Rabu, 02 Maret 2016

RASULULLAH MARAH JIKA HAK ALLAH YANG DILANGGAR



RASULULLAH  MARAH JIKA HAK ALLAH YANG DILANGGAR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Tidak ada manusia paling baik dan sangat pantas kita jadikan suri tauladan melebihi Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam. Beliau wajib untuk kita tiru dan kita teladani terutama sekali dalam aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah.

Keteladanan beliau sungguh telah dijelaskan dan dipuji Allah Ta’ala dalam firman-Nya : “Laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanatun liman kaana yurjullaha wal yaumal aakhira wadzakarallaha katsiira”. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Q.S al Ahdzaab 21).

Berbicara tentang akhlak, ketahuilah bahwa  Rasulullah Salallahu ‘alaihi  wasallam memiliki akhlak yang  luhur dan sangat terpuji. Bahkan Allah Ta’ala telah memuji akhlak beliau dalam firman-Nya : “Wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim”. Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar benar berbudi pekerti yang luhur. (Q.S al Qalam 4).

Akhlak dan budi pekerti yang luhur dari Rasulullah sungguh tampak dengan sangat jelas dalam kehidupan beliau sehari hari. Diantara budi pekerti atau akhlak  Rasulullah adalah mengutamakan sikap lemah lembut.  Sangatlah banyak kisah yang menjelaskan tentang sikap lemah lembut  dan kesabaran beliau dalam menghadapi berbagai peristiwa. 
Diantaranya sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang seorang Badui yang buang air kecil di masjid tetapi tetap beliau perlakukan dengan baik dan diberi nasehat. 

Juga sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani, tentang seorang pemuda yang datang kepada Rasulullah minta izin berzina  beliau perlakukan dengan baik, beliau beri nasehat bahkan beliau doakan kebaikan baginya. 
   
Tapi ketahuilah, bahwa Rasulullah tidaklah berlemah lembut dalam setiap keadaan. Pada saat yang tepat,  beliau juga pernah marah apabila hak hak Allah yang dilanggar. Tapi marah beliau adalah demi kebaikan dan pelajaran bagi sahabat maupun umat beliau sesudahnya sampai hari Kiamat. Beberapa kisah tentang marah beliau diantaranya adalah :

Pertama : Ketika seorang laki laki berkata kepada beliau : “Masya Allah wa syi’ta ya Rasulullah” Menurut kehendak Allah dan kehendakmu wahai Rasulullah. Maka beliau mengingkari dengan keras dan bersabda : “Aj’altanii ma’allahi ‘idlan wa fii lafzhin niddan laa bal masya Allahu wahdahu” Apakah engkau hendak menjadikan aku tandingan bagi Allah ?. Jangan begitu, (tapi ucapkanlah) : Menurut kehendak Allah saja. (H.R Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Imam Ahmad dan Ibnu Majah).   

Kedua : Umar bin Khathab datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata : Wahai Rasulullah, saya pernah bertemu dengan saudaraku dari Bani Quraidzah, lalu dia mencatatkan untukku ringkasan kitab Taurat, maukah saya tunjukkan kepada engkau?. 

Abdullah bin Tsabit radhiyallahu'anhu berkata  : Langsung  wajah Rasulullah Shallallahu 'alahi wasallam berubah. Saya bertanya kepada Umar :  Tidakkah engkau melihat gerangan yang terjadi pada wajah Rasulullah ?.  Umar segera  berkata :  Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai seorang Rasul.

Serta merta hilanglah kesedihan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalubeliau bersabda : "Sungguh Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah di antara kalian terdapat Musa, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, sungguh kalian sesat. Sungguh kalian adalah umat yang diperuntukkan bagiku, dan aku adalah Nabi yang diperuntukkan bagi kalian.

Dalam riwayat lain yaitu dari Jabir bin Abdullah : Umar bin Khaththab menemui Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: "Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khaththab?. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebathilan lalu kalian membenarkannya?. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku. (H.R Imam Ahmad dan ad Darimi, hadits hasan).

Ketiga : Rasulullah juga pernah marah kepada Abu Dzar ketika dia mencela seseorang karena nasabnya. Lalu beliau bersabda : Sesungguhnya engkau adalah seorang yang masih memiliki (sifat) jahiliyah”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

Keempat : Rasulullah juga pernah marah kepada orang yang menolak ketika dinasehati supaya makan dengan tangan kanan. Dari Salamah bin Akwa beliau bercerita : Ada seorang makan dengan menggunakan tangan kiri didekat Rasulullah. Melihat ini Rasulullah bersabda : “Makanlah dengan tangan kananmu”. Aku tidak bisa makan dengan tangan, kata orang itu. Lalu Rasulullah bersabda : “Engkau memang tidak biasa menggunakan tangan kananmu”.

Tidak ada yang menghalangi orang tersebut untuk mengikuti perintah Rasulullah kecuali kesombongan. Setelah itu orang tersebut tidak bisa lagi mengangkat tangannya ke mulutnya (H.R Imam Muslim).  

Kelima : Rasulullah juga pernah marah kepada Muadz bin Jabbal. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal pernah shalat Isya bersama Nabi, kemudian ia pulang dan mengimami penduduk kampungnya. Beliau mengimami shalat Isya dan membaca surat Al-Baqarah.

Kejadian itu terdengar oleh Rasulullah, maka beliau berkata kepada Mu’adz : “Wahai Mu’adz !. Apakah engkau mau menjadi pembuat fitnah ? Begitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya hingga tiga kali. Bacalah: “Wasy-Syamsi wa dhuhaaha, sabbihisma rabbikal a’la, dan wal laili idza yaghsya. Karena yang shalat bermakmum denganmu itu ada orang tua, orang lemah dan orang yang mempunyai kebutuhan”. (H.R  Imam Muslim).

Keenam : Rasulullah juga pernah marah ketika Usamah bin Zaid, seorang yang disayangi beliau,  meminta keringan hukuman bagi seorang wanita yang mencuri. Raut wajah Nabi berubah karena marah, ketika Usamah merayu agar beliau tidak memotong tangan  wanita yang mencuri tersebut, dengan alasan dia adalah wanita terpandang dari kaum Bani Makhzum, salah satu suku besar Quraisy. Nabi bersabda : “Apakah layak aku memberikan pertolongan terhadap tindakan yang melanggar aturan Allah ?” (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah dengan khutbah yang sangat jelas. Beliau bersabda : “Amma ba’du : Sesungguhnya orang orang sebelum kalian binasa dikarenakan ketika seorang yang terpandang diantara mereka mencuri maka mereka tidak menghukumnya. Sedangkan apabila seorang yang lemah mencuri maka mereka pun segera menghukumnya”.  (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Kalau kita cermati perjalanan hidup Rasulullah, ternyata beliau sangat   jarang marah, kecuali pada saat yang perlu dan  berkaitan dengan yang penting yaitu  berkaitan dengan syariat. Ibnu Rajab al Hambali berkata : Beliau tidak pernah membalas untuk kepentingan diri beliau. Akan tetapi apabila hal hal yang Allah haramkan dilanggar maka tidak ada sesuatu pun yang dapat mencegah marah beliau.
 
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (590)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar