Senin, 26 September 2016

TELADAN ULAMA SALAF MENYEMBUNYIKAN AMAL



TELADAN ULAMA SALAF MENYEMBUNYIKAN AMAL

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh banyak manusia yang ingin namanya masyhur, dikenal dan disebut dimana mana dengan kelebihan kelebihannya. Untuk itu mereka  melakukan berbagai usaha agar memperolehnya.
Namun demikian sangatlah tidak terpuji jika seorang hamba memperlihatkan amal amal yang sebenarnya bisa bahkan seharusnya disembunyikan tetapi diperlihatkan  untuk menjadi masyhur dan dipuji orang banyak.  Bisa jadi  dia akan masyhur dikalangan manusia sekitarnya misalnya namanya masyhur karena rajin puasa sunnah, rajin shalat malam dan rajin berinfak. Kenapa bisa jadi masyhur dengan amalnya karena dia sering menunjukkan dan menceritakan kepada kepada orang banyak tentang ibadahnya.

Ini hakikatnya merugikan dirinya sendiri dan bisa jatuh kepada riya’ . Orang yang beramal dengan riya’   memang ada kemungkinan memperoleh  pujian   yang dia harapkan  dari orang banyak. Sehingga namanya tersohor kemana mana. Ini sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah : “Man samma’a samma’allahu bihi, wa man yuraa-ii yuraa-illahu bihi”. Barangsiapa yang memperdengarkan maka Allah Ta’ala akan memperdengarkan tentangnya. Dan barangsiapa yang memperlihatkan (riya’) maka Allah Ta’ala akan memperlihatkan tentang itu. (H.R Imam Bukhari).

Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan bahwa diantara makna hadits : “Allah Ta’ala memperdengarkan tentangnya”  adalah barangsiapa beramal dengan maksud meraih kedudukan dan kehormatan di masyarakat dan bukan karena mengharap Wajah Allah maka Allah Ta’ala akan menjadikan dia bahan pembicaraan di antara orang orang yang dia harapkan pujian dan tidak akan mendapat pahala di akhirat (Fathul Bari).

Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan bahaya beramal dengan riya’ yaitu sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya : Wahai orang-orang yang beriman !. Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S al Baqarah 264). 

Sungguh para ulama terdahulu sangatlah suka menyembunyikan amalnya sehingga selamat dari riya’. Mereka sudah sangat senang jika Allah saja yang mengetahui amal shalihnya.

Perhatikanlah bagaimana ulama ulama terdahulu menjaga amalnya agar selamat dari riya’ dan sangatlah baik untuk kita teladani, diantaranya :
 
Pertama : Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Abu Hamzah ats Tsumali berkata : Ali bin Husain memikul sekarung roti pada malam hari untuk dia sedekahkan (kepada penduduk Madinah yang miskin). Dia berkata : Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi memadamkan kemarahan Allah Ta’ala. Ini adalah hadits yang marfu’ dari Nabi yang diriwayatkan dari banyak sahabat seperti Abu Sa’id al Khudri, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan yang lainnya. 

Dari ‘Amr bin Tsabit, dia berkata : Tatkala Ali bin Husain wafat, orang memandikan jenazahnya lalu mereka melihat bekas hitam pada pundaknya. Mereka bertanya : Apa ini. Lalu ada yang menjawab : Beliau selalu memikul berkarung karung tepung pada malam hari untuk dibagikan kepada fakir miskin yang ada di Madinah.

Berkata Ibnu ‘Aisyah, ayahku berkata kepadaku : saya mendengar penduduk Madinah berkata, kami tidak kehilangan sedekah yang tersembunyi hingga wafatnya Ali bin Husain. (Lihat Sifatus Shafwah).

Begitulah  Ali bin Husain menyembunyikan amalannya hingga penduduk Madinah yang menerima sedekahnya tidak  tahu. Mereka mengetahui setelah Ali bin Husain wafat karena sedekah tersembunyi yang mereka terima tidak ada lagi dan orang orang juga menemukan tanda hitam di pundak beliau karena sering memikul beban berat.   

Kedua : Tamim ad Dari.
Pada suatu kali seseorang bertanya kepada Tamim ad Dari : Bagaimana shalat malam engkau, maka marahlah Tamim, bahkan sangat marah. Kemudian Tamim berkata : Demi Allah, satu rakaat saja shalatku di tengah malam tanpa diketahui (orang lain), lebih aku sukai daripada aku shalat semalam penuh kemudian aku ceritakan kepada manusia. (Kitab az Zuhud Imam Ahmad).

Ternyata Tamim ad Dari menutup pintu yang bisa membuatnya terjatuh kepada riya’. Dia tidak mau menjawab pertanyaan orang orang yang ingin tahu perihal ibadahnya karena betul betul ingin menyembunyikannya. 

Bandingkanlah dengan sebagian orang orang di zaman ini. Terkadang jika mereka telah beribadah dan tidak ada orang yang tahu seperti sedekahnya, puasa sunnah dan shalat malamnya maka dia menunggu dan berharap ada yang bertanya sehingga dia bisa menceritakan. Kalau ada yang bertanya maka gembiralah hatinya. Apalagi jika ada pula yang memberi pujian terhadap ibadahnya. 

Ketiga : Ayyub as Sikhtiyani.
Beliau biasa shalat sepanjang malam. Bila fajar menjelang maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Jika telah terbit fajar maka dia pun mengangkat suaranya seakan akan dia baru saja bangun. (al Hilyah).

Keempat : Abdullah bin Mubarak.
Muhammad bin A’yun menceritakan bahwa dia bersama Abdullah bin Mubarak dalam suatu peperangan di negeri Rum. Ketika kami selesai shalat Isya Ibnul Mubarak pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan kepadaku  bahwa dia sudah tertidur. Maka akupun, dengan tombak di tanganku meletakkan kepalaku diatas tombak itu, seakan akan aku juga sudah tertidur. 

Ibnul Mubarak menyangka aku sudah tertidur. Lalu dia bangun diam diam agar tidak ada seorang pun dari pasukan yang mendengarnya dan dia shalat malam hingga datang fajar. Pada  saat fajar telah terbit maka dia pun datang untuk membangunkan aku karena dia menyangka aku telah tidur, seraya berkata : Wahai Muhammad, bangunlah !. Aku pun berkata : Sesungguhnya aku tidak tidur. Ketika Ibnul Mubarak mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat shalat malamnya.

Sejak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara denganku dalam setiap peperangan, seakan akan dia tidak suka aku mengetahui shalat malamnya. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih menyembunyikan kebaikan kebaikannya daripada Ibnul Mubarak. (Ibnu Abi Hatim, al Jarh wa at Ta’dil).  

Ketahuilah bahwa menampakkan amal tidaklah terlarang tapi menyembunyikannya lebih utama. Allah Ta’ala berfirman : Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”. (Q.S al Baqarah 271)

Namun demikian ketahuilah bahwa  menjaga amal  dari perasan riya’ sangatlah berat kecuali bagi orang orang yang diberi hidayah oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk menyembunyikan setiap amal yang memang bisa disembunyikan agar amal tersebut tidak rusak.

Insya Allah bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (810)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar