Selasa, 21 April 2015

NIAT BAIK SAJA TIDAK CUKUP



NIAT BAIK SAJA TIDAK CUKUP

Oleh : Azwir B. Chaniago

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa dalam melakukan sesuatu yang bermanfaat, tidaklah cukup dengan niat baik saja. Niat baik memang harus dikedepankan tetapi harus dibarengi pula dengan cara yang benar. Ini berlaku untuk segala macam perbuatan baik, juga untuk urusan dunia apalagi untuk urusan akhirat.

Ada dua contoh sederhana tentang niat baik yang berkaitan dengan urusan dunia.

Pertama : Seorang murid Sekolah Dasar disuruh mengerjakan sebuah soal oleh gurunya : Berapa luas satu bidang jika panjangnya 4 meter dan lebarnya 2 meter. Si anak dengan niat baik untuk memenuhi tugas dari gurunya lalu mengerjakan soal tersebut. Dia ternyata menambahkan 4 dengan 2 sehingga menjadi 6. Lalu memberikan jawaban kepada gurunya bahwa luas bidang tersebut adalah 6 meter persegi. Jawabannya tentu salah karena meskipun niat baiknya sudah ada tapi caranya tidak benar. Seharusnya dia mengalikan 4 dengan 2 maka jadinya adalah 8 meter persegi, tapi anak ini menambahkan 4 dengan 2. Oleh karenanya anak ini tentu tidak mendapat nilai.

Kedua :  Pada suatu hari seorang suami meminta  istrinya untuk membuat rendang yang masakan Padang itu. Lalu si istrinya mempersiapkan segala sesuatu untuk membuatnya dengan niat baik memenuhi  keinginan suaminya. Tapi cara membuatnya salah meskipun niatnya sudah baik. Seharusnya diberi santan kelapa tapi dia beri kecap. Maksudnya supaya warnanya kehitam hitaman karena begitulah warna rendang yang dia tahu. Akhirnya masakan itu tidak jadi rendang tapi jadi semur. Niatnya memang sudah baik tapi caranya tidak benar sehingga dia tidak mencapai tujuannya untuk membuat rendang.

Apalagi untuk  urusan akhirat atau urusan ibadah tentu niat baik saja juga tidak cukup tetapi haruslah dengan cara yang  benar. Para ulama sepakat bahwa syarat diterimanya suatu ibadah adalah niat yang baik yaitu ikhlas karena Allah dan caranya harus  benar yaitu yang diajarkan oleh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam.

Allah berfirman : “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum aiyukum ahsanu ‘amalaa.”  (Allah) Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa yang  lebih baik amalnya. (Q.S al Mulk 2)
Imam Qadhi Iyadh menjelaskan bahwa  makna ahsanuamala dalam ayat ini adalah amalan yang ikhlas semata-mata karena Allah dan mengikuti contoh yang diajarkan oleh Rasulullah.

Diantara dalil tentang syarat sahnya suatu ibadah adalah :

Pertama : Niat karena Allah semata.
Allah subhanahu Ta’ala berfirman : “Wamaa umiruu illaa liya’budullaha mukhlishiina lahuddiin. Padahal mereka hanya diperintah untuk menyembah Allah dengan ikhlas mantaatiNya semata mata karena (menjalankan) agama. (Q.S al Baiyinah 5).   

Kedua : Sesuai dengan cara yang diajarkan Rasulullah.
Allah Ta’ala berfirman : “…Wamaa ataakumur rasuulu fa khudzuuhu, wamaa nahaakum anhu fantahuu…” Dan apa apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Q.S al Hasyr 7)

Rasulullah bersabda : “Man ahdatsa fii amrinaa hadzaa maa laisa minhu fahuwa raddun.” Barang siapa yang mengada ada dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka amalannya tertolak. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ada sebuah atsar yang berkaitan dengan penyelisihan terhadap sunnah atau petunjuk Rasulullah, dikeluarkan antara lain oleh Ad Darimi, al Baihaqi dan di shahihkan oleh Syaikh al Albani, yaitu : 
 
“Dari Sa’id bin Musayyib, ia melihat seorang laki laki menunaikan shalat sunat fajr lebih dari dua raka’at. Ia memanjangkan rukuk dan sujudnya. Maka Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu bertanya : Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku dengan sebab aku shalat. Beliau menjawab : Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi Sunnah.”  

Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani memberi komentar terhadap atsar ini dalam kitab Irwa’ul Ghalil. : Ini adalah jawaban Sa’id bin Musayyib yang sangat indah. Dan merupakan bantahan terhadap orang orang yang menganggap baik sesuatu bid’ah dengan alasan dzikir dan shalat. Kemudian menuduh ahlus sunnah mengingkari dzikir dan shalat. Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelisihan terhadap tuntunan Rasulullah dalam dzikir, shalat dan yang lainnya.

Oleh karena itu mari kita pelihara amal ibadah kita agar tetap memenuhi syarat ikhlas dan ittiba’ yaitu tidak menyelisihi apa yang di ajarkan oleh Rasulullah Sallahu ‘alaihi wasallam. Tidaklah cukup dengan niat baik saja.


Sungguh Allah telah memberikan peringatan dengan kedatangan cobaan dan adzab terhadap orang orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya. Allah Ta’ala  berfirman : “Falyahdzril ladzina yukhaalifuuna ‘an amrihii an tushiibahum fitnatun au yushiibahum ‘adzaabun aliim” Maka hendaklah orang orang yang menyalahi (menyelisihi) perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (Q.S an Nuur 63).

Allahu a’lam.  (276)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar