Selasa, 20 Oktober 2015

KAGUM PADA DIRI SENDIRI



KAGUM PADA DIRI SENDIRI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Kagum pada diri sendiri atau disebut juga dengan istilah ujub yaitu suatu keadaan hati dan terkadang dibarengi dengan sikap yang  merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan tertentu dibanding orang lain meskipun belum tentu benar. 

Ibnul Mubarok pernah berkata : Perasaan ujub adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Imam Al Ghozali menuturkan : Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan semua keutamaannya kepada Allah Ta’ala. 

Diantara bahaya kagum pada diri atau ujub adalah : Seseorang yang  merasa takjub dengan dirinya sendiri karena pendapatnya, kemampuannya, ilmunya, karyanya, amal ibadahnya, gelarnya dan yang lainnya. Ia merasa hebat, keren, pintar, dan ujungnya adalah menganggap remeh orang lain. Apabila ada pendapat  atau perbuatan  orang lain yang terlihat lebih baik ia tidak menyukainya. Lalu dia berusaha keras mencari cari kekurangannya sehingga akhirnya dia   menganggap orang itu tetap tidak lebih baik dari dirinya. Dia tetap menganggap dirinya lebih baik.

Ujub yang paling berbahaya adalah menganggap dirinya telah  banyak beribadah dan merasa tidak melakukan dosa kecuali sedikit sekali. Seolah olah merasa dirinya suci. Tentang hal ini Allah telah memperingatkan : “Falaa tuzakkuu anfusakum, huwa a’lamu bi manittaqaa”. Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (Q.S an Najm 32)

Kalau sikap ujub, bangga atau kagum pada diri sendiri ini disebut sebagai penyakit maka ujub itu sebenarnya masuk kelompok penyakit aneh. Ujub itu sendiri jelas tidak baik tapi dia biasanya lahir setelah seseorang mengatakan sesuatu kebaikan seperti memberi  nasehat atau setelah melakukan sesuatu yang bermanfaat. 

Diantara contoh yang sederhana adalah bahwa saat ini ada suatu tambahan situasi, yang jika tidak dipahami secara bijak sangat berpotensi untuk menjadikan seseorang jatuh kepada penyakit ujub yaitu pada saat seseorang memposting   tulisannya berupa nasehat atau berbagi ilmu dengan orang lain di dunia maya melalui facebook, blog, web, WA ataupun yang lainnya. 

Lalu setelah posting satu tulisan maka beberapa menit kemudian dia tak pernah lepas dari memantau jumlah dan komentar visitors terhadap tulisannya. Kalau visitornya ramai maka dia berpuas hati dan berkata : Waduh aku memang hebat, tulisanku baru 10 menit di posting sudah ada 30 lebih visitorsnya bahkan hampir semua memberikan komentar sangat bagus. Itulah salah satu contoh konkrit dari yang dimaksud dengan sikap ujub yang bermula dari kebaikan tapi berujung pada keburukan yaitu ujub.   
Ketahuilah bahwa  sikap ujub memiliki beberapa keburukan diantaranya adalah :
Pertama :  Seorang yang ujub akan menghalangi dirinya  dari  manfaat saran, kritik, dan nasehat dari orang lain meskipun yang dikatakan orang lain itu benar.
Kedua : Jika seseorang menghalangi dirinya untuk menerima sesuatu yang memang benar dan baik maka pada gilirannya dia akan jatuh pada sikap sombong. Rasulullah bersabda : “Al kibru, batharul haqqi wa ghamdunnaas” Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (H.R Imam Muslim).
Ketahuilah, bahwasanya Allah telah  memberikan nikmat (kepadamu untuk) berbuat baik dan membaguskan amalanmu. Maka tidaklah layak bagi seseorang untuk bangga atau ujub dengan amalannya. Tidak pula layak seorang yang berilmu bangga dengan ilmunya karena semua keutamaan itu dari Allah Ta’ala semata. (Ahmad bin Qudamah).
Lalu adakah upaya yang bisa dilakukan untuk menghindar dari sifat ujub. ? Prof. DR. Syaikh Abdurrazzaq, seorang ulama besar Saudi, Guru Besar pasca sarjana di Universitas Islam Madinah,  memberikan nasehat bagaimana menghindari sifat ujub.
Pertama : Dengan menyadari bahwa kita beribadah (melakukan suatu kebaikan) bukanlah karena kemampuan kita  semata, tapi (hakikatnya) adalah  disebabkan karunia Allah, sehingga sangatlah tidak pantas kalau kita membangga banggakannya terhadap manusia.
Kedua : Dengan senantiasa menyadari bahwa sebenarnya amal (perbuatan baik) kita belum seberapa dibanding orang lain, sehingga tidak pantas kita membanggakannya.
Ketiga : Dengan senantiasa menyadari bahwa kita manusia, mempunyai kesalahan dan dosa yang banyak sehingga tidaklah pantas bagi seseorang yang banyak kesalahan dan dosa untuk  berbangga diri atau ujub.
Insya Allah bermanfaat. Wallahu A’lam (436)
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar