Sabtu, 11 April 2015

PENGHIDUPAN YANG SEMPIT



PENYEBAB PENGHIDUPAN YANG SEMPIT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Semua manusia tentu ingin hidup senang, tenang, bahagia jauh dari kesulitan dan kesempitan. Tidak ada yang ingin susah, melarat dan selalu kekurangan. Untuk itu maka  Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan firman-Nya sebagai   peringatan dan penjelasan tentang penyebab kehidupan yang sempit yaitu tersebab berpaling atau tidak mengindahkan peringatan peringatan Allah Ta’ala.

Allah berfirman :  “Waman a’radha ‘an dzikrii fa inna lahuu ma’iisyatan dhankaa, wa nahsyuruhuu yaumal qiyaamati a’maa”. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan pada hari Kiamat (dibangkitkan) dalam keadaan buta.  (Q.S Thaha 124)

Diantara penafsiran ulama tentang makna penghidupan yang sempit yang disebut dalam ayat ini adalah :

Pertama : Penghasilan dari yang buruk dan haram.
Dalam Kitab Zadul Ma’ad disebutkan bahwa Imam Ibnul Jauzi  menukil bahwa Ibnu Abbas berkata : Penghidupan yang sempit, dalam ayat ini, bermakna disempitkan baginya pintu pintu kebaikan, sehingga dia tidak mendapatkan petunjuk kebaikan dan dia akan mempunyai penghasilan yang haram dari usahanya. Disebutkan pula perkataan adh Dhahak dan Ikrimah, dua ahli tafsir dari kalangan Tabi’in yang mengatakan bahwa : Penghidupan yang sempit, dalam ayat ini, yaitu usaha atau penghasilan yang buruk dan haram.

Lihatlah bagaimana ketajaman pemikiran ulama dalam menjelaskan tentang penghasilan yang buruk dan haram yang  akhirnya  mendatangkan kesengsaraan dan kesusahan dalam hidup seseorang. 

Jadi seseorang yang mempunyai penghasilan yang berlimpah tetapi diperoleh dengan cara yang buruk dan haram maka dia disebut sebagai orang yang mendapat penghidupan yang sempit.

Kedua :  Tidak ada kelapangan hati. 
Imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini : Barangsiapa yang menyelisihi perintah-Ku dan ketentuan syariat yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku (dengan) berpaling darinya, melupakannya, dan mengambil selain petunjuknya  maka baginya penghidupan yang sempit dan sengsara, yaitu di dunia, dan tidak ada kelapangan dalam hatinya. Bahkan hatinya sempit dan sesak karena penyimpangannya, meskipun (terlihat) secara zhahir (hidupnya) senang. Berpakaian , makan dan bertempat tinggal sesukanya. Akan tetapi hatinya selalu diliputi kegundahan, keguncangan dan keraguan karena jauhnya dari kebenaran dan petunjuk-Nya. (Kitab Tafsir Ibnu Katsir).
 
Memang benar kita melihat betapa banyak orang yang berpaling bahkan durhaka terhadap petunjuk Allah tetapi memiliki harta yang banyak dan juga pangkat yang tinggi. Lalu bagaimana bisa orang yang memiliki harta yang banyak dan pangkat yang tinggi akan mengalami kehidupan yang sempit padahal semua yang dia inginkan dan kapanpun dia butuhkan bisa dengan segera mereka penuhi bahkan dengan cara yang mudah dan mungkin berlebihan.

Ketahuilah bahwa kebahagiaan yang hakiki bukan pada sesuatu yang terlihat secara zhahir berupa materi semata. Semua itu sangat sementara bahkan semu seperti fatamorgana. Semua manusia yang berakal (sehat) sangatlah paham  bahwa  kebahagiaan yang hakiki itu ada pada hati bukan pada sesuatu yang terlihat secara zhahir. Dan Rasulullah telah mengingatkan dengan sabda beliau : “Laisal ghinaa ‘an katsratil ‘aradhi wa lakinnal ghinaa ghinan nafs” Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya hati (H.R Imam Bukhari dari Abu Hurairah).

Ketiga : Siksaan di dunia dan diakhirat
Syaikh as Sa’di berkata : Penghidupan yang sempit maksudnya adalah balasan dari Allah yang menjadikan penghidupan seseorang itu (di dunia) menjadi sempit lagi susah. Dan itu terjadi sebagai suatu siksaan. Penghidupan yang sempit juga ditafsirkan dengan siksa kubur. Kuburannya akan dipersempit dan dia terkepung di dalamnya. 

Syaikh as Sa’di menjelaskan pula bahwa  Sebagian ulama tafsir memandang bahwa penghidupan yang sempit itu bersifat umum di dunia, semisal kesedihan, kegetiran dan hal hal yang menyakitkan yang menimpa orang orang yang berpaling dari Rabbnya. Ini  merupakan siksa yang disegerakan di dunia. Kemudian (siksaan) di alam barzakh, diakhirat karena lafaz (ayat ini) adalah mutlak tanpa terikat dengan sesuatupun. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).

Kita bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberi kekuatan untuk selalu berpegang kepada petunjuk-Nya dan petunjuk Rasul-Nya.

Wallahu A’lam.  (266)
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar