Rabu, 28 Oktober 2015

KEMULIAAN JIWA ADALAH PANGKAL KEBAIKAN



KEMULIAAN JIWA ADALAH PANGKAL KEBAIKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Imam Ibnul Qayyim, dalam Kitab Fawaaidul Fawaaid, berkata : Pangkal segala kebaikan, dengan adanya taufik dan kehendak Allah, adalah kemuliaan dan kebesaran jiwa. Sebaliknya pangkal segala keburukan adalah kehinaan, kerendahan dan kekerdilan jiwa. 

Allah berfirman : “Qad aflaha man zakkaahaa. Wa qad khaaba man dassaaha. Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya. Dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.  (Q.S asy Syams 9-10)

Maksudnya adalah : (1) Beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya, memperbanyak keberkahan dan membuat jiwa itu bertumbuh dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala. (2) Disisi lain, merugilah orang yang mengecilkan dan menistakan  jiwanya dengan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala.

Ketahuilah bahwa jiwa yang mulia hanya rela menerima sesuatu yang paling tinggi, paling utama dan paling terpuji kesudahannya. Sedangkan jiwa yang rendah hanya akan mengurusi hal hal yang nista hingga akhirnya terjerumus kedalam kenistaan, sebagaimana lalat terperosok ke dalam sesuatu yang jorok.

Pangkal kerendahan jiwa  adalah sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Syaqiq al Balkhi  bahwa pintu taufik atau penjagaan Allah Ta’ala tertutup bagi manusia (sehingga jiwanya menjadi rendah dan kerdil)  karena enam perkara.

Pertama : Sibuk dengan (memanfaatkan)  nikmat dari pada mensyukurinya.

Kedua : Senang mencari ilmu tetapi tidak mengamalkannya.

Ketiga : Cepat melakukan dosa tapi lambat dalam bertaubat.

Keempat : Teperdaya yaitu bergaul dengan orang orang shalih namun tidak mau meniru perbuatan (amal) mereka.

Kelima : Terus mengejar dunia ketika sesuatu yang fana ini berlari membelakanginya.

Keenam : Berpaling dari akhirat justru pada saat sesuatu yang kekal (akhirat) ini mendatanginya. 

Imam Ibnul Qayyim menambahkan : Pangkal semua sifat (kerendahan jiwa) itu adalah tidak adanya perasaan harap dan cemas (terhadap Allah Ta’ala).  Penyebabnya adalah keyakinan yang lemah akibat lemahnya penglihatan hati. Lemahnya penglihatan (hati) itu tidak lain karena  kerendahan dan kekerdilan jiwa serta kebiasaan menukar sesuatu yang baik dengan yang buruk. Seandainya jiwa seseorang hamba benar benar mulia, niscaya ia tidak akan rela terhadap segala sesuatu yang bernilai rendah.  

Wallahu A’lam. (446)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar