Selasa, 06 September 2016

APAKAH MUSIBAH TANDA ALLAH MURKA ?



APAKAH MUSIBAH  PERTANDA ALLAH MURKA ?

Oleh : Azwir B. Chaniago

Didalam banyak ayat al Qur an,  Allah Ta’ala memperingatkan  bahwa apapun musibah yang menimpa manusia adalah tersebab perbuatan mereka sendiri.
Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan manusia dalam firman-Nya : “Zhaharal fasaadu fil barri wal bahri bima kasabat aidin naasi liyudziiqahum ba’dal ladzii ‘amiluu la’allahum yarji’uun”. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Q.S. ar Rum  41.

Imam Ibnul Qayyim  menjelaskan : Bahwa yang dimaksud kerusakan dalam ayat ini adalah kekurangan, keburukan dan bencana-bencana yang dimunculkan oleh Allah di muka bumi akibat perbuatan maksiat para hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman : “Wa maa ashabakum min mushiibatin fabima kasabat aidiikum wa ya’fuu ‘an katsiir”. Dan musibah apa saja yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kesalahanmu). Q.S asy Syuura 30.

Para ulama menjelaskan bahwa kasabat aidiikum, perbuatan tanganmu dalam ayat ini maknanya adalah dosa dosa kalian. 

Imam Ibnul Qayyim al Jauziah berkata : Diantara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan juga mendatangkan bencana atau musibah. Oleh karena itu hilangnya nikmat dari seseorang adalah akibat dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah adalah juga disebabkan dosa (al Jawabul Kafi). 

Lalu apakah musibah itu karena Allah murka ?. Tidak, tidak selalu demikian, karena Allah Ta’ala Maha Pengasih Maha Penyayang. Allah tidak akan pernah menzhalimi makhluknya. 

Sungguh Allah Ta’ala telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Nya dan mengharamkan pula kepada manusia untuk berbuat zhalim. Allah berfirman : “Innallaha laa yazhlimu mitsqala dzarrah.” Sungguh, Allah tidak akan menzhalimi seseorang walaupun sebesar zarrah. (Q.S an Nisa’ 40).

Dari Abu Dzar dari Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau meriwayatkan dari Rabbnya bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman :  “Yaa ‘ibaadii innii haramtu zhulma ala nafsii, wa ja’alatuhu bainahum muharramaa” Wahai sekalian hamba-Ku, Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman pada diri-Ku dan mengharamkannya pada kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi … (H.R Imam Muslim).

Dari ayat dan hadits ini dapat kita mengambil faedah bahwa musibah musibah yang datang kepada manusia dari dahulu sampai sekarang tidaklah sedikitpun bermakna bahwa Allah Ta’ala menzhalimi hamba hamba-Nya. Tidak, tidak begitu. Sungguh setiap musibah memiliki hikmah dan pelajaran sangat berharga bagi manusia yang mau mengambil pelajaran.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahhullah pernah ditanya : Apakah musibah itu tanda Allah murka ?. Beliau menjawab : 

Pertama :  Allah Ta’ala berbuat sesuai kehendak-Nya. Allah berfirman :
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan tetapi merekalah yang akan ditanya. (Q.S al Anbiyaa’ 23).

Kedua : Allah Ta’ala menguji hamba-Nya dengan berbagai musibah, baik musibah berat maupun ringan. Ini sebagai ujian, apakah ia bersabar ataukah justru meradang dan tidak bisa menahan diri ?.

Barang siapa bersabar dan ridha maka baginya keridhaan dan pahala dari Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang tersulut marah maka ia pun mendapat murka-Nya. Ketika Allah Ta’ala menguji hamba dengan ujian ujian ini, tidak kemudian berarti bahwa Allah murka kepadanya.

Ketiga : Lihatlah !. Nabi pun ditimpa sakit juga kehilangan orang yang dicintainya dan merasakan kepedihan. Sebagaimana beliau [un terluka pada perang Uhud, hingga gigi beliau yang terletak antara gigi seri dan gigi taring patah. 

Kita juga tahu bahwa ini bukanlah disebabkan murka Allah kepada beliau. Akan tetapi ini adalah ujian dari Allah kepada beliau agar beliau mencapai derajat orang yang bersabar karena derajat sabar begitu tinggi dan luhur. Dan ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan ujian dan cobaan agar menjadi terang perihal seseorang sabar ataukah tidak sabar.

Keempat : Atas dasar ini, maka bagi seseorang yang ditimpa musibah maka sudah seharusnya dia berbaik sangka kepada Allah Ta’ala yaitu mempunyai sikap husnuzhzhan kepada Allah. Janganlah ia berprasangka bahwa itu adalah bentuk murka Allah kepadanya.  

Kelima : Ketahuilah bahwa seorang muslim yang ditimpa musibah apapun maka dengan itu Allah Ta’ala akan menghapuskan dosanya. Ini sebagaimana yang Rasulullah sabdakan :

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Tidaklah seorang muslim tertimpa kecelakaan, kemiskinan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun keduka-citaan bahkan tertusuk duri sekalipun, niscaya Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan apa yang menimpanya itu. (H.R Imam Bukhari).

Kemudian bila ia mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala atas musibah tersebut, yaitu pahala orang yang bersabar dan ia mengharapkan bahwa Allah akan memberinya pahala atas hal tersebut maka ia pun akan mendapatkan pahala yang lebih dari sekedar digugurkan dosa dosanya. (Fataawaa Nuur ‘alaa ad Darb).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (785)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar