Rabu, 16 Januari 2019

HUSNUZHAN KEPADA ALLAH PASTI MENDATANGKAN KEBAIKAN


HUSNUZHAN KEPADA ALLAH PASTI
MENDATANGKAN KEBAIKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Ketahuilah bahwa ketika seorang hamba memiliki persangkaan baik atau husnuzhan kepada Rabb-nya maka Allah Ta’ala akan memberikan  kebaikan baginya. Dalam bagian awal dari sebuah hadits yang cukup panjang disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman :

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى

Aku sesuai persangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam Kitab  Syarah Hishnul Muslim disebutkan  bahwa Allah Ta’ala sesuai persangkaan hamba-Nya terhadap diri-Nya. Jika seorang hamba berprasangka baik terhadap-Nya, dia akan mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, jika dia berprasangka buruk maka dia akan mendapatkan keburukan.

Mengenai makna hadits ini pula, al Qadhi Iyadh berkata : Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah akan memberi ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba bertaubat. Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya adalah raja’ yaitu berharap pada Allah dan meminta ampunannya. (Syarh Shahih Muslim).

Selanjutnya dalam sebuah hadits juga disebutkan : “Innallaha Ta’ala yaquulu : Anaa ‘inda zhanni ‘abdii bii. In  khairan fa khairun. Wa inna syarran fa syarun”. Allah Ta’ala berfirman : Aku sesuai prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku. Jika PERSANGKAANNYA BAIK DIA MENDAPAT KEBAIKAN. Namun jika persangkaannya buruk maka dia akan mendapatkan keburukan. (Lihat Silsilah Hadits Shahih).

Ketahuilah bahwa makna ZHANNI ‘ABDII BII adalah persangkaan terkabulnya doa saat berdoa, persangkaan diterima taubat saat bertaubat, persangkaan mendapat ampunan pada saat dia memohon ampun. Persangkaan mendapat pahala saat melakukan ibadah dengan memenuhi segala syarat syaratnya serta berpegang dengan kebenaran janji Allah. (Syarah Hishnul Muslim). 

Oleh karena itu seseorang harus bersungguh sungguh melakukan amalan shalih karena yakin bahwa Allah Ta’ala akan menerima amalannya dan memberikan ampunan kepadanya. Sebab Allah Ta’ala telah menjajikan hal itu dan Allah Ta’ala tidak pernah menyelisihi janji-Nya.

Namun jika seseorang berkeyakinan serta berprasangka bahwa Allah Ta’ala tidak menerima amalannya lantas amalan tersebut tidak berguna baginya. Itulah sikap putus asa dari rahmat Allah dan itu termasuk dosa besar. Barangsiapa mati dalam keadaan demikian dia dikembalikan kepada apa yang dipersangkakannya. Adapun berprasangka mendapatkan ampunan Allah namun dia masih saja melakukan kemaksiatan  maka hal itu jelas jelas sebuah kebodohan dan tipu daya. (Lihat Fathul Baari).

Syaikh Muhammad bi Shalih al Utsaimin berkata : Husnuzhan (berprasangka baik) kepada Allah adalah ketika seseorang  beramal shalih ia berprasangka baik kepada Rabb-nya bahwa Dia akan menerima amalannya tersebut. Jika dia berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dia berprasangka baik kepada Allah bahwa  Dia akan menerima doanya dan mengabulkannya. Jika dia melakukan dosa, kemudian bertaubat kepada Allah, dan menyesali perbuatannya tersebut, dia berprasangka baik kepada Allah bahwa Dia akan menerima taubatnya.

Jika Allah menetapkan musibah baginya, ia berprasangka baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla  bahwa dibalik musibah tersebut ada hikmah yang agung. Ia berprasangka baik kepada Allah dalam semua takdir yang Allah tetapkan baginya, dan dalam semua aturan syariat yang Allah Ta’ala tetapkan melalui lisan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa itu semua baik dan merupakan maslahat bagi semua makhluk.

Walaupun sebagian orang tidak mengetahui apa maslahatnya, serta tidak memahami apa hikmah dari apa yang disyariatkan tersebut. Namun wajib bagi kita semua untuk
berserah diri terhadap ketetapan Allah Ta’ala baik yang berupa takdir maupun berupa hukum syar’i” (Fatawa fil Aqidah)

Dalam satu riwayat disebut pula :

أنا عند ظن عبدي بي فإن ظن بي خيرا فله الخير فلا تظنوا بالله إلا خيرا

Aku menuruti prasangka hamba terhadapKu, jika Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan. (H.R Imam  Bukhari )

Ketahuilah bahwa persangkaan baik kepada Allah Ta’ala adalah amalan hati dan harus pula diikuti dengan perbuatan.  Syaikh Shalih al Fauzan hafizahullah berkata : Prasangka yang baik kepada Allah seharusnya disertai meninggalkan kemaksiatan. Kalau tidak,maka itu termasuk sikap merasa aman dari azab Allah.

Jadi,  prasangka baik kepada Allah harus disertai dengan melakukan sebab datangnya kebaikan dan sebab meninggalkan kejelekan.  Itulah pengharapan yang terpuji. Sedangkan prasangka baik kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan melakukan yang diharamkan, maka itu adalah pengharapan yang tercela. Ini termasuk sifat merasa aman dari makar Allah. (Al Muntaqa min Fatawa Syaikh al Fauzan).

Sungguh persangkaan baik kepada Allah Ta’ala adalah sebesar besar pintu kebaikan. Oleh karena itu tetaplah dalam posisi husnuzhan kepada Allah Ta’ala dalam setiap waktu dan keadaan.

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ 

Janganlah salah satu di antara kalian meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah. (H.R Imam Muslim)

Oleh sebab itu maka husnuzhan menjadi lebih penting lagi ketika seseorang sedang menghadapi kematian. Dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyyah, dikatakan :  Seorang mukmin diharuskan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, dan lebih ditekankan dalam prasangka baik kepada Allah pada saat ditimpa musibah dan ketika akan meninggal dunia.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.512)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar