Kamis, 06 November 2014

PRASANGKA BURUK



TENTANG PRASANGKA BURUK

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Seorang hamba tidaklah bisa terbebas sama sekali dari perasaan buruk sangka atau su’uzhan,  kecuali orang orang yang mendapat lindungan Allah dari hal ini. Jika pada suatu waktu timbul perasaan demikian maka seorang hamba perlu menjaga diri dan berusaha menjauhinya agar tidak menimbulkan mudharat bagi diri sendiri dan bagi orang lain.

Ketahuilah, berapa banyak kemudharatan, persengketaan  permusuhan bahkan peperangan  yang telah terjadi sebagai akibat prasangka buruk. Sering juga terjadi bahwa prasangka membuat seseorang merasa menyesal berkepanjangan.

Makna  prasangka
Al Imam Raghib Ashfani berkata: Azhzhan adalah sebuah nama untuk sesuatu yang bersifat terkaan karena ada indikasi dan tanda-tandanya. Bila sangkaan ini kuat maka akan membawa kepada ilmu. Jika sangat lemah maka tidaklah melebihi kecuali disebut prasangka dan dugaan saja.
Al Imam Ibnu Manzhur berkata. Azhzhan maknanya adalah ragu-ragu dan yakin. Tapi yakin dalam zhan bukan keyakinan yang pasti melainkan keyakinan yang dihasilkan dari berfikir. Keyakinan yang pasti tidak dikatakan kecuali untuk ilmu (Lisanul Arab).

Larangan berprasangka buruk.
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang orang yang beriman untuk berprasangka karena termasuk sebagian dari dosa. Allah berfirman : Yaa aiyuhalladzina aamanuuj tanibuu katsiiran minazh zhan, inna ba’dhazh zhanni itsmun. Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S al Hujurat 12)

Berkenaan dengan ayat ini  Imam Ibnu Katsir berkata : Allah melarang para hamba-hambanya yang beriman, dari perbuatan curiga, prasangka dan dugaan, apakah itu kepada keluarganya, kerabat atau manusia pada umumnya jika tidak pada tempatnya.  Sebab pada sebagian prasangka dan curiga itu terdapat dosa, maka jauhilah perbuatan banyak curiga sebagai pencegah dari dosa.

Selanjutnya, Imam Ibnu Katsir berkata : Seorang muslim adalah orang yang selalu memberi udzur kepada orang lain sehingga batinnya selamat. Sedangkan orang munafik adalah orang yang selalu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain karena bathinnya buruk.

Rasulullah bersabda: Iyyakun wazh-zhan. Fainna zhanna ahdzabul hadits” Waspadalah kalian terhadap prasangka karena prasangka adalah sejelek-jelek perkataan (H.R Imam Bukhari  dan Imam Muslim)

Al Iman an Nawawi berkata: Maksud hadits ini adalah larangan dari berprasangka buruk” (Syarah Shahih Muslim)

Al Hafizh Ibnu Hajar Ashqalani berkata: Hadits ini memberikan isyarat bahwa prasangka yang terlarang adalah prasangka yang tidak bersandar kepada sesuatu apapun yang bisa dijadikan pijakan menghukuminya. Dengan demikian orang yang menghukumi sesuatu tanpa pijakan disebut pendusta. Penyebutan “prasangka” lebih buruk hukumnya dari dusta yaitu sebagai celaan yang sangat keras dan wajib dijauhi. (Fathul Bari, dengan diringkas).
 
Nasehat Ibnu Qadamah.
Sangatlah banyak ulama dari dahulu hingga sekarang yang memberikan nasehat agar seorang yang beriman berusaha menjauhi prasangka. Diantaranya adalah al Imam Ibnu Qudamah.

Beliau berkata : Ketahuilah bahwa buah dari prasangka buruk adalah mencari-cari kesalahan, sebab hatimu tidak akan merasa puas hanya dengan berburuk sangka, tetapi ia akan mencari pembenarannya, sehingga dia sibuk mencari-cari kesalahan. Ini dilarang karena bisa menjurus kepada perbuatan membuka aib orang lain.
Jika seorang muslim nyata-nyata membuat kesalahan, bukan sekedar prasangka, maka beri dia nasehat secara diam-diam tanpa diketahui orang lain. (Kitab Mukhtashar  Minhajul Qashidin).

Kita bermohon perlindungan kepada Allah dari  berprasangka buruk kepada saudara saudara kita sesama muslim.
Wallahu a’lam. (113)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar