Jumat, 06 Januari 2017

LISAN ADALAH NIKMAT YANG HARUS DI PELIHARA



 LISAN ADALAH NIKMAT YANG HARUS DIPELIHARA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Lisan adalah salah satu nikmat yang amat besar bagi seorang hamba. Cobalah bayangkan bagaimana jika Allah tidak memberi kita nikmat lisan atau lidah untuk berbicara. Tentu sangat amat sulit bagi kita menjalani hidup ini. Oleh karena itu peliharalah gunakanlah nikmat lisan ini untuk mencari ridha Allah. Jangan menggunakan lisan untuk bermaksiat kepadanya karena itu kufur nikmat namanya. 

Dizaman ini memang sangat banyak manusia yang tidak berusaha memelihara lisannya. Mereka menggunakan  lisannya tanpa berfikir apakah Allah Ta’ala ridha atau murka kepadanya. Bisa jadi seseorang yang berkata suatu perkataan yang tidak dia pikirkan akan berakibat sangat buruk bagi dirinya. Perhatikanlah berapa banyak manusia yang jatuh kepada kehinaan di dunia karena lisannya tak terjaga. Kehinaan dan kerugian di akhirat yang akan dia rasakan tentu lebih besar lagi. 

Kewajiban menjaga lisan.
 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Ma yalfizhu min qaulin illa ladaihi raqibun ‘atid.” Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada padanya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Q.S. Qaaf 18).

Ayat ini antara lain menjelaskan bahwa setiap kata yang kita ucapkan akan dicatat dengan sangat lengkap oleh malaikat yang selalu berada dikiri kanan kita. Imam Hasan al Bashri dan Qatadah berpendapat bahwa jika melihat kepada zhahir ayat jelaslah bahwa Malaikat akan mencatat setiap ucapan.

Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia (Malaikat) akan menulis setiap kebaikan dan keburukan yang diucapkan. Bahkan ia akan mencatat ucapan aku makan, minum, datang , pergi, melihat dan sebagainya (Tafsir Ibnu Katsir).

Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda: “Man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri fal yaqul khairan au liyasmut”. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam. (H.R. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).

Hadits ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara aqidah yang shahih dengan berkata yang baik. Disini Rasulullah mengkaitkan antara beriman kepada Allah dan hari Akhir dengan berbicara yang baik. Ketahuilah bahwa beriman kepada Allah dan hari Akhir adalah aqidah  yang lurus sedangkan berbicara yang baik adalah sesuatu yang sangat dianjurkan. Dapat diambil pemahaman bahwa orang yang aqidahnya lurus maka tentu seharusnya dia akan berbicara yang baik atau diam.

Tentang hadits ini pula, Ibnu Hajar Ashqalani antara lain menjelaskan : Perkataan itu jika tidak baik pasti jelek, atau bermuara kepada kepada salah satunya. Termasuk perkataan yang baik adalah segala perkataan yang dianjurkan dalam syari’at baik yang wajib maupun yang sunnah. Begitu pula semua perkataan yang mengarah kepadanya. Adapun perkataan yang buruk dan segala yang mengarah kepada keburukan, maka diperintahkan untuk diam. (Fath al Bari)
Ke surga atau ke neraka karena lisan.
Sungguh lisan yang tak terjaga akan mebahayakan diri seorang hamba bahkan bisa melemparkannya kedalam neraka. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kata yang Allah ridhai dalam keadaan tidak terpikirkan oleh benaknya, tidak terbayang akibatnya, dan tidak menyangka kata tersebut berakibat sesuatu, ternyata dengan kata tersebut Allah mengangkatnya beberapa derajat.
Dan sungguh seorang hamba mengucapkan suatu kata yang Allah murkai dalam keadaan tidak terpikirkan oleh benaknya, tidak terbayang akibatnya, dan tidak menyangka kata tersebut berakibat sesuatu ternyata karenanya Allah melemparkannya ke dalam neraka Jahannam.” (H.R Imam Bukhari).

Nasehat sahabat dan ulama terdahulu tentang menjaga lisan.
Umar bin Khaththab berkata : “Semoga Allah merakhmati orang yang menahan diri dari banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak beramal”. (Uyun al Akhbar, Ibnu Taimiyah).

Coba kita perhatikan kebanyakan manusia sekarang ini. Sungguh akan kita dapati sebaliknya. Mereka lebih mengutamakan banyak berbicara sementara amal mereka dipertanyakan.

Ibnu Mas’ud berkata : “Jauhilah oleh kalian sikap berlebihan dalam berbicara. Cukuplah bagi seseorang untuk berbicara seperlunya” (Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al Hambali).

Abu Darda’ berkata : “Lebih berlaku adillah terhadap telingamu daripada lidahmu. Karena tidaklah diciptakan telinga itu dua kecuali agar kamu lebih banyak mendengar daripada berbicara”  (Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah).

Abdullah bin Amr berkata : Tinggalkanlah segala sesuatu yang tidak ada hubungannya denganmu. Jangan engkau berbicara yang tidak bermanfaat bagimu. Jagalah lidahmu seperti engkau menjaga hartamu.   

Imam asy Syafi’i berkata :  Jika seorang diantara kalian hendak berbicara maka hendaklah ia berfikir tentang pembicaraannya. Jika tampak mashlahatnya maka berbicaralah. Namun jika ragu akan kemashalahatannya maka hendaklah ia tidak berbicara. 

Imam an Nawawi berkata : Apabila salah seorang dari kalian hendak berbicara dan pembicaraan tersebut benar-benar baik dan berpahala, baik dalam membicarakan yang wajib maupun sunnah, silahkan ia mengatakannya. Jika belum jelas baginya, apakah perkataan itu baik dan berpahala atau perkataan itu tampak samar baginya antara haram, makruh dan mubah, hendaknya dia tidak mengucapkannya. Berdasarkan hal ini, maka perkataan yang mubah tetap dianjurkan untuk ditingggalkan dan disunnahkan menahan diri untuk tidak mengatakannya, karena khawatir akan terjerumus kepada perkataan yang haram dan makruh. Inilah yang sering terjadi (Syarah Shahih Muslim) 
 
Seorang ulama yaitu Abul Qashim berkata : “Andaikata engkau bisa membeli atau memperoleh buku catatan Malaikat (tentang dirimu), maka engkau akan trauma untuk berbicara”. 

Kenapa trauma, karena kita akan kaget berat melihat catatan ucapan lisan kita yang begitu lengkap dan tanpa kita sadari ternyata lebih banyak buruknya dari baiknya.  

Oleh karena sangatlah dianjurkan bagi kita semua untuk  selalu berusaha menjaga lisan agar terhindar dari keburukannya. Selain itu sangat dianjurkan pula untuk senantiasa berdoa yaitu sebagaimana diajarkan Rasulullah kepada kita. Ya Allah terimalah taubatku, terimalah doaku, kuatkanlah hujjahku, tunjukilah hatiku, jagalah lisanku dan hilangkan rasa dengki dari hatiku. (H.R Abu Dawud dan Imam Ahmad, dari Ibnu Abbas).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (920)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar