Kamis, 16 April 2015

PEMUDA KSATRIA MEMENUHI JANJI



PEMUDA KSATRIA MEMENUHI JANJI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Seorang guru saya, dalam sebuah tausiah disatu masjid,  menceritakan kisah tentang seorang pemuda yang layak disebut pemuda ksatria karena memenuhi janjinya meskipun dengan taruhan nyawanya. Kisah ini, kata beliau, dinukil dari Kitab Nawaadiru al Khulafa’. Insya Allah bermanfaat.

Dikisahkan bahwa pada zaman Kahlifah Umar bin Khaththab ada seorang pemuda yang berangkat dari kampungnya untuk melakukan ibadah Umrah. Dia berangkat sendiri dengan mengendarai unta. Diperjalanan dia beristrirahat sambil memegang tali untanya. Tetapi dia tertidur maka terlepaslah tali unta yang dia pegang. Lalu untanya pergi menuju sebuah kebun yang tidak jauh dari situ. Unta ini rupanya lapar maka dia memakan tanaman yang ada di kebun itu.
Kebun itu dijaga oleh seorang kakek. Melihat tanamannya dimakan oleh unta maka kakek ini ketakutan karena bisa dimarahi pemilik kebun. Lalu unta itu diusirnya tapi tidak mau pergi malah masih makan terus. Lalu kakek ini mengambil sepotong kayu dan memukul unta itu. Tapi ternyata dengan satu pukulan yang tidak seberapa kerasnya unta itu mati. 
Kemudian pemuda  tadi tidur bangun dan mencari untanya. Dia berkeliling dan  menemukan untanya berada disebuah kebun dan telah mati. Pada saat dia bingung dan panik, dia melihat seorang kakek di kebun itu, lalu dia bertanya : Wahai kakek siapa yang telah membunuh unta ini. Kakek menjawab dengan jujur : Aku yang telah membunuhnya. Lalu pemuda ini memukul kakek tersebut dengan kayu yang tadi digunakan untuk memukul untanya. Allah berkehendak ternyata kakek itu meninggal  meskipun pemuda tersebut tidak berniat membunuhnya.
Pada saat itu pula datang dua orang anak muda ke kebun memanggil manggil kakeknya. Tapi ternyata kakeknya sudah meninggal. Lalu kedua anak muda ini bertanya kepada pemuda yang  masih berada disitu. Wahai pemuda siapa yang telah membunuh kakek kami. Dijawab : Saya yang telah membunuhnya kata pemuda  itu. Lalu kedua anak muda itu berkata lagi : Kami menuntut agar keadilan ditegakkan. Ayolah ikut kami menghadap Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab.
Didepan Amirul Mukmin   diceritakanlah tetang peristiwa kematian kakek tersebut. Pemuda ksatria ini tidak membantah dan mengaku bahwa memang dia yang telah membunuh si kakek. Setelah bertanya dan mendapat keterangan yang jelas serta meyakinkan maka  Amirul Mukminin  berkata : Wahai pemuda saya akan menegakkan keadilan. Telah diputuskan bahwa engkau bersalah dan dikenakan hukuman mati sebagai qishash. Pemuda ini menjawab : Baik Amirul Mukminin, saya siap untuk menjalaninya. 
Amirul Mukminin berkata lagi : Wahai pemuda hukuman akan  dilaksanakan dalam waktu dekat. Adakah permintaanmu sebelum hukuman engkau jalani. Pemuda ini menjawab : Ada, wahai Amirul Mukminin. Berilah saya kesempatan beberapa hari pulang ke kampung saya untuk memberitahukan kepada orang tua dan saudara saudara saya bahwa saya akan menjalani hukuman mati. Selain itu, kata pemuda tersebut : Saya memiliki beberapa kewajiban dan hutang di kampung yang saya ingin melunasinya sebelum mati.
Lalu Umar berkata : Saya mengizinkan kamu pulang ke kampung beberapa hari tetapi engkau harus mencari seseorang sebagai jaminan jika  pada waktu yang ditetapkan engkau tidak kembali maka orang itu yang jadi tebusanmu. Tentu saja pemuda ini menjadi bingung. Meskipun banyak yang hadir dipersidangan itu tapi tidak satupun yang dia kenal apalagi mau menjadi penjamin bagi dirinya yang telah dijatuhi hukuman mati. 
Dalam keadaan bingung itu, lalu ada satu orang yang hadir di situ dan berkata dengan lantang : Wahai Amirul Mukminin, saya siap menjadi penjamin anak muda ini. Berilah dia waktu beberapa hari untuk menunaikan keperluannya di kampung. Sungguh Amirul Mukminin,   saya ingin berbuat baik kepada pemuda ini. Lalu siapakah orang 
yang berani menjamin anak muda yang tidak dikenalnya ini, dialah seorang sahabat yang mulia Abu Dzar al Ghifari. 
  
Setelah ditetapkan hari kapan pemuda ini harus kembali dan menjalani hukumannya, maka pemuda ini berangkat ke kampung untuk menyelesaikan urusannya. Lalu pada hari yang dijanjikan Amirul Mukminin sudah menyiapkan segala sesuatu untuk pelaksanaan hukuman pancung bagi pemuda tersebut. Pemuda ini ditunggu kedatangannya. Ternyata sampai habis zhuhur dia belum datang. Orang orang sudah mulai ada yang memberi komentar bahkan ada yang berburuk sangka. Barangkali pemuda ini tidak mau datang menjalani hukuman. 
Setelah datang waktu shalat Ashar pemuda ini juga belum datang maka semakin riuhlah komentar orang orang. Ternyata menjelang Maghrib terlihat dari kejauhan seseorang yang berlari dengan cepatnya. Itulah pemuda ksataria tersebut datang  memenuhi janjinya untuk melaksanakan hukuman mati.
Semua orang berguman, memuji pemuda ini yang berusaha datang pada hari yang ditetapkan baginya. Lalu beberapa saat sebelum pelaksanaan hukuman ternyata dua anak muda cucu kakek yang dibunuh tersebut berkata : Wahai Amirul Mukminin, kami bermohon agar pelaksanaan hukuman dibatalkan. Kami telah sepakat untuk memaafkan pemuda ksatria ini atas kelalaiannya membunuh kakek kami. Akhirnya pemuda ini dibebaskan.
Kemudian orang orang ingin tahu apa rahasia semuanya ini lalu mereka bertanya :
Pertama : Kepada pemuda ksatria.
Wahai pemuda kenapa engkau mau memenuhi janjimu untuk melaksanakan hukuman mati padahal bisa saja engkau tidak datang lalu bersembunyi atau melarikan diri. Pemuda ini menjawab : Sungguh aku datang untuk memenuhi janjiku karena aku khawatir kalau orang orang belakangan nanti tidak mau memenuhi janji janjinya.  
Kedua : Kepada Abu Dzar al Ghifari.
Wahai Aba Dzar kenapa engkau mau menolong untuk menjamin pemuda yang tidak engkau kenal ini dengan jaminan yang sangat berat risikonya yaitu nyawamu. Lalu Abu Dzar menjawab : Sungguh aku mau berbuat baik kepada pemuda ini karena aku khawatir kalau orang orang belakangan nanti tidak ada lagi yang mau berbuat baik.
Ketiga : Kepada dua anak muda yang memaafkan.
Wahai anak muda kenapa engkau berdua mau memaafkan pemuda yang telah membunuh kakekmu sehingga ia terbebas dari hukuman mati. Lalu kedua anak muda ini menjawab : Sungguh kami mau memaafkan si pemuda itu karena kami khawatir kalau orang orang belakangan nanti tidak adalagi yang mau menjadi pemaaf. 
Saudaraku bagaimana jika kisah ini terjadi di zaman kita sekarang. Tentu jalan ceritanya akan menjadi sangat berbeda. Kenapa berbeda ? Jawabnya adalah sederhana yaitu pada saat ini  (1) Tidak banyak orang yang suka memenuhi janji yang merupakan kewajibannya (2) Tidak banyak orang yang suka berbuat baik kepada orang lain yang sedang kesusahan dan butuh pertolongan dan (3) Tidak banyak orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain. 
Sekarang mari kita bicarakan sedikit tentang  tiga point utama yang mestinya menjadi i’tibar bagi kita semua yaitu :
Pertama : Tentang memenuhi janji.
Ketahuilah bahwa memenuhi janji adalah sesuatu yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada manusia. Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu aufu bil ‘uquud”  Wahai orang orang yang beriman, penuhilah janji janji. (Q.S al Maidah 1)
Allah berfirman : “Wa aufuu bil ‘ahdi, innal ‘ahda kaana mas-uulaa”   Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggung- jawabannya. (Q.S al Isra’ 34)
Satu hal yang sangat perlu menjadi perhatian kita pula adalah apa yang diperingatkan Rasulullah kepada umatnya bahwa mengingkari janji adalah salah satu tanda orang munafik. Rasulullah bersabda : “Ayaatul munafiqi tsalats, Idzaa haddatsa kadzaba, wa idzaa wa’ada akhlafa wa idzaa tumina khaana” Tanda tanda orang munafik  ada tiga (1) Apabila berbicara ia berdusta (2) Apabila berjanji ia mengingkari (3) Apabila diberi amanat ia berkhianat" (H.R Imam Muslim)
Oleh karena itu janganlah sekali kali melalaikan janji janji kita terutama janji kepada Allah untuk beribadah hanya kepada-Nya saja dan janji kita kepada manusia dalam bermuamalah.
Kedua : Tentang berbuat baik.
Sungguh Allah telah sangat banyak  berbuat baik kepada hamba hamba-Nya dan Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik pula. Allah berfirman : “Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat  baiklah (kepada manusia) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77)

Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang pastilah kebaikan itu akan  kembali kepadanya. Jika seseorang suka menolong pasti akan ditolong, jika seseorang suka memaafkan pasti akan dimaafkan. Jika seseorang suka memudahkan urusan orang lain maka pada suatu waktu dia mendapat kesulitan pasti akan ada saja yang menolongnya, insya Allah.  Begitupun sebaliknya. Ini sunatullah. Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat buruk , maka (keburukan) itu bagi dirimu sendiri.
Allah berfirman : “Hal jazaa-ul ihsan illal ihsaan” Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula (Q.S ar Rahmaan 60).
Ketiga : Tentang memaafkan.
Sungguh suka memaafkan adalah salah satu tanda orang bertakwa. Setiap muslim tentu sangat ingin menjadi orang yang bertakwa karena main goal dari kehidupan seorang muslim adalah mendapat surga dan surga hanya disediakan buat orang orang yang bertakwa.

Allah berfirman : “Alladzina yunfiquuna fissaraa-i wadhdharraa-i wal kaazhiminal ghaizha, wal ‘aafiina ‘aninnaasi wallaahu yuhibbul muhsiniin”. (Orang orang yang bertakwa adalah) Orang orang yang berinfak baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang orang yang berbuat baik (Q.S Ali Imran 134).
Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.  (271)



   
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar