Rabu, 13 Januari 2016

BERBICARA JUGA ADA ADABNYA



BERBICARA JUGA ADA ADABNYA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Diantara nikmat yang besar dari Allah Ta’ala untuk manusia adalah diberi kemampuan berbicara sehingga memudahkan untuk saling berhubungan, bekerjasama dan berkomunikasi dengan baik agar kehidupan ini menjadi lebih nyaman. Kita sulit membayangkan bagaimana kalau nikmat yang satu ini tidak diberikan-Nya. 

Ketahuilah bahwa kewajiban seorang hamba adalah bersyukur dengan semua nikmat-Nya. Nah, sebagai tanda bersyukur kita terhadap nikmat berbicara adalah menjaga agar setiap pembicaraan kita adalah dalam rangka mencari ridha Allah Ta’ala semata. Janganlah seorang hamba berani berbicara sesuatu yang akan mendatangkan murka-Nya 

Berhati hati  dalam menggunakan nikmat berbicara.
Sungguh sangatlah tercela dan merugi jika seseorang berbicara untuk sesuatu yang Allah tidak ridha.  Ketahuilah bahwa  semuanya akan dicatat dan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala. Perhatikanlah firman-Nya : 

Pertama : “Maa yalfizhu min qaulin illaa ladaihi raqiibun ‘atiid”. Tidak ada satu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya  malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat) Q.S Qaaf 18)

Kedua : “Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaa-ika kaanaa ‘anhu mas-uulaa”. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.  (Q.S al Isra’ 36).

Rasulullah juga telah mengingat agar seseorang berpikir dulu sebelum mengatakan sesuatu. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim)

Kiranya dua ayat dan hadits diatas telah memberikan peringatan yang jelas bagi kita untuk senantiasa menjaga adab dalam berbicara.

Beradab dalam berbicara.
Sangatlah banyak adab yang harus dipelihara oleh seorang hamba dalam menggunakan nikmat berbicara agar terpelihara dari berbagai keburukan. Diantaranya adalah :  

Pertama : Tidak berbicara jika tidak tahu.
Seseorang sebaiknya tidaklah berbicara jika dia tidak mengetahui  dengan jelas tentang apa yang akan dibicarakannya. Jika dia berbicara bisa jadi akan muncul keanehan bahkan tidak nyambung dengan masalah yang dibahas.

Apalagi kalau  berbicara tentang kaidah kaidah agama yang  tidak diketahuinya. Ini akan membahayakan bukan hanya dirinya tapi bisa membahayakan bahkan menyesatkan orang lain. Semuanya akan berujung kepada bahaya di dunia dan bahaya yang lebih besar lagi di akhirat.

Semoga Allah merahmati Imam asy Sya’bi. Ketika ditanya suatu masalah dia berkata : Aku tidak tahu. Lalu teman temannya berkata : Sesungguhnya kami merasa malu karena seringkali engkau ditanya namun engkau berkata : Aku tidak tahu.

Mendengar ucapan teman temannya ini maka Imam asy Sya’bi berkata : Akan tetapi malaikat tidak malu berkata : “ …Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. (Q.S al Baqarah 32).

Kedua : Mengucapkan salam sebelum  berbicara.
Didalam syariat Islam, sangatlah dianjurkan untuk mengucapkan salam sebelum berbicara. Rasulullah bersabda : “Assalamu qablal kalam” Ucapkan salam sebelum membuka pembicaraan. (H.R. At Tirmidzi).

Rasulullah bersabda : “Assalamu qablal sual, faman bada akum bi suali qablas salam fala tujibuhu”. Ucapkanlah salam sebelum bertanya. Siapa saja yang bertanya kepadamu sebelum ia mengucapkan salam, maka janganlah kalian menjawabnya. (H.R. Ibnu ‘Adi, lihat Kitab Silsilah ash Shahihah).
Tetapi hendaklah hadits ini  tidak diartikan secara kaku, karena pada zaman sahabat juga ada  yang bertanya sebelum mengucapkan salam  dan Rasulullah tetap menjawab pertanyaannya

Ketiga : Berbicaralah jika itu baik.
Diantara hadits yang  masyhur dikalangan kaum muslimin adalah sabda Rasulullah : “Man kaana yu’minu billahi wal yaumil akhiri fal yaqul khairan au liyasmut”. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah).
Hadits ini adalah tuntunan bagi kita agar beradab dalam berbicara. Tidaklah seorang muslim itu berbicara kecuali kecuali yang baik atau lebih baik baginya untuk diam jika tidak bisa berbicara yang baik.

Imam asy Syafi’i berkata : Jika salah seorang diantara kalian akan berbicara maka hendaklah ia berfikir tentang pembicaraannnya. Jika tampak mashlahatnya maka berbicaralah.  Namun jika ragu  akan kemashlahatannya maka  hendaklah kalian tidak berbicara.
Imam an Nawawi  berkata : Apabila salah seorang dari kalian hendak berbicara dan pembicaraan tersebut  benar benar baik dan berpahala, baik  dalam membicarakan yang wajib maupun sunnah, silahkan dia mengatakannya. Jika belum jelas baginya, apakah perkataan itu baik dan berpahala atau perkataan itu  tampak samar baginya  antara haram, makruh dan mubah, hendaknya dia tidak mengucapkannya. (Syarah Shahih Muslim).

Keempat : Tidak berbicara bohong.
Allah Ta’ala memerintahkan orang orang beriman untuk berkata yang benar dan Allah menjanjikan berbagai kebaikan dan kemenangan yang besar baginya.

Allah berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (Q.S al Ahzaab 70-71).

Allah berfirman :  Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. (Q.S an Nahl 116)

Sungguh kejujuran adalah salah satu yang membedakan orang mukmin dan orang munafik. Rasulullah bersabada : “Ayatul munafiqina tsalatsa, idza hadatsa kadziba, idza wa’ada akhlafa, wa idza utmina khana” Tanda orang munafik ada tiga , bila berkata dusta (tidak jujur), bila berjanji mengingkari dan bila diberi amanah ia khianat (Mutafaq ‘alaihi).

Dari Bahz bin Hakim, ia berkata bahwa ayahnya, Hakim telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda : Wailun lilladzii yuhadditsu fayakdzibu liyudh-hika bi hil qauma wailun lalhu, wailun lahu. Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia. (H.R Abu Dawud  dan at Tirmidzi). 

Perhatikanlah ancaman berat yaitu celaka bagi orang yang berbicara dusta, yaitu diantaranya dengan membuat dan menyampaikan cerita bohong untuk membuat orang tertawa. Nabi mengulangi perkataan : Celaka dia sampai dua kali.

Kelima :  Berbicara dengan lemah lembut dan merendahkan suara.
Salah satu adab dalam berbicara adalah dengan suara rendah. Tidak meninggikan atau mengeraskan suara kecuali jika dibutuhkan. Misalnya ketika seorang khatib berkhutbah, maka pada saat itu dianjurkan untuk meninggikan suara. Nabi apabila berkhutbah beliau  meninggikan suara, memerah wajahnya seakan-akan panglima perang  yang sedang memberikan komando kepada para prajuritnya.

Perhatikanlah pula firman Allah Ta’ala ketika menceritakan kisah Luqmaan di saat beliau menasehati putranya :“Dan sedehanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S Luqmaan 19)
Sungguh kelemah lembutan merupakan salah satu perangai  yang  Allah cintai. Rasulullah bersabda : “Innallaha yuhibbu rifqa fii amri kullih” Sesungguhnya Allah mencintai lemah lembut di segala perkara (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Seorang hamba yang suka berbicara atau berlaku kasar biasanya dia sering menyesalinya. Merasa terlanjur dan menyesal. 

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz berkata : Maka wajib bagi kalian untuk berlemah lembut dan berhati hati. Jangan cepat marah dan berlaku kasar. Kalian tidak akan menyesal selama lamanya bila berlemah lembut.

 Keenam : Mendengarkan dan tidak memotong pembicaraan.

Salah satu adab dalam berbicara adalah berusaha mendengarkan dan juga tidak memotong pembicaraan ketika seseorang belum selesai menyampaikan apa yang ingin dikatakannya. 

Tentang hal ini, Rasulullah telah mencontohkan bagaimana adab berbicara dengan orang lain sekalipun dia orang kafir. Ketika kafir Quraisy merasa terpukul dengan semakin tersebarnya dakwah Islam maka mereka bersepakat untuk menemui Nabi untuk menawarkan beberapa alternatif agar Nabi menghentikan dakwahnya.  Lalu dikirimlah seorang utusan untuk berbicara dengan Nabi. Setelah utusan itu berada dihadapan Nabi maka beliau berkata : “Katakanlah, saya akan mendengarkannya.

Lalu utusan kafir Quraisy ini menyampaikan apa yang ingin disampaikannya hingga selesai. Lantas Nabi berkata lagi : Sudah selesaikah apa yang ingin anda sampaikan ? Utusan itu menjawab : Ya, saya sudah selesai berbicara. Baik kata Nabi : Sekarang dengarkan dariku. Subhanallah betapa mulianya akhlak beliau dalam berdialog. Pada hal sebenarnya apa yang disampaikan kafir Quraisy itu sangat menyakitkan perasaan Nabi karena utusan kafir Quraisy ini meminta agar  beliau berhenti mendakwahkan Islam, lalu dijanjikan berbagai perhiasan dunia. Meskipun Nabi tidak bergeming dengan tawaran utusan kafir Quraisy tersebut namun beliau telah menunjukkan adab yang sangat baik dalam berbicara  meskipun dengan orang kafir.

Demikianlah sebagian adab dalam berbicara yang bisa disampaikan. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (540)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar