Sabtu, 30 Desember 2017

TAK BOLEH PUTUS ASA MEMBERI NASEHAT




TAK BOLEH PUTUS ASA MEMBERI NASEHAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah saling memberi nasehat sesamanya. Dari  Jarir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, dia berkata: “Aku berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan nasehat (menghendaki kebaikan) bagi setiap muslim.” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Lalu apa makna nasehat ?. Imam al Khathabi dan Imam al Jurri berkata : Nasehat adalah menghendaki suatu kebaikan bagi orang lain DENGAN NIAT IKHLAS (karena Allah), baik berupa perbuatan atau kehendak yang disampaikan dengan cara sebijak mungkin.

Jadi kata kunci dalam memberi nasehat adalah (1) Niat ikhlas karena Allah semata (2) Disampaikan dengan cara sebijak mungkin. Ketahuilah, kalau dua kata kunci ini diabaikan besar kemungkinan nasehat yang disampaikan tidak akan bermanfaat.

Salah satu perkara yang penting dalam memberi nasehat adalah harus terus menerus disetiap kesempatan. Tak boleh berputus asa. Jangan sekali kali mengatakan : Percuma memberi nasehat kepada mereka. Tak bakal didengar dan diamalkan. 

Perhatikanlah bagaimana Nabi Musa dan Harun diperintahkan Allah Ta’ala untuk memberi nasehat.  Suatu yang sudah maklum, bahwa manusia yang paling durhaka kepada Allah adalah Fir’aun. Sedemikian durhakanya, sampai sampai dia berkata : Ana rabbakumul a’la. Aku tuhanmu yang paling tinggi.

Allah sudah pasti Mahamengetahui bahwa Fir’aun ini tidak akan mau menerima nasehat dan  bertaubat sampai nyawanya berada ditenggorokan. Namun demikian Allah tetap menyuruh Nabi Musa dan Harun untuk mendatangi Fir’aun memberi nasehat bahkan disuruh berbicara kepada Fir’aun dengan lemah lembut.

Allah berfirman : “Idzhaba ila fir’auna innahu tagha. Faqula lahu qaulan laiyinal la’alahu yatadzakkaru au yakhsya Pergilah kalian (berdua Musa dan Harun) kepada Fir’aun. Sesungguhnya dia telah melampaui batas. Dan berbicaralah kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut. Mudah mudahan dia sadar (atas kesalahannya) atau takut (kepada Allah). Q.S Thaaha 43-44. 

Ini menjadi pelajaran bagi kita untuk tetap memberi nasehat kepada saudara kita sesama muslim meskipun kita mungkin berprasangka  bahwa orang yang akan dinasehati tersebut tidak  akan mau menerima nasehat . Ketahuilah bahwa tidak ada saudara kita yang lebih buruk dari Fir’aun dan tidak ada pula diantara kita yang lebih baik dari Nabi Musa.

Jika keadaan membutuhkan dan memungkinkan berilah nasehat dengan berulang ulang. Jangan pernah bosan apalagi putus asa. Apakah nasehat diterima dan diamalkan, jangan terlalu dipermasalahkan karena hidayah adalah milik Allah semata.

Perhatikanlah firman Allah yang mengingatkan kita untuk tetap memberi peringatan atau nasehat. Allah berfirman : “Wa dzakkir fainna dzikraa tanfa’ul mu’miniin” Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang beriman. (Q.S adz Dzaariyaat 55).

Ketahuilah bahwa memberi nasehat seringkali lebih bermanfaat daripada memberi harta kepada seseorang. Oleh karena itu teruslah memberi nasehat kepada saudara saudara kita apalagi ketika dia memiliki   potensi untuk jatuh kepada kemaksiatan.

Selain itu berilah nesehat pada saat diminta ataupun tidak diminta. Bukankah kalau ada saudara kita yang mengalami musibah, misalnya jatuh dari motor, maka kita bersegera menolongnya tanpa perlu diminta. Apalagi kalau dia jatuh kepada kemaksiatan maka tentu lebih utama lagi untuk menolongnya dengan nasehat, meskipun tidak diminta.  
  
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.199)

Kamis, 28 Desember 2017

BERIBADAH MENURUT CARA NENEK MOYANG ?



BERIBADAH MENURUT CARA NENEK MOYANG ?

Oleh : Azwir B. Chaniago

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi, menymbah dan manghambakan diri kepada Allah Ta’ala. Dalam Kitab Tafsir al Azhar, Prof. Dr. Hamka berkata :  Bahwa tidak ada kegunaan  manusia ini diciptakan Allah kecuali hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku. “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya’buduun”. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. (Q.S adz Dzariat 56).
 
Sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan dan mewajibkan  manusia untuk menyembah kepada-Nya  yaitu sebagaimana firman-Nya : Yaa aiyuhan naasu’ buduu rabbakumul ladzii khalaqakum walladziina min qablikum la’allakum tattaquun”. Wahai manusia !. Sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dan orang orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S al Baqarah 21).

Untuk memenuhi kewajiban beribadah kepada Allah Ta’ala  maka hamba hamba Allah akan berusaha menampilkan ibadah atau pengabdian yang paling baik kepada Rabb-nya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman : “Alladzii khalaqal mauta wal hayaata liyabluakum  aiyukum ahsanu amalaa”.  Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Al Mulk 2).

Imam Fudhail bin Iyadh mengatakan bahwa yang lebih baik amalnya  maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar amalnya. Selanjutnya kata beliau, yang paling ikhlas dan paling  benar yakni : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tapi tidak benar maka tidak diterima, demikian juga apabila benar tetapi tidak ikhlas maka tidak pula. Orang yang ikhlas ibadahnya adalah yang beramal semata-mata karena Allah sedangkan yang benar adalah orang yang mencontoh Rasulullah dalam beramal. (Kitab Madarijus Salikin)

Nah, kalau kita perhatikan sebagian manusia, ada diantaranya yang beribadah TIDAK MENCONTOH APA YANG DIAJARKAN NABI DALAM BERIBADAH. Pada hal Rasulullah telah mengingatkan dalam sabda beliau : “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa raddun” Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada petunjuk kami maka amalan itu tertolak. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Diantara sebagian manusia ada  yang beribadah dengan mengikuti cara cara yang diajarkan oleh nenek moyang  meskipun nenek moyang mereka itu tak berilmu. Akhirnya mereka jatuh amalan amalan yang salah dan keliru. Pada hal para ulama memberikan petunjuk agar berilmu dulu baru beramal. 
 
Perhatikanlah peringatan Allah Ta’ala bagi yang mengikuti nenek moyang (dalam beramal) yaitu sebagaimana firman-Nya :

Pertama : Surat al Baqarah 170.
Allah Ta’ala berfirman :  “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ikutilah apa yang dikatakan Allah, mereka menjawab (Tidak !). Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).Pada hal nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun dan tidak mendapat petunjuk”. 

Kedua : Surat al Maidah ayat 104.
Allah Ta’ala berfirman : “Dan apabila dikatakan kepada mereka : Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Alah dan (mengikuti) Rasul. Mereka menjawab : Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya). Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk”. 
  
Ketiga : Surat Luqman ayat 21.
Allah Ta’ala berfirman : “Dan apabila dikatakan kepada mereka : Ikutilah apa yang diturunkan Allah !. Mereka menjawab : (Tidak) tetapi kami (hanya) mengikuti kebiasaan nenek moyang kami. Apakah mereka (akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun sebenarnya syaithan menyeru mereka ke dalam adzab api yang menyala nyala (neraka) ?. 

Keempat :  Surat az Zukhruf ayat 22.
Allah Ta’ala berfirman : “Bahkan mereka berkata : Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka. 
 
Syaikh as Sa’di berkata : (“Sesungguhnya kami mendapati bapak bapak kami menganut satu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak jejak mereka”). Inilah hujjah orang orang musyrik yang sesat karena mereka mengikuti nenek moyang yang sesat. Mereka tidak bermaksud megikuti kebenaran dan petunjuk, tapi hanya karena rasa fanatisme semata. Tujuannya adalah untuk mmbela kebathilan mereka. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).  
  
Oleh karena itu maka seorang hamba tidaklah beribadah dengan sekedar mengikuti nenek moyang yang tak berilmu.  Akan tetapi beribadah dengan baik yaitu ikhlas karena Allah Ta’ala dan mengikuti apa yang diajarkan dan dicontohkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasalam.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.198).

Rabu, 27 Desember 2017

PERKATAAN IMAM MADZHAB TENTANG NYANYIAN DAN MUSIK

PERKATAAN EMPAT IMAM MADZHAB
TENTANG NYANYIAN  DAN MUSIK

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam Islam kita mengetahui ada beberapa mazdhab. Empat diantaranya yang masyhur adalah madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i dan madzhab Hambali. 

Ketahuilah bahwa berkaitan dengan nyanyian dan musik, para imam madzhab telah memberikan pendapatnya, sebagai berikut :

(1) Dalam Kitab Talbis Iblis disebutkan bahwa : Imam Abu Hanifah sangat membenci nyanyian dan beliau mengatakan bahwa : Mendengarkan nyanyian adalah perbuatan dosa.

(2) Imam Malik berkata : Nyanyian itu hanya dilakukan oleh orang orang fasik di daerah kami. (Mawaaridul Amaan) 

(3) Imam asy Syafi’i berkata : Nyanyian adalah satu permainan yang tidak aku sukai, yang menyerupai kebathilan dan tipu daya. Barang siapa sering melakukannya maka dia adalah orang yang bodoh dan persaksiannya ditolak (Mawaaridul Amaan) 

(4) Imam Ahmad bin Hambal berkata : Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan di dalam hati. Aku tidak menyukainya. (Kitab Talbis Iblis).

Lalu kalau kita merasa sebagai salah satu pengikut madzab para imam ini maka sangatlah bermanfaat kalau kita mau memperhatikan  pendapat beliau tentang nyanyian dan musik. 
Selanjutnya, kita mengetahui bahwa para sahabat adalah orang orang yang dipilih Allah Ta’ala untuk mendampingi Rasul-Nya dalam membela dan menegakkan agama-Nya. 

Dan kita mengetahui pula bahwa para sahabat adalah generasi terbaik umat ini yaitu sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam : “Khairunnasi qarni, tsummal ladzina yalunahum, tsummal ladzina yalunahum” Manusia terbaik adalah masaku, kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Oleh karena sungguh sangat baik pula kita perhatikan perkataan generasi terbaik umat ini yaitu para sahabat dalam perkara nyanyian dan musik, diantaranya :

(1) Abdullah bin Mas’ud berkata : Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, sebagaimana air menumbuhkan (menyuburkan) tanaman. (Atsar, riwayat Ibnu Abid Dun-ya dan al Bahaqi)  

(2) Abdullah bin Abbas berkata : Rebana haram, al ma’aazif (alat alat musik) haram, al kuubah (beduk atau gendang dan yang sejenisnya) haram dan seruling haram. (Atsar, riwayat al Baihaqi). 
  
Ketahuilah bahwa Rasulullah tidak berbicara atau berbuat dalam syariat ini kecuali dengan petunjuk Allah Ta’ala. Allah berfirman : “Wa maa yantiqu ‘anil hawaa. In huwa illaa wahyun yuuhaa”. Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al Qur-an) menurut keinginannya. Tidak lain (al Qur-an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) Q.S an Najm 3-4.

Kemudian adalah wajib bagi kita orang beriman untuk memperhatikan dengan sungguh apa yang disabdakan Rasulullah antara lain tentang haramnya musik dan nyanyian. Diantaranya adalah sabda beliau : 

Pertama :  Diriwayatkan dari Abu Malik al Asy’ari, dia berkata : Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sungguh, akan ada orang orang dari ummatku yang meminum khamar, mereka menamakannya dengan selain namanya. Mereka dihibur dengan musik dan (alunan suara) penyanyi, maka Allah akan membenamkan mereka kedalam bumi dan Dia akan mengubah bentuk sebagian mereka menjadi kera dan babi”. (H.R Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan juga yang selainnya). 

Kedua : Sungguh, benar benar akan ada di kalangan ummatku sekelompok orang yang menghalalkan kemaluan (zina), sutera (bagi laki laki), khamr (minuman keras) dan alat alat musik. (H.R Imam Bukhari dan  Ibnu Hibban).

Oleh karena itu maka seorang hamba akan senantiasa mengingkari musik dan menghindarinya. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.197)