Selasa, 29 Maret 2016

KEBIASAAN BERHUTANG BISA MEMBAHAYAKAN DIRI



KEBIASAAN BERHUTANG BISA MEMBAHAYAKAN DIRI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dizaman kita sekarang ini sangatlah banyak kesempatan untuk mendapatkan pinjaman atau berhutang. Dimana mana dan sangat mudah ditemukan orang atau badan yang menawarkan jasa untuk memberi pinjaman berupa uang tunai. Sangat banyak pula penawaran yang menarik untuk membeli berbagai barang dengan cara berhutang. 

Jika kita perhatikan pula lebih lanjut  sebagian manusia saat ini sangat suka berhutang meskipun sebenarnya dia  bisa menghindar dari  berhutang. Terkadang seseorang  hanya berhutang untuk membeli perlengkapan rumah dan yang lainnya tetapi tidak terlalu mendesak. Bahkan adapula diantara manusia yang berhutang di banyak tempat untuk memiliki barang barang yang dia menganggap akan menaikkan gengsinya dihadapan manusia. 

Sekiranya orang yang senang berhutang ini diingatkan maka terkadang dengan enteng dia akan menjawab : Saya memang suka mengambil hutang tapi sayakan mampu membayar. Saya sudah menghitung kemampuan saya mencicil dengan jumlah penghasilan saya setiap bulan. Jawaban seperti ini barangkali ada benarnya tapi ketahuilah siapa yang menjamin bahwa seseorang akan terus berada pada posisi mampu membayar hutang. Siapa yang menjamin bahwa seseorang akan selalu memiliki penghasilan yang cukup sehingga bisa membayar hutang. Wallahu A’lam. Ini mungkin ada baiknya kita pikirkan secara serius sebelum mengambil hutang.  
   
Kalau kita coba menelaah hadits hadits dari Rasulullah ternyata berhutang bukanlah sesuatu yang dilarang dan tentu dengan catatan harus terbebas dari unsur riba. Seseorang memang boleh mengambil hutang untuk kebutuhan yang sangat mendesak. Namun demikian, ketahuilah bahwa Rasulullah telah mengingatkan kita akan berbagai bahaya akibat berhutang.   

Sangatlah banyak hadits yang merupakan peringatan bagi orang yang suka berutang, diantaranya adalah  :

Pertama : Dosa hutang yang mati syahid tidak diampuni.  
Rasulullah bersabda : “Yughfaru lisy syahiidi kullu dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang. (H.R Imam Muslim).
Selain itu  diriwayatkan pula dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling utama.
Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya : “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak akan diampuni/dihapuskan oleh Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan an-Nasa’i,   dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.

Lalu bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja mengambil hutang yang pada akhirnya dia mampu, maka tentu lebih membahayakan lagi bagi dirinya.

Kedua : Jiwa orang mukmin tergantung pada utangnya. 
Rasulullah bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ketiga : Rasulullah enggan menshalatkan jenazah orang yang berhutang.
 Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bertanya kepada sahabat sebelum menshalatkan jenazah apakah dia memiliki hutang. Kalau dia memiliki hutang maka Rasulullah tidak menshalatkannya kecuali ada yang mau menanggung hutangnya.

Bahwasanya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka beliau berkata : "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan : Tidak. Maka Nabi pun menshalatkannya. Lalu didatangkan jenazah yang lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata : "Apakah ia memiliki hutang ?". Mereka mengatakan : Iya. Nabi berkata : "Sholatkanlah saudara kalian". Abu Qatadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabipun menshalatkannya" (H.R Imam Bukhari).

Keempat : Orang yang mati dalam keadaan berhutang  tertunda  masuk surga.
Hal ini berdasarkan hadits shoahih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: (1) Bebas dari sombong. (2) Bebas dari khianat, dan (3) Bebas dari tanggungan hutang.”  (H.R  Ibnu Majah dan at Tirmidzi,  dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Kelima : Pahala  orang yang  berhutang menjadi tebusan hutangnya.
Dalam sebuah hadits  yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Man maata wa ‘alaihi diinaarun au dirhamun qudhiya min hasanatihi laisa tsumma diinaarun wa laa dirhamun”. Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu dinar atau satu dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya,  karena di sana tidak ada lagi dinar dan tidak (pula) dirham.. (H.R  Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Keenam : Bisa menjadi pendusta dan suka inkar janji.
 Dalam satu hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah   berdoa agar dilepaskan dari hutang : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.”  Lalu beliau ditanya : Mengapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah ? Rasulullah menjawab: “Jika seseorang berhutang, apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari.” (H.R Imam Bukhari).

Itulah beberapa keterangan yang jelas dari Rasulullah tentang bahaya yang bisa menimpa  seseorang yang suka berhutang. Kita berlindung kepada Allah dari kebiasaan berhutang apalagi untuk keperluan yang tidak mendesak.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (621)



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar