Minggu, 11 Oktober 2015

BERUSAHA DIAM JIKA TERPICU UNTUK MARAH



BERUSAHA DIAM JIKA TERPICU UNTUK  MARAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Setiap manusia yang merasa terganggu biasanya punya potensi untuk marah, karena sifat marah itu memang ada dalam diri manusia. Syaikh Dr. Shalih Fauzan al Fauzan, seorang ulama besar Saudi, mengatakan bahwa : “Orang yang tidak bisa marah, terdapat kekurangan pada dirinya.”

Tinggal sekarang kita menghitung sifat marah kita ada  pada tingkat atau strata berapa. Dan pertanyaannya adalah bisa terkendali atau tidak. ?

Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan bahwa menahan marah dan memaafkan orang lain adalah merupakan salah satu sifat orang bertakwa yaitu sebagaimana Allah berfirman : “Alladziina yunfiquuna fis sarraa-i wadh dharraa-i wal kaazhimiinal ghaizha wal ‘afiina ‘aninnaasi, wallahu yuhibbul muhsiniin”. (Orang yang bertakwa yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang orang yang berbuat kebaikan. (Q.S Ali Imran 134)

Rasulullah memberikan pujian terhadap seorang hamba yang bisa mengendalikan atau menahan marahnya. Beliau bersabda : “Man kazhama ghaizhan wa huwa yastathi’u an yunfidzahu, da’aahullahu yaumal qiyaamati ‘alaa ru-uusil khalaa-iqi hatta yughaiyirahu fii ayyil huuri syaa-a”. Siapa yang menahan amarah padahal dia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan memanggilnya pada hari Kiamat di hadapan semua makhluk, hingga memberikannya kesempatan untuk memilih bidadari yang dia inginkan. (H.R Imam Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Jadi sangatlah dianjurkan bagi setiap hamba untuk berusaha mengendalikan marahnya. Rasulullah bersabda : “Laisasy syadiidu bish shura’ati, wa innamaasy syadiidul ladzii yamliku nafsahu ‘indal ghadab”. Orang yang perkasa itu bukan orang yang jago bergulat, akan tetapi orang yang perkasa itu adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah. (H.R Imam Ahmad).  
      
Marah memang terkadang diperlukan, tapi haruslah pada saat yang tepat,  dengan cara yang tepat serta marah untuk keadaan yang tepat pula. Namun demikian menahan  atau mengendalikan marah tentu jauh lebih baik.

Sangatlah banyak cara yang diajarkan agama ini untuk mengendalikan diri jika terpicu untuk marah. Satu diantaranya adalah dengan bersikap diam, tidak berbicara. Orang yang sedang terpicu oleh kemarahan sangatlah sulit untuk berbicara dengan baik karena emosinya sedang berada di puncak. Orang yang sedang marah biasanya mudah mengeluarkan kata kata yang tidak baik yang memberi mudharat kepada dirinya dan juga mudharat kepada orang lain.

Terkadang kita menyaksikan orang yang sedang marah menjadi lupa diri. Bisa jadi dia menghina orang lain bahkan sampai menyebut nama nama penghuni kebun margasatwa. Kenapa bisa begitu ? Ya namanya juga lagi marah besar.  Oleh karena itu maka diam adalah salah satu pilihan yang baik bagi orang terpicu untuk marah, sampai emosinya reda.

Bahwa Rasulullah mengabarkan : “Tentang dua orang laki laki dari sebelum kita ini, yang salah seorangnya adalah ahli ibadah sedangkan yang seorang lainnya adalah seorang yang berlaku zhalim terhadap dirinya (dengan banyak berbuat dosa). 

Yang ahli ibadah sering menasehatinya, tetapi dia tidak berhenti juga (dari berbuat dosa). Maka suatu hari dia (ahli ibadah) melihatnya sedang berbuat dosa dan melihat hal  itu adalah suatu dosa yang amat besar hingga dia (ahli ibadah berkata (kepada yang bermaksiat) : Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu. Akan tetapi Allah mengampuni dosa orang yang suka berbuat dosa itu dan menggugurkan amal yang  ahli ibadah itu. (H.R Imam Ahmad dan Abu Dawud).

Abu Hurairah berkata : Orang itu telah mengatakan suatu kalimat yang membinasakan dunia dan akhiratnya. Dan Abu Hurairah memperingatkan orang orang agar jangan sampai mengatakan kalimat seperti ini saat marah.

Imam Ibnu Rajab al Hambali menjelaskan bahwa : Orang tersebut (yang ahli ibadah) sebenarnya marah karena Allah, tetapi kemudian dia berkata dalam keadaan marah karena Allah, dengan apa yang tidak boleh dikatakan dan memastikan atas Nama Allah dengan apa yang tidak dia ketahui. Lalu Allah menggugurkan amal amalnya. Lalu bagaimana dengan orang yang berbicara saat dia marah untuk dirinya sendiri dan karena mengikuti hawa nafsunya lalu berkata  dengan apa apa yang tidak boleh dikatakan ?.

Oleh karena itu mari kita pilih sikap diam jika terpicu untuk marah. Meskipun terasa berat tapi insya Allah ini  lebih selamat.

Wallahu A’lam. (428)     

  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar