Senin, 26 September 2016

PENGHALANG MANUSIA UNTUK BERSYUKUR



PENGHALANG MANUSIA UNTUK BERSYUKUR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Perintah bersyukur.
Sungguh bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah Ta’ala  adalah kewajiban setiap hamba.   Allah Ta’ala berfirman  : “Fadzkuruunii adzkurkum wasykuruulii wa laa takfuruun”. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu kufur terhadap (nikmat)-Ku. (Q.S al Baqarah 152).

Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata : Yakni bersyukurlah kalian terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepada kalian dan juga terhadap tercegahnya adzab dari kalian. Di dalam syukur harus terkandung pengakuan dan kesadaran bahwa nikmat itu semata-mata dari Allah semata, dzikir dan pujian yang diucapkan melalaui lisannya serta ketaatan anggota badannya untuk semakin tunduk dan patuh dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya”.

Keutamaan  bagi yang bersyukur
Allah berfirman  : “Waidz ta-adzdzana rabbukum la-in  syakartum la aziidannakum wa la-in kafartum inna ‘adzaabii lasyadiid” Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka pasti adzab-Ku sangat pedih. (Q.S Ibrahim 7).

Iman Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa maksud  ayat ini adalah perintah untuk bersyukur dan diiringi dengan ancaman jika tidak bersyukur. Ancaman Allah adalah kalau tidak bersyukur maka akan diberi azab yang pedih yaitu (1) Di dunia bisa berbentuk diambilnya nikmat tersebut atau diambil berkahnya. (2) Diakhirat akan diazab karena tidak mau bersyukur.Jadi terhadap nikmat nikmat Allah, kita  diperintahkan untuk  bersyukur kepada-Nya.

Lalu apa makna bersyukur itu. Syaikh as Sa’di berkata : Adapun makna bersyukur adalah bahwa : (1) Hati kita mengenal bahwa semua nikmat itu datang hanya dari Allah Ta’ala. (2) Menyebutnya dengan lisan dengan memujinya dan (3) Menggunakan nikmat itu untuk mencari ridha-Nya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
 
Allah ridha kepada yang bersyukur.
Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala juga mengabarkan bahwa sesungguhnya orang yang bersyukur akan mendapatkan  ridha-Nya. Allah berfirman :  “In takfuruu fainnallaha ghaniyun ankum, wa laa yardhaa li’ibaadihil kufra, wa in tasykuruu yardhahu lakum”. Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya. Dan jika kamu bersyukur niscaya dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu. (Q.S az Zumar 7).

Sedikit manusia yang bersyukur.
Bersyukur adalah perintah Allah Ta’ala  dan juga akan mendatangkan kebaikan yang banyak bagi hamba hamba yang melakukannya. Namun demikian  ternyata sedikit sekali manusia yang bersyukur.

Allah Ta’ala berfirman dalam surat al A’raf 10 : “Wa laqad makkannaakum fil ardhi wa ja’alnaa lakum fiihaa ma’aayisya, qaliilan maa maa tasykuruun”. Dan sungguh Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. 

Allah Ta’ala berfirman:  “Wa huwal ladzii ansya-alakumus sam’a wal abshaara wal af-idatun, qaliilan maa tasykuruuun”. Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. (Q.S al Mu’minun 78) 

Penghalang manusia untuk bersyukur.
Kebanyakan manusia terhalang untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala karena berbagai sebab, diantaranya adalah :   

Pertama :   Tidak mengetahui atau tidak mau  tahu nikmat itu datang dari mana.
Sungguh Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa tidak ada pemberi nikmat  kecuali  Dia saja. Allah berfirman : “Wamaa bikum min ni’matin fa minallahi” Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (Q.S an Nahl 53) 

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : Syukur itu menurut asalnya adalah adanya pengakuan akan nikmat yang telah Allah berikan dengan cara tunduk kepada-Nya, merasa hina di hadapan-Nya dan mencintai-Nya. Maka barangsiapa yang tidak merasakan bahwa itu adalah suatu kenikmatan maka dia tidak akan mensyukurinya.

Barangsiapa yang mengetahui itu adalah nikmat namun dia tidak mengetahui dari mana nikmat itu berasal, dia juga tidak akan mensyukurinya. Barangsiapa yang mengetahui itu adalah suatu nikmat dan mengetahui pula dari mana nikmat itu berasal, namun dia mengingkarinya sebagaimana orang yang mengingkari Allah yang memberi nikmat, maka dia telah kafir.

Barangsiapa yang mengetahui itu adalah suatu nikmat dan dari mana nikmat itu berasal, mengakuinya dan tidak mengingkarinya, akan tetapi ia tidak tunduk kepada-Nya dan tidak mencintai-Nya atau ridha kepada-Nya, maka ia tidak mensyukurinya. Barangsiapa yang mengetahui itu adalah nikmat dan dari mana nikmat itu berasal, mengakuinya, tunduk kepada yang memberi nikmat, mencintai-Nya dan meridhai-Nya, dan menggunakan dalam kecintaan dan ketaatan kepada-Nya, maka inilah baru disebut sebagai orang yang bersyukur.

Kedua : Tidak mau puas dengan nikmat yang telah ada.
Allah Ta’ala telah memberi nikmat yang sangat banyak. Allah berfirman : Wain ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuuhaa, innal insaana lazhaluumun kaffar” Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya, sungguh manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).   Q.S Ibrahim 34.

Jadi memang ada manusia yang mengikari nikmat Allah karena selalu merasa nikmat Allah masih kurang baginya, tidak pernah puas dan tidak merasa cukup, tidak qana’ah.
Pada hal Rasulullah telah mengingatkan dalam sabdanya : “Wakum qani’an takun asykarannasi”. Dan jadilah kalian orang yang qana’ah niscaya engkau menjadi manusia yang bersyukur.  (H.R Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ketiga : Selalu melihat orang yang diatas dalam urusan dunia.
Ini juga merupakan salah satu penghalang untuk  bersyukur. Dia selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dalam hal harta dunia. Sungguh Rasulullah telah mengingatkan, dalam sabdanya : “Unzuruu ilaa man asfala minkum.  Walaa tanzuru ila man huwa fauqakum. Fahuwa ajdaaru alla tardaru ni’matallah” . Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan janganlah kalian melihat orang yang di atasmu, karena hal itu akan lebih menjadikan kamu tidak meremehkan nikmat Allah  (H.R. Iman Muslim).

Seorang hamba yang selalu memperhatikan orang lain hidup (kelihatannya) bahagia. Memiliki harta dunia maka timbul perasaan kekurangan sehingga menjadi penghalang baginya untuk bersyukur.

Memang kita harus melihat yang diatas namun  bukan dalam urusan dunia tapi untuk urusan akhirat. Kita sering melihat saudara kita sangat taat dan rajin beribadah maka ini harus kita perhatikan, kita inginkan dan kita contoh. Ini namanya fastabiqul khairat.

Keempat : Merasa nikmat itu sebagai hasil kepandaian dan usahanya sendiri.
Allah telah menerangkan tentang kisah Qarun yaitu seorang hamba yang tidak mau bersyukur atas nikmat yang diterimanya. Sungguh dia telah mengingkari bahwa nikmat itu datang dari Allah Ta’ala.  Dia merasa bahwa nikmat itu adalah karena kepandaiannya mengumpulkan harta.

Perhatikanlah firman Allah dalam surat al Qashash 78. “Dia (Qorun) berkata : Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat darinya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka”.

Kelima : Melupakan kesusahan dan kesulitan di masa lalu.
Jika pada satu saat mendapat banyak nikmat lalu sebagian manusia melupakan kesusahan dan kesulitannya dimasa lalu. Akibatnya mereka lalai atau tidak mau bersyukur. Perhatikanlah kisah tiga orang Bani Israil yang diceritakan oleh Rasulullah dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam satu hadits yang cukup panjang.
Ada yang belang, botak dan buta. Ternyata setelah Allah beri anugerah dan kebaikan  kepada ketiganya maka yang bersyukur  hanyalah satu orang yaitu yang buta sedangkan yang dua lainnya tidak mau bersyukur. Kenapa dua orang diantara mereka terhalang untuk bersyukur ?. Karena mereka melupakan penderitaan dan penyakitnya dimasa lalu. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (811)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar