Rabu, 12 Oktober 2016

AMAL DINILAI DARI KEADAAN AKHIRNYA



AMAL DINILAI DARI KEADAAN AKHIRNYA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Rasulullah bersabda :  “Innamal a’maalu bil khawaatim”. Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya. (H.R Imam Bukhari).
Yang dimaksud bil khawaatiim adalah amalan yang dilakukan di akhir umur atau akhir hayat seseorang. Seberapapun baiknya amalan seseorang selama berpuluh puluh tahun tetapi diakhir hayatnya ditutup dengan amal yang buruk misalnya melakukan kesyirikan ataupun dosa dosa besar lainnya maka merupakan malapetaka baginya. 

Imam az-Zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. 

Tapi terkadang ada yang salah faham. Ada yang berkata : Kalau begitu saya beramal pada akhir akhir umur saja, setelah pensiun. Sekarang kan masih sehat dan sekarang bersenang senang dulu dengan menikmati dunia. Waktu masih panjang. Bukankah yang dinilai adalah keadaan akhirnya. Ini perkataan orang yang nekad, karena :

Pertama : Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dan dalam keadaan bagaimana dia akan diwafatkan Allah Ta’ala. 

Kedua : Tidak ada yang bisa menjamin pada masa tuanya dia akan mendapat hidayah untuk bertaubat dan melakukan amal shalih. Ketahuilah bahwa seseorang yang terus melakukan maksiat akan sulit baginya keluar dari maksiat untuk bertaubat kecuali jika Allah Ta’ala berkehendak.

Selain itu  seorang hamba janganlah merasa ujub atau bangga diri dengan amal amalnya saat ini.  Bisa jadi pada menjelang akhir hayatnya dia tergelincir kepada keburukan dan lalai dalam beramal shalih. Sungguh hal ini adalah salah satu yang perlu dikhawatirkan oleh seorang hamba. Ketahuilah bahwa manusia itu bersifat lemah. Sementara itu ada hal hal  yang bisa mendorongnya kepada keburukan.

Pertama : Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorongnya untuk melakukan kemaksiatan dan dosa. Allah berfirman : “Innamaa ya’murukum bis suu-i wal fahsyaa-i wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamun”.   Sesungguhnya (syaithan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)

Kedua : Manusia memiliki hawa nafsu,  Dan hawa nafsu itu cenderung kepada keburukan. Allah berfirman : “Wa maa ubarri-u nafsii, innan nafsa la-ammaa ratun bis suu-i illa maa rahima rabbi”. (Yusuf berkata) Dan aku  tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku (Q.S Yusuf 53)

Dalam kitab Tafsir Kariimir Rahman, Syaikh as Sa’di berkata  bahwa : “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat keburukan yakni perbuatan keji dan segala dosa. 

Imam Ibnu Katsir menceritakan sebuah kisah tentang Abda’ bin Abdurrahim, seorang yang sangat ‘alim, hafal al Qur an dan kuat ibadahnya dan juga sering ikut berjihad. Pada satu kali dia ikut berjihad bersama pasukan kaum muslimin melawan pasukan Romawi. Allah memberi kemenangan kepada kaum muslimin sehingga pasukan kaum muslimin bisa menduduki sebagian wilayah Romawi.

Ketika berada di wilayah Romawi yang dikuasai kaum muslimin, Abda’ bin Abdurrahim melihat seorang wanita Romawi dan dia tertarik dan ingin menikah dengan wanita tersebut. Syaithan dan hawa nafsu buruk telah menguasai Abda’. Lalu disampaikannya keinginannya itu kepada wanita Romawi itu. Wanita itu setuju untuk dinikahi dengan syarat Abda’ mau mengikuti agama wanita itu. Teman temannya mengingatkan agar tetap menjaga imannya. Tetapi Abda’ tetap pada keinginannya untuk menikah dengan wanita Romawi itu. Akhirnya Abda’ menukar agamanya, murtadlah dia.  (Bidayah wa Nihayah, dengan diringkas).

Jadi  kita harus berusaha keras menjaga agar iman  tetap kokoh yaitu iman yang dengan rahmat Allah Ta’ala melahirkan amal shalih. Dan kita terus menerus  berdoa kepada Allah agar iman dan amal shalih kita tetap terpelihara dan diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah. : “Allahhumma inni as-aluka husnal khaatimah”. Ya Allah sesungguhnya aku memohon husnul khatimah. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (833).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar