Selasa, 20 September 2016

PENYEBAB TERHAPUSNYA AMAL SHALIH



PENYEBAB TERHAPUSNYA AMAL SHALIH

 Oleh Azwir B. Chaniago


Sungguh  penciptaan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya’buduun”. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Tentang makna ibadah adalah sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yakni :  Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah baik berupa perkataan atau perbuatan, yang lahir maupun yang batin.  (al ’Ubudiyah).

Iman dan amal shalih yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala akan menyelamatkan seorang hamba sehingga bisa   mendapatkan surga Allah.  

Sungguh Allah telah berfirman :  “Wabasysyiril ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaatii anna lahum jannaatin tajriimin tahtihal anhaar.  Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih, bahwa untuk mereka (disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai. (Q.S al Baqarah 25).

 Allah berfirman : “Sungguh, orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga yang mengalir di bawahnya sungai sungai, mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demkian itu adalah (balasan) bagi orang orang yang takut kepada Rabb-nya”. (Q.S al Baiyinah 7-8).

Oleh karena itu seorang hamba yang cerdas akan selalu berusaha menjaga imannya dan melakukan amalan shalih dengan ikhlas serta sesuai dengan petunjuk Rasulullah Salallahu ‘alahi Wasallam. Selain itu yang penting pula, seorang hamba akan menjaga amal amal yang telah dilakukannya sehingga  betul betul bisa dibawa sebagai bekal menuju negeri akhirat.

Allah berfirman : ”Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra’ 19)

Seorang hamba perlu khawatir karena bisa saja amal shalih yang telah dilakukannya dengan susah payah terhapus oleh berbagai sebab. Jika amal shalih terhapus maka menjadi musibah besar baginya.    Sungguh amal shalih yang dilakukan seseorang mempunyai kemungkinan untuk terhapus karena berbagai sebab, diantaranya :

Pertama : Melakukan kesyirikan.
Melakukan kesyirikan adalah puncak pertama yang menyebabkan amal shalih seorang hamba terhapus. Allah berfirman : "Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi nabi) yang sebelummu, Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi".  (Q.S az Zumar 65).

Bahkan Allah Ta’ala berjanji tidak akan mengampuni dosa syirik. Allah berfirman :
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(Q.S  an Nisa’ 48)

Ketahuilah, perbuatan syirik tidak akan mendatangkan manfaat sedikitpun kepada pelakunya bahkan akan menjadi bencana. Ia akan merugi selama-lamanya, amalannya terhapus dan tertolak, sia-sia belaka bagaikan debu yang bertebaran. Allah berfirman : ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amalan itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Q.S al Furqan 23).

Allah Ta’ala berfirman :”... seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka lakukan.” (Q.S al An’am: 88).

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pada  suatu hari Aisyah   pernah bertanya kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam, tentang Abdullah Jud’an yang mati dalam keadaan syirik. Akan tetapi dia adalah orang yang baik, suka memberi makan orang miskin, menolong yang teraniaya, punya kebaikan yang banyak. Rasulullah bersabda :”Semua amalan itu tidak memberinya manfaat sedikitpun, karena dia tidak pernah mengatakan, ’Wahai Rabb-ku, berilah ampunan atas kesalahan-kesalahanku pada hari kiamat kelak.” (H.R Imam Muslim)

Oleh karena itu maka sudah menjadi kewajiban  yang sangat penting bagi seorang hamba orang yang mengendaki amalannya diterima di sisi Allah untuk mentauhidkan-Nya. Sungguh   tauhid puncak tertinggi hak Allah terhadap hamba adalah mentauhidkan-Nya.

Kedua : Riya’ dan menyebut nyebut amal shalihnya.

Riya’ tidak diragukan lagi akan membatalkan dan menghapuskan amalan seseorang. Dalam sebuah hadits  qudsi disebutkan bahwa  Allah Ta’ala berfirman : ”Aku paling kaya, tidak butuh tandingan dan sekutu. Barangsiapa beramal menyekutukan-Ku kepada yang lain, maka Aku tinggalkan amalannya dan tandingannya”. (H.R Imam Muslim)

Bahkan penyakit riya adalah sangat dikhawatirkan Rasulullah akan menimpa umatnya. Beliau bersabda : ”Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirik kecil ?.” Rasulullah  menjawab : ”Yaitu riya’. (H.R Imam Ahmad)

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata :  Sesungguhnya ikhlas dalam ibadah sangat mulia. Amalan yang dipenuhi riya’ tidak diragukan lagi bagi seorang muslim akan sia-sia belaka, tidak bernilai, dan tentu pelakunya berhak mendapatkan murka dan balasan dari Allah Ta’ala.

Selain itu yang juga akan menghapus pahala amal shalih seorang hamba adalah dengan menyebut nyebutnya dan terkadang menyakiti perasaan orang yang diberinya kebaikan. Allah berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman !.  Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Q.S  al Baqarah  264).

Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ”Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah  pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.” Para sahabat bertanya, ” Terangkan sifat mereka kepada kami, ya Rasulullah,  alangkah meruginya mereka.” Rasulullah bersabda : ”Mereka adalah yang menjulurkan pakaiannya (isbal), orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (H.R Imam Muslim).

Ketiga : Melakukan maksiat ketika bersendirian.

Banyak di antara kita yang tidak berani melakukan maksiat dihadapan orang banyak karena masih ada rasa malu. Tetapi berani melakukan maksiat ketika bersendirian dan tidak ada manusia yang tahu. Diantaranya orang orang yang ketika sendiri, tidak  diketahui orang lain, adalah suka membuka dan berselancar pada situs situs yang jorok baik tulisan maupun gambarnya.  Seolah olah mereka hanya tidak enak kalau diketahui manusia.  Padahal Allah Dzat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Ini bisa membuat amalannya terhapus.

Rasulullah bersabda : ”Sungguh akan datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak semisal gunung yang amat besar. Allah menjadikan kebaikan mereka bagaikan debu yang beterbangan.” Tsauban berkata : Terangkanlah sifat mereka kepada kami ya Rasulullah, agar kami tidak seperti mereka. Rasulullah bersabda  : ”Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka mengambil bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya saja mereka apabila menyendiri menerjang keharaman-keharaman Allah.” (H.R Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Keempat : Mendahului Rasulullah  dalam perintahnya.

Mendahului Rasulullah dalam perintahnya, maksudnya adalah : Janganlah seorang muslim mengerjakan amalan yang tidak diperintahkan Rasulullah,  karena hal itu termasuk perbuatan lancang terhadap beliau. Ditambah lagi, syarat diterimanya amalan adalah sesuai dengan petunjuknya, tidak menambahi dan tidak menguranginya.

Allah Ta’ala  berfirman : ”Wahai orang-orang yang beriman !. Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S al-Hujurat 1).

Tentang ayat ini Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata : Allah memerintahkan hamba hamba-Nya yang beriman sesuai tuntutan keimanan terhadap Allah dan rasul-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta harus berjalan di belakang perintah perintah Allah dan mengikuti sunnah rasul-Nya dalam semua hal. Agar tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya. Tidak mengatakan sesuatupun hingga Allah dan Rasulullah menyatakan. Dan tidak memerintah apapun hingga Allah dan Rasul-Nya memerintahkan

Kita sering melihat orang melakukan suatu amal perbuatan yang tidak diperintahkan dan tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah.   Mereka menganggapnya sebagai ibadah yang akan memperoleh pahala dan kebaikan dari Allah Ta’ala. Padahal sesungguhnya mereka telah menyelisihi  Rasulullah. Seolah olah mereka karena telah mengubah syariat tanpa hak dan hanya berbekal persangkaan dan akal fikirannya semata. Akibatnya adalah amalanya terhapus nilainya.

Rasulullah  juga bersabda : ”Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak termasuk urusan Kami maka tertolak.” (H.R Imam Muslim).

Kelima : Meninggikan suara diatas Rasulullah.

Allah memperingatkan  tentang hal itu dalam firman-Nya : “Ya aiyuhal ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa shautin nabiyyi, walaa tajharuu lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an tahbatha a’malukum wa antum laa tasy’uruun”. Wahai orang orang yang beriman. Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata   kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al Hujuurat 2)

Syaikh as Sa’di berkata : Ini adalah adab terhadap Rasulullah ketika berbicara dengan beliau. Artinya orang yang berbicara dengan Rasulullah tidak boleh meninggikan suaranya melebihi suara Rasulullah. Tidak boleh mengeraskan suara dihadapan Rasulullah. Ketika berbicara dengan beliau suara harus dilirihkan dengan sopan, lembut seraya mengagungkan dan memuliakan beliau karena Rasulullah bukanlah seperti salah seorang dari kalian.

Untuk itu bedakanlah ketika berbicara dengan beliau sebagaimana kalian membedakan hak haknya terhadap umatnya. Kalian wajib mencintainya dengan sebenar benar kecintaan dimana keimanan tidak bisa sempurna tanpanya. Tanpa melaksanakan hal itu dikhawatirkan akan bisa menggugurkan amalan seorang hamba sedangkan dia tidak merasa. (Kitab Taisir Tafsir Kariimir Rahman) 
 
Imam Ibnul Qayyim mengingatkan  : Apabila mengangkat suara  lebih tinggi daripada suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan, lantas bagaimana dengan orang orang yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau pengetahuan mereka daripada ajaran yang beliau  bawa  dan mengangkat itu semua diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk menjadi sebab terhapusnya  amal  mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir) 

Keenam : Bersumpah bahwa Allah tidak akan mengampuni seseorang.

Seorang yang berani bersumpah dengan mengatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni seseorang adalah termasuk kelancangan terhadap hak Allah sehingga membahayakan kepada diri dan amal ibadahnya.

Rasulullah  bersabda : ”Dahulu  ada dua orang bersaudara dari kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya. Salah satunya gemar berbuat dosa sedangkan sedangkan satunya lagi rajin beribadah. Yang rajin beribadah selalu  mengingatkan saudaranya agar menjauhi dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya, ”Berhentilah berbuat dosa.” Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering bermaksiat itu berkata, ”Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya untuk mengawasi aku ?.”

Lalu saudaranya yang rajin beribadah itu akhirnya marah dan berkata : ”Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni engkau.” atau ”Demi Allah, Allah  tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.” Akhirnya Allah mencabut nyawa keduanya dan dikumpulkan di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang yang rajin beribadah : ”Apakah engkau tahu apa yang ada di Diri-Ku, ataukah engkau merasa mampu atas apa yang ada di Tangan-Ku ?.”
Allah berfirman kepada orang yang berbuat dosa : ”Masuklah engkau ke dalam surga karena Rahmat-Ku.” dan Dia berkata kepada yang rajin beribadah : ”Dan engkau masuklah ke dalam neraka.” Abu Hurairah berkata,  : ”Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, orang ini telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” (H.R Abu Dawud)

Juga dalam riwayat yang  lain Rasulullah  bersabda : ”Ada orang yang berkata, ”Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan.” Maka Allah berfirman : ”Siapa yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan, sungguh Aku telah mengampuninya dan Aku membatalkan amalanmu.” (H.R Imam Muslim)

Ketujuh : Membenci apa yang disampaikan Rasulullah.

Allah berfirman : ”Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah  (al Quran) maka Allah  menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Q.S  Muhammad  9)

Jadi amal seorang hamba bisa terhapus karena  membenci apa yang dibawa dan disampaikan oleh Rasul-Nya berupa Al-Qur’an dan as Sunnah. Pada hal kewajiban kita menerima, mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan al Qur an dan  as Sunnah sesuai kemampuan kita.

Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kekuatan oleh Allah  untuk menjauhi sebab-sebab terhapusnya nilai amal ibadah kita. Insya Allah bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (804)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar