Rabu, 15 Maret 2017

PENYESALAN BESAR BAGI YANG MELALAIKAN SHALAT



PENYESALAN BESAR BAGI YANG MELALAIKAN SHALAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh shalat memiliki kedudukan yang tinggi dan paling utama dalam syariat Islam. Shalat adalah ibadah tertinggi. Tidak ada satupun ibadah yang menandinginya. Kenapa demikian, karena shalat adalah tiang agama, kewajiban yang terus menerus, ibadah yang pertama kali akan dihisab.

Dari   Abdullah bin Qurath, dia   berkata bahwa  Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :   “Awwalu maa yuhaasabu bihil ‘abdu yaumal qiyaamatish shalatu, faiin shaluhat shaluha lahu saa-iru ‘amalihi wain fasadat fasada  saa-iru amalih” Pertama kali yang akan dihisab pada hari kiamat dari seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baik pula seluruh amalannnya, jika shalatnya buruk maka buruk pula seluruh amalannya. (H.R Imam Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Allah memerintahkan hamba hamba-Nya yang beriman untuk terus menerus menjaga shalatnya. Allah berfirman : “Hafzhuu ‘alash shalawaati wash shalawaatil wusthaa wa quumuu lillahi qaanitiin” Peliharalah semua shalat (mu) dan (peliharalah) shalat wustha dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk. (Q.S al Baqarah 238).

Syaikh as Sa’di berkata : Allah memerintahkan untuk memelihara shalat secara umum dan shalat wustha yaitu shalat ashar pada khususnya. Memelihara shalat adalah menunaikannya pada waktunya, dengan syarat syaratnya, rukun rukunnya, khusyu’ padanya dan seluruh hal yang wajib maupun yang sunnnah. Dengan memelihara shalat kita akan mampu memelihara seluruh ibadah dan juga berguna untuk melarang dari hal yang keji dan mungkar, khususnya jika disempurnakan pemeliharaannya sebagaimana yang diperintahkan Allah. (Kitab Tafsir Karimir Rahman).

Oleh karena itu janganlah seorang hamba lalai sedikit pun dalam melaksanakan ibadah shalat karena akan menjadi penyesalan yang besar baginya di akhirat kelak. Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan akan kecelakaan bagi orang yang melalaikan shalat.
Allah berfirman : “Fa wailul lil mushalliin. Alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun”. Maka kecelakaanlah bagi orang orang yang shalat. (Yaitu) orang orang yang lalai dari shalatnya. (Q.S al Maa-uun 4-5).

Lalu apakah makna melalaikan shalat. Terdapat beberapa penjelasan tentang makna melalaikan shalat, diantaranya adalah : 

Pertama : Mengerjakan shalat dengan riya’.
Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin berkata : Ia melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala hanya ingin mengambil perhatian orang lain dan agar mendapat nama di tengah tengah masyarakat, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia bersedekah karena ingin dikatakan dermawan, menyempunakan shalatnya agar orang mengatakan shalatnya bagus dan lain lain. Seharusnya ibadah hanya untuk Allah akan tetapi menginginkan dengan itu pujian dari orang lain. Mereka mendekatkan diri kepada manusia dengan cara melaksanakan ibadah kepada Allah Ta’ala. Seperti inilah yang disebut riya’.

Tetapi orang yang shalat untuk Allah namun juga mengharapkan orang lain memuji ibadahnya dan ingin dikatakan bahwa ia adalah seorang ahli ibadah, ini merupakan sifat yang didapati pada kebanyakan orang munafik.

Sebagaimana yang difirmankan Allah : “Wa idzaa qaamuu ilash shalawaati qaamuu kusaalaa yuraa-uunan naasa wa laa yadzkuruunalallaha illaa qaliilaa” Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di  hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali.  (Q.S an Nisaa’ 142).

Perhatikanlah sifat (munafik) ini, jika mereka melaksanakan shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka itulah yang lalai di dalam shalatnya dan berbuat riya’. (Kitab Tafsir Juz ‘Amma).  
 
Kedua : Melambatkan shalat dari waktu yang semestinya.
Melambatkan dari waktu yang semestinya maknanya adalah orang yang membiasakan dirinya shalat pada akhir akhir waktu shalat. Dia selalu melaksanakan pada menjelang waktu shalat itu akan berakhir. Namun demikian mengerjakan shalat di akhir waktu karena unsur keterpaksaan, darurat atau halangan yang syar’i tidaklah mengapa. 

Rasulullah bersabda : “Idzasy taddal harru fa abriduu bish shalaati fa inna syiddatal harri min fai’i jahannam”. Jika udara sangat panas menyengat maka tundalah shalat, karena panas yang sangat menyengat itu berasal dari hembusan api neraka jahannam. (H.R Imam Muslim).

Ketiga : Melaksanakan shalat di luar waktunya.
Syari’at menjelaskan bahwa shalat harus dilakukan pada waktu waktu yang telah ditetapkan. Allah berfirman : “Innash shalawaata kaanat ‘alal mu’miniina kitaaban mauquutaa” Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang orang yang beriman. (Q.S an Nisaa’ 103)

Namun demikian dalam hal ini ada keringanan keringanan tertentu sesuai dengan dalil dalilnya yang shahih seperti menjamak shalat baik jamak taqdim maupun jamak takhir dan yang lainnya.

Keempat : Tidak berusaha mencontoh shalat yang diajarkan Rasulullah.
Ini juga termasuk bagian dari makna melalaikan shalat. Rasulullah bersabda : “Shalluu kamaa ra-aitumuunii ushallii”. Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat H.R Imam Bukhari).

Diantara kesalahan yang umum dalam shalat, yaitu tidak mengikuti contoh dari Rasulullah, adalah tidak tuma’ninah, menghamparkan lengan ketika sujud. Adapula yang pada saat sujud hanya menyentuhkan dahi dan tidak menyentuhkan hidung bersama dahi  ketempat sujud. Seorang hamba hendaklah memperhatikan hal ini agar tidak dianggap sebagai orang yang lalai. 

Kelima : Tidak berusaha untuk khusyu’.
Mahasuci Allah yang telah memberikan keberuntungan kepada orang yang mampu menghadirkan ke khusyu’an dalam shalatnya. Allah berfirman : “Qad aflahal mu’minuun, alladziina hum fii shalaatihim khaasyi’uun” Sungguh beruntunglah orang orang yang beriman, yaitu orang orang yang di dalam shalatnya khusyu’. (Q.S al Mukminun 1-2).

Diantara makna shalat yang khusyuk adalah ketika (1) Seseorang melaksanakan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah, (2) Terpenuhi syarat dan rukunnya, (3) Berusaha untuk menghadirkan hatinya, sehingga dia betul betul merasa berada dihadapan Allah, (4) Seolah olah dia berdialog dengan Allah, (5) Merasa bahwa Allah memperhatikan segala apa yang sedang dikerjakannya. Inilah sebagai inti dalam kajian hadits riwayat Imam muslim dengan istilah ihsan.

Syaikh Utsaimin berkata : (Jika pada waktu shalat) hatinya menerawang kesana kemari, ia lengah dalam melaksanakannya. Ini adalah sesuatu yang tidak terpuji. Tidak diragukan lagi, seorang yang lengah, lalai dan menganggap remeh terhadap shalatnya merupakan perbuatan tercela. 

Ada beberapa hal yang memungkinkan seseorang tidak khusyu’ dalam shalatnya, diantaranya adalah (1) Shalat pada saat mengantuk, (2) Tidak mengerti atau tidak memahami makna dari bacaan shalat, (3) Dalam keadaan mabuk ringan apalagi mabuk berat. (4) Membiarkan hati dan matanya tidak fokus kepada shalat yang sedang dikerjakan.

Ketahuilah saudaraku bahwa jutaan orang yang sekarang telah berada di perut bumi. Banyak diantaranya yang  menyesal karena melalaikan sebagian shalatnya pada saat mereka masih berada di punggung bumi.  Mereka berangan angan agar bisa kembali ke dunia untuk  melaksanakan shalat meskipun hanya dua rakaat.

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah pernah melalui sebuah kuburan dan bertanya : Kuburan siapa ini ? Kata para sahabat : Ini kuburan si Fulan, maka beliau bersabda : “Rak’ataani ahabbu ilaa hadza min baqiyati dun-yaakum” Shalat dua rakaat lebih ia sukai dari apa yang tersisa dari dunia kalian. (H.R ath Thabrani dalam Mu’jam ausath).

Dalam riwayat lain disebutkan : “Rak’ataani khafiifataani mimma tahqiruuna wa tanfiluun, yaziduhuma hadzaa fii ‘amalihi, ahabbu ilaihi min baqiyati dun-yaakum” Dua rakaat ringan yang kalian remehkan dan kalian anggap sunnah, yang dapat menambah amal orang ini, lebih dia cintai dari apa yang tersisa dari dunia kalian. (H.R  Ibnul Mubarak, dishahihkan Syaikh al Albani)

Sungguh para penghuni kubur itu telah menyaksikan dalam kuburnya betapa besar pahala yang Allah Ta’ala sediakan bagi mereka yang tidak melalaikan shalat.

Rasulullah bersabda : “Ashshalaatu khairu maudhuu’in, famanis tathaa’a an yastakatsira falyuktsir”  Shalat adalah ibadah terbaik yang diperintahkan. Maka barangsiapa mampu memperbanyak shalat hendaklah ia memperbanyaknya. (H.R  ath Thabrani, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Lalu datang pertanyaan besar buat kita yang masih ada di bumi dan masih punya kesempatan untuk melakukan shalat : Apakah kita masih terus sibuk dengan  urusan  dunia dan lalai dengan shalat ?. Sungguh penyesalan datang belakangan. Wallahu A’lam. (987).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar