Kamis, 24 Desember 2015

TIDAK BERBICARA KALAU TIDAK TAHU



TIDAK BERBICARA JIKA TIDAK TAHU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Pada zaman kita ini sangatlah banyak orang yang suka berbicara tentang segala hal. Terkadang mereka berani berbicara tentang sesuatu yang sebenarnya mereka tidak tahu. Kalaupun tahu mungkin hanya sekedar kulit paling luar saja. Isinya atau bagian dalamnya tidak jelas. Akibatnya sering muncul perkataan yang aneh, lucu. Bisa juga pembicaraannya tidak nyambung bahkan berseberangan dengan kebenaran yang dibawa oleh al Qur an as Sunnah berdasar pemahaman salafush shalih.

Apalagi kalau mereka berbicara tentang kaidah kaidah agama yang mereka tidak mengetahui. Ini akan membahayakan bukan hanya dirinya tapi bisa membahayakan bahkan menyesatkan orang lain. Semuanya akan berujung kepada bahaya di dunia dan bahaya yang lebih besar lagi di akhirat.

Semua perkataan dan perbuatan  pasti harus dipertanggung jawabkan.

Memang ada manusia yang mau berbicara tentang agama yang sebenarnya dia tidak tahu. Sering kita saksikan orang orang yang menjawab pertanyaan tentang permasalahan agama dengan enteng tanpa didasari dengan ilmu yang cukup. Terkadang pula mereka mengandalkan akal dan hawa nafsunya. Terkadang pula memberi jawaban yang diada akan karena takut jika dikatakan sebagai orang yang tidak berilmu. Padahal sebenarnya memang demikian keadaannya.

Ketahuilah bahwa sangatlah tercela jika seseorang berbicara untuk sesuatu yang tidak diketahuinya tentang syariat ini. Sungguh semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala. Perhatikanlah firman-Nya : 

Pertama : “Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaa-ika kaanaa ‘anhu mas-uulaa”. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.  (Q.S al Isra’ 36).

Kedua : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut sebut oleh lidahmu secara dusta. Ini halal ini haram, untuk mengada adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit dan mereka  (Q.S an Nahal 116-117)

Para sahabat dan ulama salaf sangat berhati hati dalam berbicara dan berfatwa.

Syaikh DR. Abdurrahman as Sudais, dalam salah satu khutbah beliau di Masjidil Haram, menukil beberapa perkataan sahabat dan ulama salaf yang menunjukkan betapa takut dan berhati hatinya mereka berbicara untuk suatu yang tidak diketahui secara jelas. Diantaranya adalah :

Pertama : Abu Bakar ash Shiddiq berkata : Langit mana yang meneduhiku dan bumi mana yang menanggungku jika aku berbicara tentang Kitabullah sesuatu yang tidak aku ketahui.

Kedua : Umar bin Khaththab. Jika beliau menghadapi suatu masalah yang belum dia ketahui hukumnya maka beliau mengumpulkan sahabat sahabat senior dan meminta pendapat mereka.

Ketiga : Ibnu Mas’ud berkata : Sesungguhnya orang orang yang memberikan fatwa (jawaban) kepada manusia tentang semua yang mereka tanyakan adalah orang yang kurang akalnya.

Beliau juga berkata : Barangsiapa diantara kalian  ditanya tentang sesuatu ilmu yang ada padanya, maka berkatalah dengan ilmu itu. Apabila tidak ada (ilmu) padanya maka berkatalah : Allahu a’lam, karena diantara ilmu adalah kamu mengatakan untuk sesuatu yang tidak kamu ketahui, Allahu a’lam.
 
Keempat : Semoga Allah merahmati Imam asy Sya’bi. Ketika ditanya suatu masalah dia berkata : Aku tidak tahu. Lalu teman temannya berkata : Sesungguhnya kami merasa malu karena seringkali engkau ditanya namun engkau berkata : Aku tidak tahu.
Mendengar ucapan teman temannya ini maka Imam asy Sya’bi berkata : Akan tetapi malaikat tidak malu berkata : “ …Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. (Q.S al Baqarah 32).

Kelima : Imam Malik bin Annas. Beliau adalah Imam negeri hijrah yaitu Madinah. Ada seorang dari negeri yang jauh datang kepadanya. Lalu orang ini mengajukan empat puluh pertanyaan. Namun yang dijawab hanya empat pertanyaan saja. Untuk tiga puluh enam pertanyaan lainnya, Imam Malik berkata : Allahu a’lam. 

Maka orang tersebut bersebut berkata : Engkau adalah Imam Malik bin Anas. Kepada engkau kendaraan kendaraan dipersiapkan dan kepada engkau pula perjalanan dari segala arah menuju, sementara engkau menjawab : Allahu a’lam. Apa yang akan saya katakan kepada penduduk negeriku (yang telah menitipkan 40 pertanyaan) jika aku kembali kepada mereka ?.

Imam Malik berkata : Katakanlah kepada mereka : Sesungguhnya Malik mengatakan : Allahu A’lam.    

Keenam : Khatib al Baghdadi berkata : Orang yang suka memberi fatwa, berlomba lomba untuknya dan berusaha keras melakukannya, jarang mendapatkan taufik dan dia kacau dalam perkaranya. 

Namun jika dia tidak menyukainya, tidak memilihnya, tidak memperluasnya dan mampu mengalihkan masalah ini kepada yang lainnya, maka pertolongan Allah Ta’ala kepadanya lebih banyak dan keshalihan dalam fatwa dan jawabannya lebih dominan.
Selanjutnya Syaikh as Sudais dalam khutbahnya berkata : Wahai kaum muslimin !. Jika para sahabat dan para imam tersebut, meskipun mereka adalah orang orang besar (dan berilmu) mereka menempuh jalan wira’i dan hati hati dalam berfatwa. Lalu bagaimana dengan keadaan kita sekarang ?    
(Lihat Kitab Kumpulan Khutbah DR. Abdurahman as Sudais di Masjidil Haram).

Secara khusus Syaikh DR. Abdurahman as Sudais berkata bahwa : Inilah Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam sering ditanya tentang sesuatu yang wahyu belum turun kepada beliau. Ternyata beliau tidak segera menjawab. Akan tetapi beliau menunggu datangnya wahyu. Ayat ayat : Yas-aluunak (mereka bertanya) dalam al Qur-an sangatlah banyak.   

Kiranya  sikap Rasulullah dan sikap serta perkataan para sahabat dan ulama ulama tersebut diatas memberikan pemahaman kepada kita untuk senantiasa tidak berbicara sesuatu tentang agama ini sekiranya kita tidak tahu. 

Insya Allah bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (512)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar