Rabu, 21 September 2016

NASEHAT KEPADA YANG TERPAKSA BERHUTANG



NASEHAT KEPADA YANG TERPAKSA BERHUTANG

Oleh : Azwir B. Chaniago

Berhutang atau mengambil pinjaman dalam syariat Islam adalah sesuatu yang  sifatnya mubah atau boleh saja. Tidak dilarang. Rasulullah pun pernah berhutang yaitu sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah : “Bahwa Nabi pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran tunda sampai waktu yang ditentukan, yang beliau menggadaikan baju besinya”. (H.R Imam Bukhari).

Sebagian besar manusia  mengambil pinjaman atau berhutang untuk berbagai kebutuhannya.  Ada yang mengambil pinjaman untuk keperluan yang sangat mendesak, untuk tambahan modal usaha, tapi barangkali ada juga untuk memenuhi keinginan yang lain dan tidak terlalu penting.

Apalagi di zaman sekarang, sungguh kesempatan berhutang  betul betul  mudah. Sangatlah banyak lembaga keuangan ataupun perorangan yang setiap saat menawarkan pinjaman. Dengan agunan atau bukan dan juga dengan berbagai syarat yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peminjam.

Secara asal berhutang itu adalah sesuatu yang tidak baik. Kecuali dalam keadaan terpaksa, untuk kebutuhan yang sangat penting seperti kebutuhan biaya hidup yang sangat mendesak, untuk biaya berobat dan yang lainnya yang sifatnya darurat.

Rasulullah  mengajarkan  doa untuk berlindung dari hutang. “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang”. (H.R Imam Bukhari).

Perhatikanlah bahwa Rasulullah juga mengajarkan doa berlindung dari empat hal yang tidak baik. Doa ini beliau ajarkan untuk dibaca pada tahyat akhir sebelum salam :“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari keburukan  fitnah Dajjal”  . (H.R Imam Muslim)
Jika Rasulullah berdoa untuk berlindung dari sesuatu, tandanya sesuatu itu tidak baik. Jika beliau berdoa meminta sesuatu, bermakna bahwa sesuatu itu baik. Bukankah beliau lebih mengetahui dari kita tentang baik dan buruk bahkan beliaulah panutan kita dalam hal menentukan mana yang baik dan mana yang  buruk secara syariat.

Oleh karena itu seseorang yang  berhutang haruslah menjaga adab adabnya agar tidak terkena akibat buruk tersebab berhutang. Ada sedikit nasehat bagi yang terpaksa berhutang,  diantaranya adalah :  

Pertama : Hendaklah mencatat hutang piutang.
Allah berfirman : "Wahai orang-orang yang beriman !. Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai  untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (QS Al-Baqarah: 282).

Syaikh as Sa’di berkata : Bahwasanya penulisan antara kedua belah pihak yang bermuamalah adalah diantara amal amal yang paling utama dan tindakan kebaikan bagi keduanya. Dalam pencatatan itu mengandung pemeliharaan hak hak keduanya dan melepaskan tanggung jawab dari keduanya seperti yang diperintahkan Allah Ta’ala. (Tafsir Taisir Karimir Rahman) 

Kedua : Jangan berhutang dengan niat tidak akan melunasi.
Memang ada diantara manusia yang sulit untuk mau  membayar hutang meskipun dia mampu. Bahkan ada yang memang tidak punya niat untuk membayar.  Orang seperti  ini mendapat predikat sebagai pencuri. Rasulullah bersabda : Siapa yang berhutang lalu tidak mau melunasinya maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri. (H.R Ibnu Majah, Syaikh al Albani berkata  ini Hadits Hasan Shahih).

Imam al Munawi berkata : Orang yang seperti ini (tidak mau membayar hutang) akan dikelompokkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka yang mencuri (Faidul Qadir) 

Ketahuilah bahwa Imam adz Dzahabi mengelompokkan perbuatan mencuri sebagai salah satu dosa besar (Kitab al Kaba-ir) 

Ketiga : Jangan berlalai lalai mengembalikan hutang.
Ada beberapa  hadits yang merupakan peringatan bagi orang yang berutang tapi lalai dalam pengembalian, diantaranya adalah sabda Rasulullah Rasul : “Yughfaru lisy syahiidi kullu dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang. (H.R Imam Muslim).

Lalu bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja berlalai  membayar hutang pada hal dia mampu, maka tentu akan buruklah keadaannya di akhirat kelak.

Rasulullah bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Jika waktu untuk membayar belum  sampai dan yang berhutang memiliki kemampuan maka sangatlah baik untuk bersegera membayar hutang apalagi kalau waktunya sudah sampai. Jika belum mampu maka bersegeralah menemui pemberi hutang untuk menyampaikan udzur dan permohonan maaf. 

Rasulullah bersabda : "Menunda-nunda (membayar hutang) bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman." (HR Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi).

Ketahuilah wahai saudaraku, Rasulullah telah memberikan  peringatan yang tegas kepada umatnya agar tidak berlaku zhalim sebab akan mendatangkan mudharat bagi pelakunya. Beliau  bersabda : “Ittaquzh zhulma. Fainna zhulma zhulumaatun yaumal qiyaamah….” Takutlah kalian terhadap kezhaliman karena kezhaliman merupakan kegelapan pada hari Kiamat kelak … ( H.R Imam Muslim). 

Ulama kita menerangkan, dengan berpatokan pada hadits di atas bahwa kezhaliman merupakan sebab kegelapan bagi pelakunya hingga ia tidak mendapatkan arah atau jalan yang akan dituju pada hari kiamat atau menjadi sebab kesempitan dan kesulitan bagi pelakunya. (Syarah Shahih Muslim).

Kelima : Jangan  mempersulit dan ditagih dulu dalam pembayaran utang.
Sangatlah dianjurkan untuk berlaku baik kepada  pemberi hutang ketika melakukan pembayaran. Jangan mempersulit dengan berbagai alasan. Jangan menunggu ditagih dulu jika waktunya telah sampai. Bukankah dia   telah berbuat baik dengan memberikan hutang kepadamu dan telah engkau menggunakannya untuk memenuhi kebutuhanmu. Ingatlah betapa sopannya engkau pada saat meminta pinjaman kepadanya lalu pada saat membayar engkau mempersulit.

Rasulullah bersabda : "Allah 'Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi utang." (H.R  an-Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Rasulullah bersabda : "Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran utang”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Keenam : Tidak berbohong kepada  yang memberi utang.
Rasulullah telah mengingat keadaan yang bisa terjadi bagi seorang yang berhutang. Beliau bersabda : "Sesungguhnya, ketika seseorang berhutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkar." (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Oleh sebab itu jangan sampai berbohong kepada pemberi hutang. Sungguh berbohong adalah salah satu dosa besar yang hanya bisa diampuni dengan sebenar benar taubat atau taubat nasuha. (Lihat al Kaba-ir, Imam adz Dzahabi).

Ketahuilah bahwa berbohong dan ingkar janji adalah termasuk tanda orang munafik yang akan menempati kapling neraka paling bawah. Allah Ta’ala berfirman : “Innal munaafiqiina fid darkil asfali minan naari walan tajida lahum nashiiraa”. Sungguh, orang orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. (Q.S an Nisa’ 145)

Ketujuh : Jangan  lupa mendoakan orang yang telah memberi hutang.
Pada hakikatnya pemberi hutang telah berbuat kebaikan kepada yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya yang mendesak. Oleh karena itu sangatlah terpuji jika dia mendoakan kebaikan bagi pemberi hutang.

Rasulullah bersabda : "Barang siapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak menemukan apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya sampai engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya." (H.R an-Nasa'i dan Abu Dawud).

Demikianlah sedikit nasehat bagi yang terpaksa berhutang. Insya Allah ada manfaatnya. Wallahu A’lam. (805)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar