Kamis, 13 Juni 2019

SANGAT BERAT MEMPERTANGGUNG JAWABKAN HARTA DI AKHIRAT


SANGAT BERAT MEMPERTANGGUNG JAWABKAN 
HARTA DI AKHIRAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sedikit sekali manusia yang tak tertarik dengan harta yang banyak. Dan harta yang banyak memang terlihat indah dalam pandangan manusia. Allah Ta’ala berfirman :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diinginkan. Yaitu wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik (surga). Q.S Ali Imran 14.

Ada sebagian manusia yang menyangka bahwa kebahagian  adalah pada harta yang banyak. Persangkaan ini tidaklah selalu benar. Perhatikanlah bahwa ada banyak orang yang mempunyai harta secukupnya saja tapi ternyata tidak mengurangi  kebahagian dan rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala.

Bahwa jika harta yang banyak menjadi ukuran kebahagian dan kebaikan maka tentu Qarun lebih berbahagia dan lebih baik dari Nabi Musa. Justru Qarun dengan hartanya telah mendatangkan adzab Allah yaitu dia ditenggelamkan kedalam bumi bersama seluruh hartanya.

Ketahuilah bahwa hakikatnya harta yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba hamba-Nya adalah dengan tujuan sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya dan mencari ridha-Nya. Diantaranya untuk memenuhi kewajiban menafkahi orang yang dalam tanggungan, mempermudah dalam beribadah seperti infak dan sedekah, berhaji dan umrah, membangun rumah ibadah, berjihad dan membiayai jihad fii sabilillah dan yang lainnya. 

Ingatlah bahwa  sungguh sangat berat mempertanggung jawabkan harta  di akhirat kelak. Begitu berat mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak maka Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan kepada kita melalui sabda beliau bahwa orang miskin akan masuk surga lebih dahulu dari orang orang kaya karena urusan pertanggungan jawab atau hisab harta mereka.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ

Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (H.R Ibnu Majah dan at Tirmidzi, hadits dengan sanad Hasan).

Bahwa pertanyaan  sebagai pertanggung jawaban harta di akhirat kelak memang berat saudaraku. Pertanyaannya ada pada dua arah yaitu (1) Dari mana didapat, dan (2) Kemana dibelanjakan. 

Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : 

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya. (H.R at Timidzi, ad Daarimi dan Abu Ya’la, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Selanjutnya ada baiknya kita perhatikan apa yang dikatakan Imam Ibnul Qayyim tentang harta, dapat dari mana dan dibelanjakan kemana, yaitu sebagaimana yang beliau sebutkan dalam Kitab al Fawaid.  Beliau mengelompokkannya menjadi empat macam : 

Pertama : Harta yang diraih dengan cara ketaatan kepada Allah dan dikeluarkan pada hak Allah, maka itu adalah sebaik baiknya harta.

Kedua : Harta yang diraih dengan cara maksiat kepada Allah dan dikeluarkan untuk maksiat juga kepada Allah, maka itu adalah seburuk buruk harta.

Ketiga : Harta yang diraih dengan cara menyakiti orang muslim dan dikeluarkan untuk menyakiti orang muslim pula, maka itu adalah harta yang buruk pula.

Keempat : Harta yang diperoleh dengan cara yang mubah (boleh) dan sah lalu dikeluarkan untuk keinginan yang kebutuhan yang juga mubah, maka itu adalah harta yang tidak dapat pahala dan tidak dapat dosa.

Oleh karena itu sangatlah baik jika setiap saat kita  sama sama memeriksa harta harta kita. Dari mana diperoleh  dan kemana pula kita belanjakan. Dengan demikian maka hisab kita di akhirat akan menjadi lebih mudah. Kita berdoa kepada Allah Ta’ala :

اَللَّهُمَّ حَاسِبْنِى حِسَابًا يَسِيرًا

Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.652)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar