Kamis, 02 April 2015

MENGANYAM JARI JEMARI



MENGANYAM JARI JEMARI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Seseorang memiliki pengalaman yaitu pada saat menunaikan ibadah haji  tahun 1994. Dia menceritakan bahwa pada suatu waktu dia melaksanakan shalat Jum’at di Masjidil Haram. Dia datang agak lebih awal ke masjid supaya dapat tempat di dalam masjid. Karena datang lebih awal maka dia lebih lama menunggu shalat Jum at dimulai. Lalu dia duduk di masjid dengan sopan. Tanpa sengaja sambil duduk dia menganyam jari jemarinya yaitu mempertemukan dua telapak tangan dan jari kanan dimasukkan disela jari kiri dan sebaliknya. Sebenarnya ini adalah pemandangan yang sering kita lihat. Sepintas tidak ada masalah.

Ada jamaah yang duduk disebelahnya mengingkari atau melarang dengan menepis tangannya yang sedang menganyam jari jemari ini. Yang menganyam jari ini bingung kenapa tidak boleh, tapi dia langsung berhenti dari menganyam jari jemarinya. Sebenarnya teman ini ingin bertanya kenapa tidak boleh duduk dengan menganyam jari di masjid. Namun orang yang mengingkari itu adalah orang asing,  berwajah Arab dan dia tidak bisa berkomunikasi karena hambatan bahasa.

Begitulah kisahnya. Kemudian katanya,  dua puluh tahun setelah melaksanakan ibadah haji tersebut saya menemukan sebuah hadits yang insya Allah shahih tentang larangan menganyam jari jemari yang termasuk adab dalam mendatangi masjid. Orang yang mendatangi masjid (menunggu shalat) hukumnya sama dengan sedang shalat. 

Rasulullah bersabda : “Idzaa  tawadha-a ahadukum fa ahsin wudhu-ahu tsumma kharaja ‘aamidan ilal masjidi fa laa yusybikunna ashaabi’ihi fa innahu fii shalaah” Apabila diantara kalian berwudhu’ lalu keluar (dari rumahnya) menuju masjid maka janganlah ia menganyam jari jemarinya  karena dia (berada) di dalam shalat. (H.R Imam at Tirmidzi)    
  
Syaikh al Mubarakfuri berkata : Dalam hadits ini dimakruhkan menganyam jari jemari saat keluar rumah menuju masjid untuk shalat dan orang yang menuju masjid untuk shalat akan diberikan pahala shalat dari sejak keluar rumah sampai pulangnya (Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Sunan at Tirmidzi).

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin menjelaskan bahwa larangan ini hukumnya makruh dan tidak haram. Jika suatu waktu dibutuhkan maka hal itu dibolehkan. Rasulullah pernah menganyam jari jemari  saat beliau butuh membuat permisalan ketika beliau bersabda : “Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain seperti satu bangunan yang kokoh saling menguatkan satu sama lain. Lalu beliau menganyam jari jemarinya”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Wallahu a’lam.   (254) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar