Sabtu, 03 September 2016

PUJIAN TIDAK SELALU BERMANFAAT



PUJIAN TIDAK SELALU BERMANFAAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam kehidupan bermasyarakat tidaklah kita lepas dari berbagai  perkataan  memuji dan dipuji. Apakah setiap pujian bermanfaat. Bagi sebagian orang mungkin adakalanya pujian membesarkan hatinya. Bisa jadi pula memberi tambahan semangat dalam melakukan sesuatu. Namun demikian  terkadang kita juga   bertemu dengan orang  yang tidak suka dipuji. 

Lalu bagaimana pemahaman para ulama tentang pujian. Nampaknya mereka menghindari dari berbagai pujian pada hal para ulama, dengan ilmu, amal dan dakwahnya, sebenarnya pantas untuk mendapat pujian.

Sungguh para ulama yang mumpuni ilmunya telah mengingatkan kita tentang memuji dan dipuji.

Pertama : Sufyan bin Uyainah berkata : Pujian tidak akan berbahaya bagi orang yang sadar siapa dirinya. Seorang shalih jika dipuji, maka ia berkata : “Ya Allah, mereka tidak mengenal diriku, sedangkan Engkau Maha Mengetahui tentang diriku”.

Kedua : Imam Ibnul Qayyim mengingatkan bahwa pujian adalah salah satu  musuh ikhlas dalam beramal. Sifat suka dipuji  kata beliau bila bercampur dengan ikhlas maka yang satu akan membunuh yang lain.

Ibarat api dicampur dengan air, tidak akan pernah bersatu. Kalau apinya besar akan membunuh air dan kalau airnya besar akan membunuh api. Sifat suka dipuji jika bercampur dengan ikhlas adalah seperti juga biawak bercampur dengan ikan, yang satu akan membunuh yang lain. Kalau ikannya lebih besar akan membunuh biawak dan kalau biawaknya lebih besar maka akan membunuh ikan. (Lihat Fawaidul Fawaid).

Nampaknya inilah salah satu rahasia kenapa para ulama tidak suka dipuji terutama sekali untuk menjaga keikhlasannya dalam beribadah karena keikhlasan jika bercampur dengan sifat suka dipuji maka salah satunya akan mati. Melihat pada kenyataan, yang sering terbunuh adalah ikhlas jika berhadapan dengan sikap suka dipuji.

Ketiga : Imam al Ghazali, dalam Kitab Ihya, menganggap pujian sebagai salah satu bahaya lisan. Bahayanya, kata beliau,  ada pada yang memberi pujian dan yang diberi pujian, diantaranya  :

(1) Seseorang yang memberi pujian cenderung berlebihan dalam memuji. Dia sebenarnya  tidak tahu semua keadaan orang yang dipuji. Bahkan ada  kemungkinan pula bahwa yang memuji tidak menyenangi orang yang dipuji, tapi memberi pujian karena mengharapkan sesuatu atau karena memiliki kepentingan. 

(2) Seseorang yang menerima pujian kadang kadang lupa diri, sehingga bisa jatuh pada ujub dan sombong dan ini adalah dua jenis penyakit yang berbahaya. Bisa juga terjadi bahwa yang dipuji berbesar hati dan merasa sudah lebih baik dari orang lain, sehingga melemahkan semangatnya untuk memperbaiki diri.

Selanjutnya mari kita perhatikan nasihat dari dua Amirul Mu’minin tentang bagaimana menghadapi   pujian,  yaitu :

Pertama : Umar bin Khaththab pernah dipuji oleh seseorang. Lalu Umar berkata : “Apakah engkau akan merusak aku dan merusak dirimu ?.

Kedua :  Ali bin Abi Thalib ketika dipuji seseorang beliau berdoa : “Ya Allah, ampunilah diriku karena sesuatu yang tidak mereka ketahui. Jadikanlah diriku lebih baik daripada yang mereka sangka”

Lalu bagaimana jika pujian mendatangi seseorang ?. Hendaklah dia sikapi secara bijak dan proporsional, diantaranya :

Pertama : Abaikan setiap pujian karena pujian manusia tidak akan membuat seseorang mulia. Kalaupun akan mendatangkan kemuliaan, itu adalah semu dan sangat sementara. Kemuliaan seorang hamba tidak datang bersama pujian tapi kemuliaan itu datang dengan ketakwaan. Allah berfirman : “Inna akramakum ‘indallahi atqaakum” Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Q.S al Hujurat 13).

Kedua : Seseorang yang dipuji haruslah sungguh sungguh menyadari bahwa orang yang memuji  tidak mengetahui semua keadaan dirinya. Apalagi yang ada didalam hatinya. Orang yang memuji biasanya hanya ibarat melihat photo atau gambaran sesaat  tidak melihat video sebagai gambaran keseluruhan. Jika orang yang memuji mengetahui seluruh keadaan orang yang dipuji tentulah dia tidak akan mau memberi pujian.

Ketiga :  Seseorang jika menerima pujian maka haruslah berlaku bijak sehingga selamat dari perasaan ujub ataupun perasaan sombong. Selain itu seorang yang dipuji bisa jadi merasa sudah hebat, sudah merasa lebih baik dari orang lain. Ini bisa jadi akan melemahkan semangatnya untuk mencapai  prestasi berikutnya baik dalam ilmu, amal dan yang lainnya.

Keempat : Bila mau berfikir jernih, maka jujur saja, sungguh kita ini tidak ada apa-apanya. Kita hanya seorang manusia yang berlumur dosa yang sementara ini ditutupi aib-aibnya oleh Allah Ta’ala. Kita hanya manusia lemah dan  bodoh sedikit sekali ilmu. Kita  tidak tahu kebodohan kita. Kita tidak mempunyai apa-apa kecuali yang sekadar dititipkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk waktu yang sangat  terbatas dan segera berakhir. Kalau Allah Ta’ala mau mengambilnya, kapan saja, maka kita tidak kemampuan secuilpun untuk menahannya. Lalu dengan keadaan yang demikian pantaskah kita dipuji ataupun mengharapkan pujian ?. 

Kelima : Apa pun yang kita lakukan dalam beramal, berbuat baik katakanlah bisa mencapai prestasi yang mungkin mengagumkan orang banyak ketahuilah bahwa itu semua adalah karena karunia dan pertolongan Allah Ta’ala semata. Oleh karena itu maka Dzat yang pantas bahkan wajib dipuji hanya Allah Ta’ala saja, bukan yang selain-Nya.  
  
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (781).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar