Kamis, 31 Desember 2015

ISLAM MELARANG NIKAH LAIN AGAMA



ISLAM MELARANG NIKAH LAIN AGAMA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Sudah sejak lama banyak terjadi pernikahan lain agama dalam masyarakat kita. Mereka melakukan dengan berbagai alasan dan berbagai sebab dan tentu juga dengan berbagai cara yang mereka inginkan atau yang diinginkan oleh pihak yang berkepentingan. Pernikahan ini bisa terjadi  terpaksa, dibohongi atau mungkin juga karena sudah sulit dipisahkan,  karena ketidak pedulian  ataupun karena ketidak tahuan tentang ketentuan agama maupun negara.

Fenomena ini telah mengundang berbagai silang pendapat khususnya dikalangan cendekiawan.  Bahkan orang awam yang tidak punya ilmu tentang hal inipun juga sering ikut berpendapat. 

Sering kita mendengar  berbagai komentar ataupun pendapat tentang nikah lain agama, yang tidak didasari dalil-dalil syar’i dan hanya dengan menggunakan keterbatasan akal semata. Ini ternyata telah menambah   ketidak jelasan dan kebingungan sebagian orang. Pada gilirannya bisa menimbulkan  pemikiran yang keliru dan akhirnya cenderung membenarkan pernikahan lain agama dengan dalil akal, hak azasi, demi kemashlahatan dan yang lainnya.   

Islam melarang nikah lain agama secara tegas.
Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Semua sudah diatur dengan jelas termasuk urusan nikah lain agama. Beberapa dalil yang tegas tentang hal ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama : Dalil dari al Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Wala tankihul musyrikaati hatta yuminna.” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman (Q.S. al Baqarah 221).

Syaikh as Sa’di berkata bahwa ini berlaku umum pada seluruh wanita musyrik. Lalu dikhususkan oleh ayat dalam surat al Maaidah 5 tentang bolehnya menikahi wanita ahlul kitab sebagaimana firman Allah :  “Wal muhshanatu minal mukminaati  wal muhshanatu minal ladzina uutul kitaba min qablikum.” Dan (dihalalkan bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya diantara perempuan-perempuan yang diberi kitab sebelum kamu. (Q.S al Maaidah 5).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman hendaklah kamu uji keimanan mereka.   Allah lebih mengetahui keimanan mereka. Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. (Q.S al Mumtahanah 10)

Imam Ibnu Katsir berkata : Ayat inilah yang mengharamkan pernikahan wanita muslim dengan lelaki musyrik.
Imam asy Syaukani berkata : Dalam firman Allah ini terdapat dalil bahwa wanita mukmin tidak halal (dinikahi) orang  kafir. 

Kedua : Dalil dari as Sunnah.
Umat Islam diperintahkan  agar menikahi wanita yang beragama (Islam) dan shalihah.
Rasulullah bersabda : “Tunkahu mar’atu liarba’ limaliha, walihasabiha, walijamaliha, walidiiniha. Fazhfar bidzaatid diin, taribat yadaaka.” Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung. (H.R Bukhari dan Muslim).

Rasulullah juga bersabda : Dunia ini adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan adalah wanita shalihah.  (H.R Muslim) 

Ketiga : Perkataan para sahabat
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab, beliau melarang pemuda-pemuda Islam menikah dengan wanita ahli kitab. Kata Umar, kebolehan menikahi wanita ahli kitab adalah agar mereka dapat ditarik masuk Islam tapi kenyataannya tidak demikian. Khalifah juga melihat ada kecendrungan para pemuda menikahi wanita ahli kitab sehingga wanita muslimah ada yang kurang mendapat perhatian. 

Ibnu Umar ketika ditanya tentang seorang muslim yang menikah dengan wanita Nasrani atau Yahudi, beliau berkata : Saya tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari kemusyrikan seorang perempuan yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa”.
 
Keempat : Perkataan ulama salaf dan khalaf.
Imam ath Thabari berkata : Allah mengharamkan wanita-wanita mukmin untuk dinikahkan dengan laki-laki musyrik mana saja, baik ahli kitab maupun tidak.
Imam al Qurtubi berkata : Jangan kamu nikahkan wanita muslimah dengan laki-laki musyrik. Ulama telah bersepakat bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita mukmin karena hal itu merendahkan Islam.

Imam Ibnul Jauzi berkata : Laki-laki non muslim haram menikahi wanita muslimah secara mutlak. Ketentuan ini disepakati oleh seluruh ahli hukum Islam.
Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi berkata : Dan tidak halal bagi muslimah nikah dengan lelaki kafir ahli kitab ataupun bukan kitabi. Allah berfirman (tentang hal ini) dalam al Qur’an surat al Baqarah ayat 221 dan surat al Mumtahanah ayat 10 tersebut diatas.
Syaikh Abu Bakar al Jazairy berkata : Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlak baik ahli kitab maupun bukan. Beliau berdalil dengan surat al Mumtahanah ayat 10.

Fatwa Majlis Ulama Indonesia tentang nikah lain agama
Fatwa MUI tahun 1980, menegaskan bahwa : Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya. Seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita non muslim.

Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab terdapat perbedaan perdapat. Setelah mempertimbangkan mafsadat dan mudharatnya maka MUI memfatwakan bahwa perkawinan tersebut hukumnya haram. Ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa MUI tahun 2005. 

Nikah lain agama tidak bermanfaat.
Sungguh pernikahan lain agama tidak akan memberi manfaat sedikitpun. Paling tidak ada tiga hal yang mestinya menjadi perhatian bagi yang akan melakukan nikah lain agama ataupun bagi fasilitatornya. 

Pertama : Melanggar hukum agama.
Allah dan Rasulnya telah melarang dengan tegas pernikahan lain agama yang telah dijelaskan dalam al Qur’an serta hadits yang shahih dengan pemahaman sahabat. Begitu pula dengan pendapat para  ulama-ulama salaf dan khalaf, sebagaimana telah disebutkan diatas.  

Ketahuilah, bahwa jika Allah dan Rasulnya telah menetapkan larangan terhadap sesuatu pastilah disitu ada mudharatnya baik yang bisa kita ketahui, belum kita ketahui ataupun tidak kita ketahui karena keterbatasan ilmu dan akal kita. Dalam hal ini kita harus dalam posisi sami’naa wa atha’naa.

Kedua : Melanggar hukum Negara.
Pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas tentang perkawinan termasuk perkawinan lain agama yaitu dengan UU No 1/1974 dan insya Allah disandarkan kepada Al Qur’an dan as Sunnah serta dengan tujuan kemashlahatan.  

Adalah merupakan kewajiban kita untuk mengikuti apa yang telah ditetapkan Ulil Amri atau pemerintah sebagaimana dimaksud dalam firman Allah : “Yaa aiyuhal ladzina amanuu athi’ullaha wa athi’ur rasula wa ulil amri minkum” Wahai orang-orang yang beriman. Taatlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. (Q.S an Nisaa’ 59).

Memang ketaatan kepada pemerintah tidaklah mutlak. Tapi sepanjang tidak mengajak bermaksiat kepada Allah maka menjadi kewajiban untuk diikuti.

Ketiga : Tidak akan mencapai tujuan pernikahan yang hakiki
Tidak ada khilaf bahwa diantara tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan, kedamaian, ketenangan, rahmat dan keberkahan. Dalam bahasa agama sering disebut dengan istilah sakinah, mawaddah, warahmah. Untuk mencapai kebahagiaan dalam perkawinan adalah sebagaimana Rasulullah bersabda : Fazhfar bizzatiddiin, pilihlah wanita yang beragama.

Sungguh tidaklah mungkin bisa diwujudkan sakinah, mawaddah warhmah itu dengan iman yang berbeda dalam satu rumah tangga. Kalaupun terlihat ada maka itu adalah sementara,  tidak langgeng, semua  dan bisa jadi dipaksakan.   
 
Dalam menyikapi problematika pernikahan lain agama, tidak ada pilihan bagi seorang muslim kecuali bersandar kepada apa yang dikatakan Allah dan Rasulnya serta para sahabat dan ulama yang mengikutinya.

Sungguh sangatlah tidak baik jika dalam memahami masalah nikah lain agama  dengan bersandar kepada pendapat orang orang yang mengikuti akalnya, meskipun diantara mereka ada yang memiliki gelar Doktor bahkan Profesor.

Wallahu A’lam. (524)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar