Senin, 07 Maret 2016

METODE KHALIFAH UMAR MENGHAMBAT KORUPSI



METODE KHALIFAH UMAR BIN KHATHTHAB 
MENGHAMBAT KORUPSI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa korupsi adalah : Penyelewengan atau penyalah gunaan uang Negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara itu Poerwadarminta menyimpulkan bahwa : Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.

Tapi yang sudah pasti dan tidak bisa dipungkiri adalah bahwa korupsi merupakan kelakuan yang sangat tercela,  perbuatan mengkhianati amanah dan  menzhalimi orang lain yang dalam Islam dikelompokkan  sebagai dosa besar.

Bagaimanapun korupsi adalah tantangan serius terhadap pembangunan. Diantara dampak buruknya bagi masyarakat adalah akan menghambat dan mempersulit pembangunan dengan adanya distorsi atau gangguan dan inefisiensi yang tinggi. Korupsi akan meningkatkan biaya biaya dalam dunia bisnis tersebab munculnya biaya biaya illegal yang terkadang sulit diprediksi.

Oleh karena itu, dari dahulu sampai sekarang, sangatlah banyak cara yang dilakukan oleh banyak negara di dunia agar korupsi bisa dihambat dan akibat buruknya bisa ditekan.

Ketahuilah bahwa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah selama 10 tahun, yaitu tahun 13-23 H. Beliau memberikan perhatian yang besar terhadap adanya kemungkinan korupsi dilakukan oleh pejabat pemerintah waktu itu. Diantara cara yang dilakukan beliau untuk menghambat korupsi adalah :

Pertama : Khalifah Umar melakukan pencatatan harta atau kekayaan calon pejabat pemerintahan, terutama pejabat penting. Tujuannya adalah untuk memudahkan pengawasan pertambahan kekayaan pejabat. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, dari asy Sya’bi, dia berkata : Setiap kali Umar mengangkat seorang pejabat beliau selalu mencatat jumlah kekayaan pejabat tersebut sebelum diangkat.  

Kedua : Khalifah Umar menetapkan pembuktian terbalik dan meneliti ulang kekayaan pejabatnya baik sebelum berakhir maupun pada saat berakhir masa jabatan. Bahkan beliau pernah memberhentikan seorang gubernurnya ketika melihat  pertambahan kekayaan yang tidak layak sebelum dibuktikan terlebih dahulu oleh pejabat yang bersangkutan.

Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Kitab al Mushannaf bahwa : Saat Abu Hurairah gubernur Bahrain yang diangkat oleh Khalifah Umar bin Khaththab, berkunjung ke Madinah, membawa kekayaan sebanyak 10.000 keping uang dinar yaitu lebih kurang bernilai 42,5 kg mas. Lalu ia disambut oleh Umar dengan menghardiknya : Wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apakah engkau mencuri harta Allah (harta milik pemerintah) ?.

Abu Hurairah menjawab  : Aku bukanlah musuh Allah juga bukan musuh Kitab-Nya. Tetapi aku adalah musuh orang yang memusuhi Allah dan musuh orang yang memusuhi Kitab-Nya. Dan bukanlah aku pencuri harta Allah.

Lalu Khalifah Umar berkata : Dari mana uang 10.000 dinar engkau dapatkan ?. Abu Hurairah menjawab : Kudaku berkembang biak, hasil usaha budakku bertambah dan pembagianku dari harta rampasan perang menumpuk.
Tapi saat itu juga seluruh harta Abu Hurairah disita oleh Khalifah Umar untuk diselidiki dan Abu Hurairah diberhentikan sebagai gubernur. Lalu Abu Abu Hurairah berdoa : Ya Allah ampunilah Amirul Mukminin.

Setelah diperiksa, ternyata harta tersebut benar diperoleh Abu Hurairah dengan cara yang halal, bukan hasil korupsi. Kemudian Khalifah Umar meminta kembali agar Abu Hurairah mau menjadi gubernur lagi. Tapi ternyata Abu Hurairah menolaknya.

Ketiga : Khalifah Umar sering melakukan inspeksi mendadak ke suatu wilayah untuk melihat kehidupan para gubernur dan pajabat yang lainnya. Jangan sampai ada yang hidup bergelimang kemewahan dengan mengambil harta Negara. 

Pada suatu kali Khalifah Umar inspeksi mendadak ke Syam bersama Bilal bin Rabbah dengan cara diam diam. Umar melihat langsung kehidupan para gubernurnya. Ternyata  beliau menemui  kehidupan gubernurnya yang sangat sederhana bahkan dalam keadaan kekurangan.  Melihat keadaan ini, maka beliau berencana menaikkan gaji para gubernur.  Namun demikian  ternyata para gubernur itu menolak dan merasa sudah cukup dengan keadaannya yang serba kekurangan itu.  (DR. Jaribah al Haritsi, dengan diringkas)  

Insya Allah ada manfaatnya untuk kita semua. Wallahu A’lam. (596) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar