Senin, 14 Maret 2016

MENCARI DUNIA DAN AKHIRAT FIFTY-FIFTY ?



MENCARI DUNIA DAN AKHIRAT FIFTY-FIFTY ?

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dizaman ini ada sebagian manusia  yang suka berkomentar : “Kalian jangan bicara ngaji melulu, pesantren melulu, masjid melulu, dzikir melulu, ibadah melulu, tahfizh melulu. Dunia juga harus dikejar. Ya fifty fifty-lah antara dunia dan akhirat”. 

Ada kemungkinan bahwa tujuan komentar tersebut adalah  mencari pembenaran baginya untuk selalu mengejar dunia sehingga sangatlah sedikit dia mengingat Allah ataupun beribadah kepada-Nya. Terkadang, orang orang yang tidak paham karena kekurangan ilmu ikut terpengaruh bahkan menerima dan membenarkan pula komentar komentar seperti itu.

Sungguh ini adalah komentar yang keliru berat jika ditimbang dengan dalil syar’i. Selain itu juga akan mendatangkan dampak yang buruk dalam memahami hakikat dunia dan akhirat.  Biasanya yang jadi sasaran komentar ini adalah orang orang shalih, berilmu dan ahli ibadah. 

Pemberi komentar ini sering pula berdalil dengan ayat al Qur-an yang ditafsirkan secara salah yaitu dengan menggunakan akal semata. Terkadang berdalil pula dengan hadits yang derajatnya  sangat lemah. 

Diantara dalil atau sandaran pembenaran bagi komentar mereka, adalah :

Pertama : Surat al Qashash 77.
Mereka, si pemberi komentar ini berkata  : Bukankah Allah telah berfirman : “Wabtaghi fiimaa ataakallahud darul aakhirah. Walaa tansa nashiibaka minad dun-yaa. Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika. Walaa tabghil fasaada fil ardhi. Innallaha laa yuhibbul mufsidiin”.  Dan carilah pada sesuatu yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada hamba hamba Allah) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu  dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan.  (Q.S al Qashash 77). 

Ketahuilah  bahwa para ulama menjelaskan bahwa ayat 77 dari surat al Qashash ini bukanlah bermakna  bahwa manusia berkewajiban mencari dunia dan akhirat secara seimbang atau dengan istilah yang  fifty-fifty. Tidak, tidak demikian maknanya. 
 
Bahwa ayat 77 ini bukanlah ayat yang berdiri sendiri  tapi adalah satu kesatuan dengan ayat sebelum dan sesudahnya yaitu ayat 76 sampai 82. Ayat 76, 78 sampai  82 adalah berkisah tentang Qaarun. Qaarun, sebagaimana kita ketahui adalah makhluk Allah yang hidup di zaman nabi Musa, bahkan dia adalah anak paman nabi Musa. Setelah dia kaya raya, datang kesombongan dan kekikirannya.Dia tidak mau menginfakkan sebagian hartanya maka  akhirnya dia ditenggelamkan Allah kedalam bumi bersama hartanya. 

Nah, ayat 77 al Qashash ini adalah nasehat yang penting dan terutama ditujukan kepada Qarun yang melalaikan akhirat dengan hartanya yaitu sangat pelit atau kikir untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah. Lalu ditegur melalui ayat ini. Lihatlah kalimat pembuka ayat ini :“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu” Yaitu bersedekahlah dan berinfaklah dengan harta yang telah diberikan Allah kepada engkau wahai Qaarun (dan juga orang orang yang semisalnya).

Selanjutnya, mari kita ikuti  pula apa yang dikatakan Syaikh as Sa’di dalam Kitab Tafsir Taisir Karimir Rahman tentang tafsir  ayat yang mulia ini :

(1) “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negeri akhirat. Maksud ayat ini adalah jika sudah tercapai bagimu berbagai sarana akhirat yang (mungkin) tidak dimiliki (sebagian) orang lain, yaitu berupa harta kekayaan, maka gunakanlah ia untuk memperoleh sesuatu yang ada disisi Allah dan bersedekahlah. Jangan sekali kali kamu merasa cukup dengan hanya sekedar memperoleh kepuasan nafsu dan meraih berbagai kelezatan.

(2) “Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi” Maksudnya, Kami tidak memerintahkan supaya kamu menyedekahkan seluruh harta kekayaanmu (wahai Qarun dan orang semisalnya, pen.) sehingga engkau menjadi terlantar. Akan tetapi berinfaklah untuk akhiratmu dan bersenang senanglah dengan harta duniamu dengan tidak merusak agamamu dan tidak pula membahayakan akhiratmu.

(3) “Dan berbuat baiklah” kepada hamba hamba Allah, “sebagaimana Allah telah berbuat kepadamu”yaitu dengan menganugerahkan kamu harta kekayaan ini. 

(4) “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi” dengan  bersikap sombong dan berbuat berbagai maksiat terhadap Allah serta tenggelam di dalam berbagai kenikmatan dengan melupakan Pemberi nikmat itu. 

(5) “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan” Bahkan Allah akan menyiksa mereka atas perbuatan itu dengan siksa yang paling berat. 

Kedua : Surat al Baqarah ayat 201.
Mereka, sipemberi komentar ini berkata : Bukankah Allah Ta’ala telah mengajarkan kita doa yang disebut dalam surat al Baqarah 201 : Rabbanaa atinaa fid dun-yaa hasanatan  wa fil aakhirati hasanatan  waqiinaa ‘adzaban naar”. Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari adzab neraka.

Ketahuilah bahwa :
(1) Tidak ada satu ulama ahli tafsir dari dahulu sampai sekarang yang menjelaskan bahwa ayat  ini bermakna meminta dunia dan akhirat sama banyak atau fifty fifty. 

(2) Dalam ayat ini dunia disebut satu kali yaitu : “fid dunya hasanah” (dunia) sedangkan akhirat disebut dua kali yaitu : “wa fil aakhirati hasanah” (akhirat) lalu  “wa qiinaa ‘adzaban naar” (akhirat).

(3) Andai kata dunia dan akhirat harus dicari fifty fifty maka yang akan menjadi pelanggar pertama adalah pemberi komentar itu sendiri beserta para pengikutnya. Sungguh  mereka memang  mampu mencari dunia 12 jam sehari semalam bahkan lebih, tapi kemungkinan besar mereka tidak akan mampu beribadah 12 jam dalam sehari semalam. Ini fakta.

 (4) Bukankah dunia itu sementara dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Allah berfirman : “Wal aakhiratu khairun wa abqaa”. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Q.S al A’laa 17)  Sangatlah tidak pantas bagi orang yang berakal (sehat) untuk seimbang dalam mencari dunia dengan mencari akhirat. Bukankah untuk mencari yang lebih baik apalagi lebih kekal kita harus memberikan pengorbanan yang lebih besar ?. 

Ketiga : Hadits (?) tentang “bekerjalah untuk duniamu…)
Mereka, sipemberi komentar ini berkata : Bukankah Rasulullah juga telah bersabda :“I’mal lidun-yaaka ka–annaka ta’isyuabadan, wa’malli aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan”.Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al ‘Ash bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Beramallah (bekerjalah) untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok. 

Ketahuilah bahwa  : Para ulama  telah memberikan penilaian terhadap kedudukan hadits ini sehingga tidak bisa dijadikan sandaran, diantaranya adalah :

Pertama : Hadits ini disebutkan oleh Abdullah bin Mubarak dalam Kitab az Zuhd, dari Muhammad bin Ajlan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash yaitu ucapan yang semakna dengan hadits diatas. Sanad riwayat ini lemah karena terputus. Muhammad bin ‘Ajlan tidak bertemu dengan Abdullah bin Amr bin ‘Ash. (Lihat Kitab Silsilah Hadits Dha’ifa dan Maudhu’).

Kedua :  Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, seorang ahli hadits abad ini berkata : Hadits ini   tidak ada asal usulnya secara marfu’ dari Rasulullah, meskipun riwayat ini sangat populer diucapkan dikalangan kaum muslimin zaman sekarang. (Kitab Silsilah hadits Dha’if dan Maudhu’)

Ketiga : Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, seorang ulama besar dari Saudi, berkata : Ucapan ini diriwayatkan sebagai hadits dari Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi Wasallam, pada hal bukan hadits. Yang benar adalah bahwa pernyataan di atas diriwayatkan dari ucapan sahabat Abdullah bin Amr bin ‘Ash, itupun dengan periwayatan yang lemah. (Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin).

Sebagai penutup kami nukilkan satu firman Allah yang wajib kita perhatikan, yaitu dalam surat Faathir ayat 5 : “Yaa aiyuhan nasu inna wa’dallahi haqqun falaa taghurran nakumul hayaatud dun-yaa, walaa yaghurrannakum billahil gharuur”. Wahai manusia. Sungguh janji Allah itu benar maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (syaithan) yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah.

Oleh sebab itu, saudaraku mari kita utamakan mengejar negeri  akhirat dengan banyak beribadah kepada Allah Ta’ala. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.

Wallahu A’lam   (602)


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar