti menonton televisi dengan acara yang buruk semacam ghibahtainment, sinetron yang terkadang mengumbar aurat dan yang lainnya. Juga harus dihindari begadang di malam hari kecuali untuk ibadah sebatas kemampuan. 

Kelima : TIDAK  khawatir dengan  rizki dan kebutuhan duniawi. Rasulullah bersabda : “Laa tamuutu nafsun hatta tastakmila rizqahaa” Satu jiwa tidak akan mati hingga ia memperoleh rezkinya dengan sempurna. (H.R Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh al Albani). 

Allah yang menjamin rizki yang terkadang datang dari arah yang tidak disangka.  Sungguh Allah menjamin rizki makhluknya. Allah berfirman : “Wama min daabbtin fil ardhi illa ‘alallahi rizquhaa”. Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) dibumi melainkan semuanya dijamin Allah rezkinya (Q.S Hud 6).

Keenam : Tidak memberikan kesaksian, penjelasan atau jawaban untuk siapa saja yang meminta tanpa terlebih dahulu mencari dan memastikan kebenarannya. Jangan asal menjawab kalau ditanya tentang sesuatu. Lebih baik menjawab dengan tidak tahu. Ini lebih selamat. 

Allah berfirman : “Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaa-ika kaana  kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaa” Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.  (Q.S al Isra’ 36).

Itulah sebagian nasehat yang insya Allah bermanfaat bagi orang orang yang telah berusia lanjut dalam memanfaatkan sisa umurnya. Wallahu A’lam. (853)



   



Sabtu, 29 Oktober 2016

TETANGGA ADA TIGA MACAM



TETANGGA ADA TIGA MACAM

Oleh : Azwir B. Chaniago

Ketahuilah bahwa kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan penting. Bahkan sikap terhadap tetangga dalam Islam bukan sekedar menghormati atau memuliakan tapi berkaitan dengan iman seorang hamba. 

Rasulullah bersabda : “Man kaana yu’minu billahi wal yaumil akhiri fal yukrim jaarah”  Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Lalu siapakah yang disebut tetangga ?. Bayangan kita umumnya, tetangga adalah orang orang yang di sebelah rumah kita, ya ini tidak salah. Baik di sebelah kiri atau kanan, di depan atau di belakang. Ketahuilah bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud tetangga. Ada yang mengatakan : (1) Tetangga adalah orang yang shalat shubuh bersamamu dimasjid. (2) Tetangga adalah 40 rumah dari setiap sisi. (3) Tetangga adalah 40 rumah disekitarmu. (4) Tetangga adalah 10 rumah dari setiap sisi, dan ada pendapat lainnya (Fathul Bari).

Namun demikian pendapat pendapat itu, kata sebagian ulama adalah berdasarkan riwayat riwayat yang kurang kuat. Syaikh al Albani berkata : Semua riwayat (yang dikatakan) dari Nabi yang berbicara tentang batasan tetangga adalah lemah. Tidak ada yang shahih. Oleh karena itu maka pembatasan yang benar adalah sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang berlaku. (Lihat Silsilah Hadits Dha’if). Jadi menurut beliau : Jika dalam adat atau kebiasaan masyarakat, jarak tertentu masih dianggap tetangga di masyarakat itu, maka itulah tetangga.

Dalam berbuat baik kepada tetangga maka tetangga bisa dibagi  jadi tiga macam, yaitu :

Pertama : Tetangga yang karib kerabat dan muslim. Berbuat baik kepadanya ada tiga keutamaan yang akan diperoleh yaitu karena tetangga, karena karib kerabat dan karena dia muslim.

Kedua : Tetangga yang muslim. Berbuat baik kepadanya ada dua keutamaan yaitu karena dia tetangga dan karena dia muslim.

Ketiga : Tetangga yang non muslim. Berbuat baik kepadanya ada satu keutamaan yaitu karena dia  tetangga.

Hukum asalnya adalah bahwa kita sangat dianjurkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Namun bila tidak mampu untuk melakukan kepada ketiganya maka prioritaskan yang pertama lalu yang  kedua baru yang ketiga. 

Oleh karena itu sangatlah dianjurkan agar kita  berusaha berbuat baik kepada tetangga apakah tetangga yang karib kerabat, tetangga sesama muslim ataupun tetangga non muslim secara patut.Begitulah indahnya Islam.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallau A’lam. (852)