Minggu, 18 September 2016

PIDATO ABU BAKAR SETELAH DIBAI'AT SEBAGAI KHALIFAH



PIDATO ABU BAKAR SETELAH DIBAI’AT SEBAGAI KHALIFAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Setelah  Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa sallam wafat, dan jenazah beliau sedang dalam proses menjelang pemakaman,  kaum Anshar, berkumpul di Saqifah bani Saa’idah.  Mereka  membicarakan kemungkinan  dukungan kepada Sa’ad bin Ubaidah seorang sahabat Anshar sebagai pimpinan umat Islam menggantikan Nabi.

Peristiwa tersebut didengar oleh Umar bin Khaththab. Umar lalu memberitahukan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Lalu, Umar dan Abu Bakar ash Shiddiq mengajak Abu Ubaidah  menuju ke Saqifah bani Saa’idah. Sesampainya di sana, jumlah sahabat semakin banyak. Lalu di depan sahabat  itulah Abu Bakar memberikan arahan  agar umat memilih Umar atau Abu Ubaidah. Tapi keduanya menolaknya.

Bahkan Umar dan Abu Ubaidah bersepakat untuk mengangkat  Abu Bakar sebagai Khalifah lalu membai’at Abu Bakar.  Setelah itu barulah Basyir bin Sa’ad yang berasal dari kaum Anshar, menjabat tangan Abu Bakar dan langsung membaiatnya.  Lalu orang orang membaiat Abu Bakar, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar dan tokoh Islam lainnya. Abu Bakar tidak lagi sanggup menolak amanah yang diberikan umat kepadanya.

Satu hal yang penting  dan sangat baik untuk kita ambil pelajaran adalah makna pidato Abu Bakar ash Shiddiq setelah diangkat sebagai Khalifah, pemimpin kaum muslimin. Pidato yang begitu singkat tetapi memiliki makna yang dalam sehingga bermanfaat bagi sahabat dan juga orang orang sesudahnya termasuk kita di zaman ini. 

Isi pidato beliau adalah : “Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah diberi beban atas kalian (menjadi khalifah) PADAHAL AKU BUKAN ORANG TERBAIK DIANTARA KALIAN  padahal aku bukan orang terbaik diantara kalian. Akan tetapi al Qur an telah turun dan rasulullah telah mengajarkan sunnah maka beliau mengajari kami sehingga kami pun mengetahui.

Ketahuilah bahwa orang yang paling cerdas adalah (yang memiliki) takwa dan orang yang paling bodoh adalah (orang berbuat) kefajiran (keburukan dan dosa). Orang yang kuat diantara kalian adalah orang yang lemah yang telah aku barikan kepadanya haknya. Dan orang yang lemah diantara kalian menurutku adalah orang yang kuat yang telah aku ambil haknya.

Wahai sekalian manusia, aku hanyalah mengikuti (Rasulullah). Ittiba’ bukan yang membuat perkara baru (bid’ah). Jika aku berbuat kebaikan maka bantulah aku dan jika aku melakukan pelanggaran maka luruskanlah aku. (Lihat ath Thabaqat Kubra).

Inilah pidato yang mengagumkan dan kita dapat mengambil faedah darinya, diantaranya adalah :

Pertama : Betapa hebatnya sikap tawadhu’ beliau. Beliau dengan rendah hati mengatakan bahwa dia bukanlah orang yang terbaik di antara para sahabat. Padahal  sahabat sepakat bahwa beliaulah orang terbaik setelah Rasulullah. Namun demikian beliau tidak membanggakan diri meskipun memang tidak ada orang yang lebih mulia dan lebih dekat kepada Rasulullah selain beliau. 

Imam Hasan al Bashri berkata : Demi Allah, Abu Bakar orang yang terbaik setelah Rasulullah dan hal itu tidak seorang pun yang mengingkarinya. Tetapi beliau tidaklah akan mengangkat dirinya bahkan merendahkan diri.  

Kedua : Dalam pidato tersebut beliau memberikan tausiah bahwa : Orang yang cerdas adalah orang yang menjadikan  akhirat sebagai tujuannya dan takwa, kata beliau, adalah sebaik baik bekal menuju negeri akhirat. 

Selain itu beliau mengingatkan pula bahwa : Orang yang paling bodoh adalah orang yang tidak mengetahui hakikat hidup di dunia. Memang tidak ada keraguan sedikitpun dari orang beriman, sungguh dunia adalah sementara hanya sekedar jembatan menuju negeri akhirat. Orang yang tujuannya hanya dunia atau mengutamakan dunia akan lalai dari urusan akhirat.

Rasulullah juga telah mengingatkan dalam sabda beliau : “Al kaiyisu man daana nafsahu wa ‘amila limaa ba’dal mauti, wal ‘aajizu man atba’a nafsahu hawaa haa wa tamanna ‘alallahi”. Orang cerdas adalah orang yang mengetahui dirinya dan beramal untuk (bekal) setelah kematiannya. Dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah. (H.R Imam at Tirmidzi).

Ketiga : Satu hal  penting pula yang  beliau nasehatkan adalah agar tetap berittiba' di atas jalan (yang diajarkan) Rasulullah (meskipun Rasulullah telah wafat). Sungguh ini nasehat yang wajib kita pegang dalam beragama.  Jangan membuat perkara perkara baru dalam agama ini. Sungguh agama ini telah agamai ini telah sempurna tidak butuh kepada penambahan maupun pengurangan.  

Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu : “Ittiba’lah (mengikutilah), dan janganlah kalian berbuat sesuatu yang baru (dalam agama ini). Sungguh telah cukup bagi kalian, dan semua bid’ah adalah sesat. (Ibnu Bathah dalam Al-Ibanah).

Sungguh para ulama telah menjelaskan bahwa syarat diterima ibadah adalah (1) Ikhlas, hanya mengharapkan pahala dari Allah, dan (2) Ittiba’ yaitu meneladani Rasulullah Salallahu ‘alahi wa Sallam.

Rasulullah bersabda : Rasulullah bersabda : “Man ‘amila amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa raddun” Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan itu tertolak  (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Al Hafizh Ibnu Hajar  berkata : Siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama lalu tidak didukung oleh dalil, maka ia tidak perlu ditoleh.” (Fathul Bari).

Allah berfirman : “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum aiyukum ahsanu ‘amala, wa huwal ‘aziizul ghafuur”  (Dialah) Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Mahapengampun.     
    
Al Imam Fudhail bin Iyadh menjelaskan bahwa :  Ahsanu amala, paling baik amalnya  dalam ayat ini maksudnya adalah paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat (sebagaimana dicontohkan Rasulullah, pen.). Kemudian ada yang bertanya : Apakah maksud yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat ? Lalu beliau menjawab : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syariat maka tidak diterima. Demikian pula apabila sesuai dengan syariat tetapi tidak ikhlas maka amalan itu tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan syariat. (Hilyah al Auliya’).

Keempat : Dalam pidato itu juga beliau mengingatkan kita untuk selalu ta’awun alal birr wan nahyu ‘anil munkar yakni senantiasa tolong menolong diatas kebaikan dan kebenaran dan mencegah dari kemungkaran. Saling nasehat menasehati diantara sesama dalam rangka menegakkan syariat Islam.

Allah Ta’ala berfirman : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa. Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya. (Q.S al Maidah 2).

Itulah sebagian faedah yang bisa kita ambil dari pidato singkat, penuh makna, dari Abu Bakar ash Shiddiq, Khalifah pertama untuk orang orang beriman. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (801)









2 komentar:

  1. mantap broo, minta izin sedot buat materi khutbah..
    terimakasih broo

    BalasHapus
  2. Mantap!!! Saya cari tah kemana mana...ada disini ternyata...
    Yang saya cari isi kandungan dari khutbahnya...

    BalasHapus