Jumat, 28 November 2014

BERTANYA TAPI SUDAH TAHU



BERTANYA TAPI SUDAH TAHU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Saat ini sangatlah banyak sarana atau media yang memudahkan kita untuk belajar ilmu agama. Bisa melalui lembaga pendidikan formal, non formal, kajian atau melalui berbagai media yang tersedia baik buku, majalah, vcd, internet dan banyak lagi yang lainnya. Jadi masalah belajar sekarang ini bukan lagi soal sarana atau materi pelajaran tapi masalah semangat dan kemauan serta pengaturan waktu untuk belajar.

Duduk di majlis ilmu lebih utama.
Tapi ketahuilah bahwa sarana paling utama dan sangat dianjurkan dalam menuntut ilmu khususnya ilmu agama  adalah dengan belajar langsung yaitu duduk dihadapan seorang yang berilmu seperti ustadz, guru, dosen dan semacamnya. Bahkan ada  ilmu yang sangat sulit bahkan tidak mungkin berhasil dengan belajar sendiri seperti ilmu membaca al Qur  an.  
       
Diantara keutamaan hadir langsung di majelis ilmu adalah sebagaimana sabda Rasulullah : ‘Idza marartum biriyadhil jannah farta’u.” Apabila kalian berjalan melewati taman-taman surga maka perbanyaklah berdzikir. Para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan taman-taman surga. Beliau menjawab : Yaitu halaqah-halaqah dzikir.

Atha’ bin Rabbah berkata : Majelis dzikir adalah majelis (yang dipelajari padanya) tentang halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, bercerai, melakukan haji dan yang sepertinya (Al Khatib al Baghdhadi).
  
Lukmanul Hakim seorang ahli hikmah, menasehati anaknya dan berkata : Wahai anakku duduklah (belajar) dengan para ulama. Rapatkanlah lututmu dengan mereka, karena Allah akan menghidupkan hatimu dengan cahaya hikmah sebagaimana Allah akan menghidupkan tanah yang gersang dengan curahan air hujan. (Imam Malik bin Anas, al Muwatha’).

Diriwayatkan dari Wahab bin Jarir, dari ayahnya ia berkata : Aku belajar dengan Imam Hasan al Bashri selama tujuh tahun. Aku tidak pernah absen dari majelisnya satu haripun (Imam Adz Dzahabi, Syi’ar A’lam an Nubala’.)
Begitulah ulama-ulama terdahulu mengutamakan hadir langsung di majelis ilmu

Bertanya di majlis ilmu.
Pada setiap kajian biasanya ustadz, guru atau pemateri menyediakan kesempatan kepada peserta atau jamaah yang hadir untuk bertanya. Ini adalah sesuatu yang sangat baik dan bermanfaat.

Hukum asal bertanya adalah untuk sesuatu yang belum diketahui dan penanya ingin mengetahuinya. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Bertanya adalah kebutuhan seseorang karena tidak mengetahui. Allah berfirman : “Fas’alu aladz dzikri inkuntum la ta’lamun. Bertanyalah kepada yang berilmu jika engkau tidak mengetahui (Q.S. al Anbiyaa’ 7).

Namun demikian tidaklah dianggap tercela jika seseorang bertanya di majlis ilmu tentang sesuatu  yang sebenarnya dia sudah mengetahui. Jika seseorang yang sedang belajar dalam satu kajian lalu dia  merasa banyak peserta yang lain yang menurut perkiraan penanya belum tahu tentang suatu hal maka dia boleh bertanya kepada pengajar meskipun dia sudah tahu. Jadi boleh bertanya dengan niat tarbiyah yaitu memberi pengajaran kepada peserta yang lain karena yang ditanyakan adalah suatu yang penting dan ustdaz atau guru mungkin lupa menjelaskannya.

Jibril bertanya dalam rangka mengajarkan.
Perhatikanlah hadits Jibril yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab. Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah dijawab oleh Rasulullah lalu Jibril berkata “sadaqta-engkau benar”. Kata Umar : Kami heran kepadanya, ia yang bertanya dan ia pula yang membenarkan. 

Jadi dalam hal ini  Jibril sudah mengetahui jawaban dari apa yang ditanyakannya kepada Rasulullah salalahu ‘alaihi wasallam. Jibril bertanya adalah dalam rangka tarbiyah yaitu sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah pada bagian akhir hadits tersebut : Wahai Umar tahukah kamu siapa  yang  bertanya itu tadi. Aku menjawab : Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Lalu Rasulullah bersabda : “Fainnahu jibrilu ataakum yu’alimukum diinakum” Sesungguhnya ia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajari kalian tentang urusan agama kalian. H.R Imam Muslim).

Mungkin seperti suatu ungkapan : Sudah gaharu cendana pula, sudah tahu bertanya pula. Kenapa tidak, asalkan untuk sesuatu yang bermanfaat.

Wallahu a’lam (144)


STOP ROKOK BISA BERHAJI



STOP ROKOK BISA BERANGKAT HAJI

Oleh :Azwir B. Chaniago

Jika anda punya saudara yang perokok, sebaiknya jangan dinasehati dengan menjelaskan akibat akibat buruk merokok, biasanya sulit diterima. Lihat saja peringatan dalam iklan rokok : Rokok menyebabkan sakit jantung, impotensi dan seterusnya.  Malah peringatan merokok sekarang diganti dengan yang lebih menjurus yaitu : “rokok membunuhmu” Hasilnya Allahu a’lam. 

Lebih baik menasehati dengan menjelaskan tentang manfaat  jika meninggalkan rokok. Selain masalah hukum rokok dalam timbangan syar’i yang wajib diperhatikan, sungguh sangatlah banyak manfaat bagi seseorang yang berhenti  merokok. 

Diantaranya adalah bahwa berhenti merokok bisa mengantarkan anda berangkat menunaikan ibadah haji. Kok bisa, ya bisalah.  Jika  setiap hari anda mengeluarkan uang untuk membeli rokok misalnya senilai 20 ribu rupiah maka dalam satu tahun anda telah membakar uang  sejumlah  7,2 juta rupiah melalui rokok. Sekiranya anda betul betul berhenti merokok dan disiplin maka dalam waktu yang tidak terlalu lama yaitu 5 tahun saja  akan ada uang sekitar Rp 36 juta. Ini cukup untuk membayar ONH bagi anda  berangkat ke Tanah Suci Makkah menunaikan ibadah haji. Mantapkan. Jika anda berniat sungguh sungguh maka pertolongan Allah akan menyertai anda.

Semoga tulisan ini menjadi nasehat yang patut dipertimbangkan  bagi saudara saudaraku yang saat ini masih merokok.
 
Wallahu a’lam.(143)

SETELAH RAMADHAN BERAKHIR



SETELAH RAMADHAN BERAKHIR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dengan karunia-Nya, Allah mendatangkan Ramadhan kepada kita setiap tahun. Satu bulan yang mulia, penuh berkah dan memiliki berbagai keutamaan dan kebaikan di dalamnya. Satu diantaranya adalah malam lailatul qadr yang lebih baik daripada seribu bulan. Ini hanya ada pada bulan Ramadhan. Tidak ada pada bulan yang lain.

Inilah satu bulan yang memberikan kesempatan kepada kita untuk beribadah yang banyak dan pahalanya dilipat gandakan. Diantara ibadah yang utama di bulan Ramadhan adalah puasa wajib, shalat taraweh, membaca al Qur an dan mentadaburinya, berdzikir dan berdoa, zakat,  i’tikaf dan yang lainnya.

Seorang muslim tentu telah berusaha mengisinya dengan berbagai macam amal shalih.   Tapi janganlah merasa cukup dengan ibadah di bulan Ramadhan saja. Ramadhan memang telah berlalu tapi amalan amalan kita semestinya jangan berlalu pula menunggu Ramadhan yang akan datang dan belum tentu kita dapatkan. Amalan amalan baik kita tidak hanya diterima Allah di bulan Ramadhan dan Allah juga tidak hanya mengampuni  dosa dosa kita di bulan Ramadhan saja tapi juga dibulan bulan selainnya bahkan setiap saat.

Paling tidak ada empat hal yang seharusnya bisa mendorong kita untuk tetap memperbanyak dan memperbaiki amal kita setelah Ramadhan.

Pertama : Tidak ada kegunaan manusia diciptakan Allah kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah kapan saja. Terus menerus. Bulan Ramadhan atau bulan bulan yang lainnya. Allah berfirman : “Wamaa qalaqtul jinna wal insa illaa liya’budun” Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzaariat 56).

Kedua : Kewajiban seorang hamba untuk beramal selama hayat dikandung badan. Allah berfirman : “Wa’bud rabbaka hattaa yaktiyakal yaqiin” Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (maut) Q.S al Hijr 99).

Ketiga : Nikmat Allah datang kepada kita bukan pada bulan Ramadhan saja. Setiap saat kita menikmatinya termasuk pada bulan selain Ramadhan. Bahkan sekedar menghitungnya saja pasti kita tidak sanggup karena jumlah dan jenisnya sangatlah banyak. Allah berfirman : “Wain ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuuha” Dan jika  (Q.S Ibrahim 34).

Kalau ni’mat Allah yang demikian banyak datang kepada kita setiap saat adalah sangat tidak pantas kalau kita hanya beribadah pada bulan tertentu saja tapi haruslah terus menerus setiap saat dan setiap keadaan.

Keempat : Kita butuh kasih sayang dan pertolongan Allah setiap saat. Oleh karenanya sangatlah pantas  jika kita terus menerus bersyukur kepada Allah dengan melakukan ketaatan melalui amal amal shalih setiap saat. Bukan hanya di bulan Ramadhan saja. Sungguh, amal  shalih yang kita lakukan adalah bagian dari tanda syukur kita kepada Allah Ta’ala. 

Ketahuilah bahwa ibadah  yang kita lakukan pada bulan Ramadhan masih ada peluang 
 untuk kita lakukan pada bulan bulan sesudahnya. Diantaranya adalah : 

Pertama : Berpuasa.
Memang setelah Ramadhan tidak diwajibkan lagi berpuasa kecuali karena nadzar. Tapi puasa sunat sangatlah banyak jenisnya yang bisa kita amalkan dan mendatangkan kebaikan yang banyak pula.  Diantaranya adalah :

1.     Puasa enam hari di bulan Syawal, seolah olah berpuasa setahun penuh.
2.     Puasa tiga hari setiap bulan, seolah olah berpuasa setahun penuh.
3.    Puasa hari ‘Arafah, menghapuskan dosa setahun yang lalu dan tahun yang akan datang.
4.     Puasa hari ‘Asyura, menghapus dosa tahun yang lalu.
5.     Memperbanyak pusa pada bulam Muharram.
6.     Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.
7.     Puasa hari Senin dan Kamis.
8. Sehari puasa sehari berbuka, puasa Nabi Dawud, puasa terbaik setelah puasa Ramadhan. 

Memang sangatlah banyak jenis puasa sunat yang bisa kita lakukan di bulan Ramadhan. Namun berusahalah mengamalkannya. Jika tidak mampu mengamalkan semuanya maka janganlah pula meninggalkan semuanya.

Kedua : Shalat lail
Meskipun bulan Ramadhan telah berlalu, namun shalat malam tetap disyari’atkan dan sangat dianjurkan  untuk dilakukan setiap malam. Shalat malam yang dimaksud mencakup segala bentuk shalat sunat di malam hari dan shalat Witir. Shalat malam,  disebutkan oleh Rasulullah sebagai shalat paling utama setelah shalat fardhu. Bagi hamba hamba Allah yang mampu dan ingin mendapatkan keutamaan yang banyak berusahalah untuk mengamalkannya.

Diantara keutamaannya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim : “Afdhalush shalaati ba’dal faridhati shalaatul laili. Seutama utama shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.  

Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk  selalu beribadah baik  ibadah sunat apalagi yang wajib setelah bulan Ramadhan. Allahu a’lam.  (142)

JANGAN MUDAH MEMVONIS



JANGAN MUDAH MEMVONIS

Oleh : Azwir B. Chaniago

Tidaklah merupakan suatu kebaikan jika seseorang cepat cepat memberikan penilaian terhadap orang lain. Ini orang baik, ini orang tidak baik dan yang lainnya. Bisa saja seseorang yang kelihatannya baik, bicaranya terdengar baik tapi belum tentu dia benar benar baik. Apa yang ada dihati seseorang tentu tidak ada yang bisa menduganya. Memang agak sering kita terpedaya dengan tampilan, ucapan dan keperibadian seseorang yang tampak sepintas. Kita terkadang melihat satu shoot photonya belum melihat videonya. Pada hal itu  belum tentu itu adalah aslinya atau keadaan yang sesungguhnya. 

Imam Ibnul Jauzi menulis dalam Kitab Tarikh Umar bin Kahthab bahwa pada suatu kali ada seseorang yang berkata kepada Umar. Sesungguhnya si Fulan itu adalah orang yang jujur. Tapi Umar tidak langsung percaya. Lalu Umar bertanya kepada orang itu tentang tiga hal :  

Pertama : Apakah kamu pernah bersafar bersamanya. Orang itu  menjawab : Tidak.
Kedua : Apakah kamu pernah memiliki hubungan dalam urusan uang dengannya. Orang itu  menjawab : Tidak.
Ketiga : Apakah kamu pernah memberikan suatu amanah kepadanya. Orang itu menjawab : Tidak. 

Selanjutnya Umar bin Khaththab berkata : Berarti kamu tidak mengetahui dan tidak mengerti tentang si Fulan  yang tadi kamu katakan bahwa dia adalah orang jujur. 
Tidaklah mungkin untuk mengetahui apakah seseorang itu    baik atau buruk, jujur atau tidak, amanah atau tidak dengan mengenal sepintas. Sungguh tidak ada teori yang bisa menetapkan keadaan seseorang itu seperti yang kita bayangkan. 

Kita bisa belajar dari Umar bin Khaththab bahwa seseorang akan dapat diketahui apakah dia orang baik atau bukan, melalui tiga hal. (1). Kalau kita  pernah sama sama dengannya dalam suatu safar atau perjalanan. (2) Kalau kita   pernah berhubungan  dengannya dalam urusan uang dan  (3) Kalau kita pernah memberinya  amanah.
Ketahuilah bahwa biasanya, seseorang itu akan sulit menyembunyikan keburukannya pada tiga keadaan tersebut. Dalam tiga keadaan ini seseorang akan terlihat apa adanya, watak aslinya apakah dia orang baik atau sebaliknya. 
Wallahu a’lam. (141)