Jumat, 31 Maret 2017

KEBAIKAN AKAN DIBALAS DENGAN BERLIPAT GANDA



KEBAIKAN AKAN DIBALAS DENGAN BERLIPAT GANDA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu ciri seorang beriman adalah orang yang  senantiasa berusaha melakukan kebaikan bagi orang lain. Dia senantiasa memanfaatkan sisa sisa umurnya, yang mungkin tinggal sedikit, dalam ketaatan dan mencari ridha Allah Ta’ala diantaranya adalah  berusaha memberikan kebaikan kebaikan bagi sesama bahkan dia berusaha untuk menjadi mushlih yaitu penyeru kepada kebaikan.

Sungguh Allah telah sangat banyak  berbuat baik kepada hamba hamba-Nya dan Allah memerintahkannya untuk berbuat baik pula. Allah berfirman : “Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat  baiklah (kepada manusia) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77).

Dalam surat an Nahal 90 Allah telah menyuruh manusia untuk berbuat kebaikan dan sekali gus melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar. “Innallaha ya’muru bil a’dli wal ihsaan, wa-itaa- idzil qurba wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i  wal munkari wal baghyi. Ya’izhukum la’alakum tadzakkaruun” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah berdiri di hadapan beberapa orang. Lalu beliau bersabda : “Maukah kalian aku beri tahu tentang sebaik baik dan seburuk buruk orang dari kalian ?. Mereka terdiam dan Nabi bertanya seperti itu tiga kali. Kemudian ada seorang yang berkata : Iya kamu mau wahai Rasulullah. Beritahukanlah kepada kami tentang sebaik baik kami dan seburuk buruk kami.

Beliau bersabda : “Khairukum man yurja khairuhu wa yu’manu syarruhu”. Sebaik baik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya sedangkan keburukannya terjaga. (H.R  at Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ketahuilah bahwa sekecil apapun kebaikan yang dilakukan seorang hamba pastilah dia akan memperoleh balasan kebaikan pula. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : In ahsantum ahsantum li anfusikum. Jika kamu berbuat kebaikan maka (berarti) kamu berbuat kebaikan bagi dirimu sendiri. (Q.S al Israa’ 7). Allah Ta’ala juga berfirman : “Hal jazaa-ul ihsani illal ihsan” Balasan perbuatan baik adalah kebaikan pula (Q.S ar Rahman 60). Juga Allah berfirman : “Katakanlah (Muhammad), wahai hamba hamba-Ku yang beriman !. Bertakwalah kepada Rabb-mu. Bagi orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan”. (Q.S az Zumar 10).

Bahkan Allah Ta’ala akan memberikan ganti kebaikan dengan berlipat ganda. Allah berfirman : “Barangsiapa mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri”.(Q.S asy Syuuraa 23). 

Allah berfirman : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S al Baqarah 261).

Rasulullah bersabda : Abu Mas’ud berkata bahwa ada seseorang yang membawa seekor onta yang terikat ke hadapan Rasulullah seraya berkata : Onta ini saya sedekahkan di jalan Allah. Mendengar hal itu Rasulullah bersabda : “Laka bihaa yaumal qiyaamati sab’umi-ati naaqatii kulluhaa makhthuumah”. Balasan bagimu nanti di Hari Kiamat tujuh ratus onta yang seluruhnya terikat. (H.R Imam Muslim).
Oleh karena itu teruslah berbuat kebaikan sekecil apapun, pasti akan diberikan balasannya. Allah berfirman : Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya”.    (Q.S az Zilzaal 7).  

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.003)


Rabu, 29 Maret 2017

MANUSIA SERING KELIRU DALAM BERPRASANGKA



MANUSIA SERING KELIRU DALAM BERPRASANGKA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Al Imam Raghib Ashfahani berkata: Prasangka (azh zhan) adalah sebuah nama untuk sesuatu yang bersifat terkaan karena ada indikasi dan tanda-tandanya. Bila sangkaan ini kuat maka akan membawa kepada ilmu. Jika sangat lemah maka tidaklah melebihi kecuali disebut prasangka dan dugaan saja.

Sangatlah sering kita menyaksikan bahwa manusia sangat sering keliru dalam berprasangka. Namun demikian sebagian mereka tetap saja suka  memberikan atau menyebarkan informasi tentang segala sesuatu tanpa landasan yang jelas karena berprasangka bahwa semua informasi itu benar. Apalagi di era kemajuan teknologi informasi sekarang ini. Ratusan bahkan ribuan informasi  bisa datang kepada kita yang terkadang tidak kita minta. 

Terkadang kita berprasangka bahwa semua informasi itu benar. Lalu kita sebarkan lagi melalui berbagai media sosial. Kita  telah keliru dalam menyangka karena tidak cek dan ricek. Contohnya sangatlah banyak dan tentu saudara kita yang biasa ikut di medsos tentu sudah sangat memahami bahkan sering juga menyesal karena informasi yang di reshare ternyata hoax berat.  

Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu injaa-akum fasikun bi naba-in fa tabaiyanuu an tushiibu qauman bijahaa latin fa tushbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimin”  Wahai orang orang yang beriman. Jika datang kepadamu seseorang yang fasik  membawa suatu  berita maka periksalah dengan teliti kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (Q.S al Hujuraat 6)

Syaikh as Sa’di berkata : Yang harus dilakukan ketika ada berita yang dibawa orang fasik adalah dicek  dan diperjelas. Jika terdapat berbagai bukti dan indikasi atas kebenaran berita tersebut maka diamalkan dan dipercayai.  Namun jika terdapat berbagai bukti dan indikasi menunjukkan kebohongan berita itu, maka tidak boleh dilaksanakan dan harus diingkari. Disini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berita orang jujur bisa diterima, berita pendusta ditolak sedangkan berita orang fasik harus ditahan lebih dahulu yaitu untuk klarifikasi. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).

Selain itu perlu dimaklumi bahwa Rasulullah mengingatkan bahwa janganlah seseorang bersandar kepada dugaan dugaan. Abu Mas’ud pernah ditanya : Apa yang pernah engkau dengarkan dari Rasulullah tentang prasangka atau dugaan ?. Ia menjawab : Aku pernah mendengar Raulullah bersabda : Bi’sa mathiyatur rajuli za’amuu” Dugaan dugaan adalah seburuk buruk sandaran seseorang. (H.R Abu Dawud).
 
Sebenarnya bukan hanya dalam media sosial saja, diluar itupun kita sering keliru berprasangka, diantara contohnya adalah :

Pertama : Seorang ustadz yang shalat maghrib di masjid dekat rumahnya. Hampir setiap kali selesai shalat maghrib, dia berdzikir dan setelah itu langsung pulang. Jamaah yang lain melihat ustdaz ini  tidak melakukan shalat sunnah ba’da maghrib. Padahal shalat sunnah maghrib ini adalah sunnah muakkadah. 

Lalu sebagian jamaah (yang belum tahu)  berkomentar kepada temannya : Saya hampir tidak pernah melihat ustadz itu shalat sunnah ba’da maghrib. Temannya yang mendengar menjawab : Iya, ya kenapa begitu, saya juga tidak tahu. Ini keliru dalam berprasangka.
Pada hal ustadz ini shalat sunnah ba’da maghrib di rumah karena ingin mengamalkan sabda Rasulullah : “Idza qadha ahadukumush shalaata fii masjidihi fal yaj’al libaitihinashiiban min shalaatihi fa innallaha jaa’ilun fii baitihi min shalaatihi nuuraa”. Apabila seorang di antara kamu selesai melaksanakan shalat di masjidnya, maka kerjakanlah sebagian dari shalatnya (shalat sunnah) di rumahnya, karena sesungguhnya Allah menjadikan sebagian shalatnya sebagai CAHAYA RUMAHNYA. (H.R Imam Muslim no. 375)

Beliau juga bersabda : “Khairu shalaati mar-i fii baitihi illal maktuubah”. Sebaik baik shalat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib (H.R Ibnu Khuzaimah dari Zaid bin Tsabit).

Kedua : Ada seorang yang memiliki  harta yang banyak bahkan berlimpah. Kalau dia shalat Jum’at di masjid kompleks perumahan tempat dia tinggal maka dia tidak pernah mengisi kotak amal yang beredar dan lewat di depannya. Dia lewati saja. Dia khawatir kalau mengisi kotak yang beredar akan dilihat orang paling tidak yang berada di kiri kanan serta yang dibelakangnya. Kebiasaannya dan terus menerus dia mengisi kotak amal yang ada di teras masjid sehingga hampir tidak ada yang melihat. Ini untuk menjaga keikhlasan.

Lalu ada yang berkomentar : Kenapa ya si Fulan itu tidak pernah mengisi kotak amal yang diedarkan pada hal dia orang kaya. Ini termasuk keliru juga dalam berprasangka.

Ketiga : Ada seorang laki laki yang biasa mengantar istrinya ke sekolah tempat istrinya mengajar sebelum dia melanjutkan perjalanan menuju kantornya. Lalu sudah seminggu ini laki laki tersebut mempunyai kebiasan lain. Sesampai di depan sekolah  laki laki ini bergegas turun dari mobil dan membukakan pintu mobil bagi istrinya.

Lalu ada yang melihat dan  berkomentar : Nah, lihat itu contoh suami takut istri, pintu mobil aja di bukakan. Padahal istrinya memang tidak bisa keluar sendiri dari mobil karena pintu mobil itu sudah seminggu rusak. Tidak bisa dibuka dari dalam.

Keempat : Imam asy Syaukani, dalam Kitab Fathur Rabbani menceritakan : “Pernah dikisahkan bahwa ada seorang penguasa yang hendak menghukum dengan hukuman mati seorang rakyatnya karena kesalahan yang tidak seberapa. Lalu ada seorang ulama yang berusaha dan berupaya melobi penguasa agar memaafkan dan tidak menghukum mati orang itu. Akhirnya terjadilah kesepakatan bahwa hukuman mati dibatalkan dan diganti dengan hukuman cambuk. Tentu ulama ini sangat senang karena usahanya orang yang bersalah ini bisa diselamatkan. 

Tapi penguasa memberi syarat bahwa hukuman beberapa kali cambukan itu harus dilaksanakan di depan orang banyak dan yang melakukan cambukan haruslah ulama tadi. Pada saat pelaksanaan cambukan orang orang mencela, mencemooh bahkan ada yang menghina ulama tadi yang telah bekerjasama dengan penguasa untuk menzhalimi manusia dengan hukuman cambuk tersebut.

Andaikata orang orang tahu fakta dan jalan cerita yang sesungguhnya tentu mereka akan sangat berterima kasih dan mendoakan kebaikan bagi ulama itu, bukan mencela dan menghinanya. Nah, ini juga termasuk kekeliruan dalam berprasangka.

Oleh karena itu jangan memberikan pendapat atau komentar untuk sesuatu yang kita tidak mengetahui hakikatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang orang yang beriman untuk berprasangka karena termasuk sebagian dari dosa. Allah berfirman : Yaa aiyuhalladzina aamanuuj tanibuu katsiiran minazh zhan, inna ba’dhazh zhanni itsmun. Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S al Hujuraat 12)

Berkenaan dengan ayat ini  Imam Ibnu Katsir berkata : Allah melarang para hamba-hambanya yang beriman, dari perbuatan curiga, prasangka dan dugaan, apakah itu kepada keluarganya, kerabat atau manusia pada umumnya jika tidak pada tempatnya.  Sebab pada sebagian prasangka dan curiga itu terdapat dosa, maka jauhilah perbuatan banyak curiga sebagai pencegah dari dosa.

Selanjutnya, Imam Ibnu Katsir berkata : Seorang muslim adalah orang yang selalu memberi udzur kepada orang lain sehingga batinnya selamat. Sedangkan orang munafik adalah orang yang selalu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain karena bathinnya buruk.
 
Rasulullah bersabda: Iyyakun wazh-zhan. Fainna zhanna ahdzabul hadits” Waspadalah kalian terhadap prasangka karena prasangka adalah sejelek-jelek perkataan (H.R Imam Bukhari  dan Imam Muslim)

Al Hafizh Ibnu Hajar Ashqalani berkata : Hadits ini memberikan isyarat bahwa prasangka yang terlarang adalah prasangka yang tidak bersandar kepada sesuatu apapun yang bisa dijadikan pijakan menghukuminya. Dengan demikian orang yang menghukumi sesuatu tanpa pijakan disebut pendusta. Penyebutan “prasangka” lebih buruk hukumnya dari dusta yaitu sebagai celaan yang sangat keras dan wajib dijauhi. (Fathul Bari, dengan diringkas).

Oleh karena itu mari kita jaga diri kita agar tidak cepat cepat berprasangka apalagi prasangka buruk kepada saudara saudara kita sesame muslim. Jika terlihat ada yang salah beri mereka udzur. Siapa tahu dia memiliki udzur yang tidak kita ketahui. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.002)

Jumat, 24 Maret 2017

ABU BAKAR PEMEGANG GELAR SHIDDIQIN



ABU BAKAR PEMEGANG GELAR SHIDDIQIN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Abu Bakar ash Shiddiq adalah Khalifah pertama umat Islam. Sungguh sangatlah tepat pilihan para sahabat terhadap beliau untuk memegang jabatan khalifah setelah wafatnya Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Para sahabat memilih   beliau sebagai khalifah adalah karena memiliki   banyak kelebihan dan keutamaan, diantaranya :

(1) Beliau sebelumnya adalah pemuka dalam suku Quraisy yang dikagumi, seorang yang kaya raya. Ahli sejarah yang mengetahui nasab setiap kabilah bahkan disebut sebagai ‘alim Quraisy, orang yang berilmu dikalangan Quraisy. 

(2) Beliau orang pertama dari kalangan laki laki dewasa yang beriman kepada Rasulullah. 

(3) Beliau selalu menemani dan membela Nabi dalam berdakwah di Makkah. Bahkan beliau sempat menemani Nabi pada suasana yang sangat kritis yaitu dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Dan di Madinah beliau juga selalu bersama Nabi sampai Nabi wafat.

(4) Beliau telah membela Islam dengan raga dan hartanya bahkan pada menjelang perang Tabuk beliau menginfakkan seluruh hartanya untuk keperluan perang. 

(5) Beliau termasuk al ‘asyrah al mubasysyaruna bil jannah yakni 10 orang sahabat yang dijajikan Rasulullah masuk surga.

Selain itu beliau adalah pemegang gelar shiddiqin. Ketahuilah bahwa shiddiqiyah adalah maqam tertinggi yang bisa diraih manusia selain Nabi dan Rasul. Allah telah menjelaskan tingkatan manusia yang mendapat nikmat sebagaimana firman-Nya : Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama dengan orang orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi, shiddiqin, orang orang yang syahid dan orang orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik baiknya”. (Q.S an Nisa’ 69)

Syaikh as Sa’di berkata : “Para shiddiqin”  dalam ayat ini disebutkan setelah urutan derajat kenabian. Mereka itu adalah orang orang yang kepercayaan mereka sempurna terhadap apa yang dibawa oleh para Rasul. Mereka mengetahui kebenaran dan mempercayainya dengan keyakinan diri  mereka serta merealisasikannya dengan perkataan, perbuatan, keadaan dakwah. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Jadi tidaklah ada keraguan bahwa Abu Bakar ash Shiddiq adalah dari kalangan shiddiqin. Bahkan gelar ini telah melekat pada diri beliau. Ketahuilah bahwa gelar shidiqin bukanlah diperoleh karena penghormatan atau penghargaan masyarakat waktu itu kepada Abu Bakar. Akan tetapi gelar ini bagi beliau adalah berasal dari Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam. Ini dijelaskan dalam beberapa riwayat :

Pertama : Hadits dari Anas bin Malik.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah mendaki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman. Lalu gunung itu bergetar. Kemudian Nabi bersabda : “Uskun uhudu fa laisa ‘alaika illaa nabiyun wa siddiiquun wa syahiidaan”  Tenanglah wahai Uhud. Tidaklah berada di atasmu kecuali seorang nabi, seorang shiddiiq dan dua orang syahid. (H.R Imam Bukhari).

Dan ketahuilah bahwa yang disebut oleh Nabi dengan gelar ash shiddiq adalah Abu Bakar ash Shiddiq dan yang disebut syahiidaan adalah Umar dan Utsman. 
    
Kedua : Hadits dari Aisyah.
Pada suatu kali Aisyah pernah bertanya kepada Nabi tentang firman Allah : “Dan mereka yang memberikan apa  yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka”. (Q.S al Mu’minuun 60). 

Apakah mereka itu adalah orang yang berzina, mencuri dan minum khamr ?. (pertanyaan Aisyah). Rasulullah menjawab : “Tidak wahai putri ash Shiddiiq, ia adalah seseorang yang berpuasa, bersedekah dan mengerjakan shalat, sedang ia takut bila tidak diterima dari mereka”. (H.R Imam Ahmad, at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Imam an Nawawi berkata : Para imam telah sepakat untuk menamai Abu Bakar dengan ash shiddiq. Ali bin Abi Thalib berkata :  Sesungguhnya Allah-lah yang menamakan Abu Bakar dengan gelar ash Shiddiq melalui lisan Rasulullah. 

Ketahuilah bahwa sejarah Islam tidaklah mengenal ada seseorang yang disebut dengan gelar ash shiddiq dengan sangat terang dan jelas dalam nash nash syar’i selain Abu Bakar.

Dengan demikian maka memang beliaulah orang yang paling pantas  memegang gelar ash shidiiq dan pantas pula memegang  jabatan khalifah pertama umat Islam menggantikan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam.

Wallahu A’lam (1.001)

Kamis, 23 Maret 2017

ALLAH TIDAK SELALU MENYEGERAKAN ADZAB DI DUNIA KEPADA MANUSIA DURHAKA



ALLAH TIDAK SELALU MENYEGERAKAN  ADZAB  DI DUNIA
KEPADA MANUSIA DURHAKA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Disetiap zaman selalu ada manusia yang durhaka kepada Allah Ta’ala. Bermaksiat kepada Rabb-nya. Menentang bahkan menghina ayat ayat Allah dengan berbagai cara. Adapula yang mengatakan ayat ayat al Qur an sudah tidak relevan dengan zaman sehingga perlu direvisi. Ada pula yang meminta kepada selain Allah seperti meminta kepada orang yang mereka beri gelar wali lalu mendatangi kuburnya dan berdoa disitu. Adapula orang  Islam yang bekerjasama dengan orang orang kafir untuk memadamkan agama Allah. 

Ada pula yang durhaka kepada Allah melalui ucapan atau DALAM MEMBERIKAN KESAKSIAN DIHADAPAN HAKIM ataupun dalam perbuatan yaitu berkongsi dengan orang orang kafir untuk melemahkan Islam. Aneh memang, ADA SEBAGIAN MEREKA YANG DURHAKA INI bergelar Doktor bahkan Profesor ataupun Kiyai.  Padahal mereka tidak bisa membantah bahwa mereka hidup dibumi ciptaan Allah. Makan dan menikmati rizki dari Allah Ta’ala. Ketahuilah bahwa engkau  harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu dihadapan Allah. 

Allah Ta’ala berfirman : “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya”. (Q.S al Isra’ 36). 

Allah Ta’ala berfirman : “Wa latus-aluunna ‘ammaa kuntum ta’malum”. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S an Nahl 93).
Melihat tingkah polah manusia durhaka yang  memalukan ini maka banyak orang orang yang  imannya benar merasa geram, gerah,  marah dan bisa jadi ada yang  mendoakan keburukan agar laknat Allah mendatangi  orang orang durhaka dan zhalim ini. Sebagian orang orang beriman menginginkan agar  laknat Allah diturunkan kepada mereka di dunia ini dan dapat disaksikan orang banyak.
 
Lalu ada  yang bertanya : KENAPA ALLAH TA’ALA TIDAK MENYEGERAKAN SEBAGIAN ADZAB DIBERIKAN DI DUNIA INI KEPADA ORANG ORANG YANG TELAH MENDURHAKAI ALLAH ?. Ketahuilah bahwa jika Allah berkehendak tentulah sangat mudah bagi Allah untuk menghukum manusia manusia durhaka ini. Tapi semua itu ada di tangan Allah Yang Maha Bijaksana.

Ada dua hal yang ingin penulis sebutkan dalam tulisan ini  berkaitan dengan adzab Allah yang mungkin saja disegerakan di dunia, bagi orang orang durhaka, yaitu :  

Pertama   : Ketahuilah bahwa salah satu nama Allah yang Mahaindah dan Mulia adalah AL HALIM yakni Maha Penyantun. 

Ini disebutkan  dalam al Qur an, sebagaimana : (1) Dalam surat al Baqarah 235, Allah berfirman : “Wa’lamuu annallaha ghafuurn haliim”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengambpun dan Maha Penyantun. (2) Dalam surat al Ahzab 51. Allah berfirman : “Wa kaanallahu ‘aliiman haliimaa”. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Penyantun. 

Syaikh Prof. DR. Abdurrazaq bin Muhsin al Badr,   antara lain menjelaskan bahwa   Al Halim yakni Maha Penyantun bermakna : Yang tidak menyegerakan hukuman bagi hamba hamba-Nya karena dosa dosa dan  maksiat mereka. Allah melihat hamba hamba-Nya kufur dan durhaka kepada-Nya. Tetapi Dia bersifat santun terhadap mereka dan menangguhkan (hukuman). Dia mengamati dan menunda serta tidak menyegerakan.

Bahkan Dia masih terus saja melimpahkan berbagai kenikmatan kepada mereka walaupun mereka sering durhaka serta banyak melakukan dosa dan kesalahan. Dia bersikap santun dan tidak langsung membalas orang orang yang bermaksiat lantaran perbuatan maksiat mereka. Dia memberikan tenggang waktu hingga mereka bertaubat dan Allah tidak menyegerakan hukuman agar mereka mau kembali kepada Allah.

Syaikh menambahkan bahwa : Meskipun ada kesyirikan dari mereka terhadap Allah Ta’ala, mereka terperosok ke dalam perbuatan yang dapat menimbulkan murka-Nya, bahkan semangat menyelisihi-Nya, memerangi agama-Nya atau memusuhi para wali-Nya, tetapi masih saja Dia bersikap santun kepada mereka. Bahkan membawakan aneka ragam kebaikan untuk mereka, memberi rizki dan memaafkan mereka. 

Sebagai mana dalam ash Shahih dari hadits Abu Hurairah dari Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya, bahwasanya  Allah Ta’ala berfirman : “Anak keturunan Adam mencela-Ku, dan tidak sepatutnya dia mencela-Ku. Dan dia mendustakan-Ku dan tidak sepatutnya hal itu baginya. Adapun celaannya adalah ucapannya : Sesungguhnya (dikatakan) Aku memiliki anak. Sedangkan ia mendustakan-Ku adalah perkataannya : Dia (Allah) tidak dapat mengembalikanku sebagaimana Dia telah menciptakanku”

Rasulullah bersabda : “Laisa ahadun au laisa syai-un ashbara ‘alaa adza sami’ahu mnallahi, innahum layad’uuna lahu waladan, wa innahu layu’aa fiihim wa yarzuquhum”.  Tidak ada seorangpun atau tidak ada sesuatupun yang lebih sabar dengan gangguan yang ia dengar daripada Allah. Sesungguhnya mereka berseru bahwa Allah memiliki anak, namun Dia masih saja memaafkan mereka dan memberikan rizki kepada mereka”. (H.R Imam Bukhari). Lihat Kitab Fiqih Asma’ul Husna Syaikh Prof. DR Abdurrazzaq bin Muhsin al Badr).

Imam Ibnul Qayyim berkata : Meskipun Allah dicela dan didustakan seperti itu tetapi tetap saja Dia memberi rizki  kepada orang yang mencela dan mendustakan-Nya dan juga memaafkannya, membelanya, mengajaknya untuk masuk ke surga-Nya, menerima taubatnya apabila ia bertaubat kepada-Nya. Dia mengganti keburukannya dengan kebaikan. Berbuat lemah lembut kepadanya pada setiap keadaan, mempersiapkannya untuk menerima risalah para rasul-Nya. Dia menyuruh para rasul-Nya untuk berlemah lembut dalam berbicara dan bersikap kepadanya. 

Begitulah Allah al Halim, Yang Maha Penyantun kepada hamba hamba-Nya. Manusia yang durhaka tidak serta merta diberi hukuman atau adzab yang berat di dunia tetapi adzab yang sangat pedih di akhirat pastilah akan mereka peroleh.

Kedua : Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala telah pernah berkali kali memberikan hukuman di dunia kepada suatu kaum atau kepada seseorang. Mereka diadzab di dunia dan di akhirat pasti mereka  akan menerima adzab yang lebih berat lagi. Diantaranya adalah : 

(1) Adzab kepada Qarun.
Qarun yang diberi Allah Ta’ala karunia dengan harta yang banyak ternyata tetapi dia menyombongkan diri di hadapan manusia bahkan dia mengaku bahwa  harta yang dimilikinya adalah diperoleh karena ilmu yang ada padanya. “Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku… (Q.S al Qashash 78).

Allah memberi adzab yang berat kepadanya yaitu dibenamkan kedalam bumi. Sebagaimana dijelaskan Allah Ta’ala dalam firman-Nya : “Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya kedalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap adzab Allah dan tiadalah dia termasuk orang (yang dapat) membela (dirinya). Q.S al Qashash 81. 

(2) Adzab kepada Fir’aun dan pengikutnya.
Fir’aun adalah seorang penguasa yang zhalim, berlaku sewenang dan sombong. Allah berfirman : “Wa inna fir’auna la’aalin fil ardhi. Wa innahuu laminal musrifiin.”.  …Sesungguhnya Fir’aun itu berbuat sewenang wenang di muka bumi,  dan sesungguhnya dia termasuk orang orang yang melampaui batas. (Q.S Yunus 83).

Bahkan demikian hebatnya kedurhakaan Fir’aun kepada Allah Ta’ala, sampai sampai dia mengaku sebagai Tuhan. Allah menyebutkan dalam firman-Nya : “Dan Fir’aun berkata : Wahai para pembesar kaumku !. Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. (Q.S al Qashash 38).

Lalu Allah Ta’ala mengadzab dengan menenggelamkan Fir’aun bersama bala tentaranya  sebagaimana firman-Nya : “Dan kami selamatkan Musa dan orang orang yang bersamanya secara keseluruhan. DAN KAMI TENGGELAMKAN GOLONGAN YANG LAIN ITU (FIR’AUN DAN BALA TENTARANYA). Q.S asy Syuaraa 65-66).

(3) Adzab kepada kaum Tsamud yaitu kaum Nabi Shalih.
Allah mengutus Nabi Shalih kepada kaum Tsamud agar mereka beribadah kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : “Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shalih. Dia berkata : Wahai kaumku !.. Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain dia.”. (Q.S. Huud 61).

Tetapi kaumnya membangkang,  mereka berkata : “Apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak bapak kami ?. Dan sesungguhnya kami benar benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap gama yang kamu serukan kepada kami” (Q.S Huud 62).

Puncak kedurhakaan kaum Nabi shalih kepada Allah adalah ketika mereka berani menyembelih unta yang dikirim Allah sebagai mukjizat Nabi Shalih. Allah berfirman  : (Q.S al A’raaf 77).

Lalu Allah Ta’ala mengirimkan adzab kepada mereka. Imam Ibnu Katsir berkata : Setelah matahari terbit dari timur yaitu pada hari Ahad pagi, muncullah suara keras dari langit dan gempa yang dahsyat dari bawah mereka, sehingga nyawa mereka melayang dalam satu waktu, semua gerakan terhenti dan semua suara pun diam, dan seluruh hakikat pun menjadi kenyataan. (Qishashul Anbiyaa’, Ibnu Katsir)

Allah berfirman : Fa ashbahuu fii diyaarihim jaatsimiin”. … Maka jadilah mereka mayat mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka”. (Q.S Huud 67). 

(4) Adzab kepada kaum Nabi Nuh.
Allah berfirman : “Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar,  sedangkan mereka adalah orang orang yang zhalim.

Nabi Nuh berdakwah 950 tahun tetapi dapat pengikut hanya 80 orang. Yang lainnya menolak bahkan mengejek dakwah Nabi Nuh. Lalu Allah turunkan adzab berupa banjir bandang yang menenggelamkan semuanya kecuali Nabi Nuh dan kaumnya yang berada di perahu.

(5) Adzab kepada kaum ‘Aad.
Allah berfirman : (Q.S Huud 50). Tetapi kaum ‘Aad membantah dakwah Nabi Huud, bahkan mereka hampir saja membunuh Nabi Hud. Lalu Allah mengadzab mereka dengan suara yang menggelegar. Allah berfirman : “Lalu  mereka benar benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur dan kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa banjir. Maka binasalah orang orang zhalim. (Q.S al Mu’minuun 41).  

(6) Adzab kepada suku Madyan kaum Nabi Syu’aib.
Allah Ta’ala mengutus Nabi Syu’aib kepada kaumnya untuk berdakwah agar mereka beribadah kepada kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya. Selain itu Nabi Syu’aib juga memberi nasehat agar mereka meninggalkan kebiasaan bermuamalah mereka yang sangat buruk yaitu suka melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan. 

Allah berfirman : “Wa ilaa madyana akhahum syu’aiban, qala yaaqaumi a’budullaha maa lakum  minilaahin fhairuhu, walaa tanqushul mikyaala walmiizaan. Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia (Syu’aib) berkata : Hai kaumku sembahlah Allah sekali kali tiada Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi  takaran dan timbangan.  (Q.S Hud 84).

Tetapi mereka mengingkari dakwah Nabi Syu’aib maka mereka ditimpa azab yang besar. Allah berfirman : “Fa-akhadzat humur rajfatu fa-ashbahuu fii daarihim jaatsimiin.” Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat mayat yang bergelimpangan di dalam rumah rumah mereka. (Q.S al A’raf 91). 

Itulah sebagian  kisah tentang adzab yang telah diturunkan di dunia kepada kaum ataupun manusia durhaka yang disebutkan Allah Ta’ala dalam al Qur an dan pasti benar adanya.

Semoga orang orang yang durhaka diantaranya para pembela orang kafir dan yang suka memberikan kesaksian palsu dihadapan hakim untuk membela orang kafir,  bisa mengambil pelajaran sebelum datang adzab kepada mereka. Bukan tidak mungkin adzab Allah disegerakan di dunia kepada orang orang yang durhaka kepada-Nya karena memang sudah pernah terjadi bahkan berkali kali. Adakah orang orang yang durhaka ini bisa mengambil pelajaran ?. Ataukah hati mereka telah mati. Na’udzubillahi mindzalik.

Wallahu A’lam. (1.000).