Sabtu, 24 Oktober 2015

INILAH PERUSAK PERUSAK KEIKHLASAN



INILAH PERUSAK PERUSAK KEIKHLASAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah :
Ikhlas adalah suatu perkara yang sudah tidak samar bagi kita. Sungguh sudah begitu jelas maknanya. Bahkan faedahnya pun sudah kita ketahui bagi kehidupan kita terutama dalam beramal shalih. Tetapi  implementasi ikhlas dalam kehidupan kita terutama dalam ibadah adalah sangat sulit dan banyak tantangan. Tanpa disadari kadang-kadang kita jatuh kepada sikap yang  bisa merusak keikhlasan.

Kewajiban beramal dengan ikhlas.
Sungguh telah dimaklumi pula bahwa  kita diperintahkan untuk beribadah dengan ikhlas kepada Allah saja tidak kepada selainNya. Allah berfirman : “Wama umiruu illa liyabudullaha mukhlishina lahuddin, hunafa’a wayuqimush shalata wayu’tuzakata wadzalika dinul qaiyimah”. Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. al Baiyinah 5).

Syaikh as Sa’di menjelaskan bahwa memurnikan ketaatan kepadaNya  bermakna mencari Wajah Allah dalam seluruh ibadah baik yang zhahir maupun yang bathin serta ingin mendekat disisiNya. (Tafsir Karimir Rahman).
 
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman : “Alladzii khalaqal mauta wal hayaata liyabluakum  aiyukum ahsanu amalaa”.  Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Al Mulk 2).

Imam Fudhail bin Iyadh mengatakan bahwa yang lebih baik amalnya  maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar amalnya. Selanjutnya kata beliau , yang paling ikhlas dan paling  baik yakni : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tapi tidak benar maka tidak diterima, demikian juga apabila benar tetapi tidak ikhlas maka tidak pula. Orang yang ikhlas ibadahnya adalah yang beramal semata-mata karena Allah sedangkan yang benar adalah orang yang mencontoh Rasulullah dalam beramal. (Kitab Madarijus Salikin)  

Diantara  keadaan yang bisa merusak keikhlasan.

Sungguh sangatlah banyak keadaan yang bisa merusak keikhlasan seseorang dalam beribadah, diantaranya :

Pertama : Sifat suka dipuji.
Seseorang yang  suka dipuji akan merusak keikhlasan karena dia  sangat senang bila ada yang memujinya. Jiwanya berasa melayang dengan pujian. Hatinya selalu mengharapkan pujian manusia. Hanya merasa nyaman jika ada yang memujinya. Selalu berusaha mencari muka dihadapan manusia. Orang yang mengkritiknya dianggap musuh meskipun kritikan itu benar. Dengan demikian amalannya akan dia selimuti dengan pujian pujian. Dia beramal karena pujian. Kalau pujian tidak datang maka akan membuatnya lemah dalam beramal.

Lalu ada pertanyaan : Bagaimana dengan pujian yang diterima tapi  benar benar tidak diinginkan. Jawabannya adalah : Jika seorang hamba mengerjakan suatu amal shalih dengan ikhlas baik sedang beribadah dan ketika selesai  beribadah , kemudian Allah menampakkan kebaikannya berupa pujian manusia dan dia merasa senang atas karunia Allah, maka ini tidaklah tercela (Kitab Qaulul Mufid).

Rasulullah bersabda dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : “Abu Dzar berkata : Ada yang bertanya, Wahai Rasulullah ada seseorang yang berbuat kebaikan kemudian manusia memujinya. Rasulullah menjawab : Itu adalah berita gembira yang disegerakan bagi seorang yang beriman

Kedua : Banyak menceritakan kehebatan amalnya.
Orang semacam ini selalu berhasrat untuk menceritakan amalan yang telah dia kerjakan. Suka menceritakan bagaimana payah, susah dan letihnya dia dalam beramal.Berkeinginan untuk menonjolkan amalannya didepan orang lain.
Dia juga sangat berhasrat untuk menarik hati manusia, kedudukan yang mulia dan pujian orang banyak  dengan menceritakan amalnya yang banyak. Sekilas orang ini seperti cinta agama dan amal kebaikan. Tapi ini bisa membahayakan nilai ibadahnya karena keikhlasannya dipertanyakan. 

Ketiga : Menyandarkan pekerjaan kelompok kepada dirinya.
Memang terkadang  kita melihat ada manusia yang suka menonjolkan diri dilingkungannya, kepada ketua kelompok atau mudirnya. Bahwa dialah orang yang telah berbuat banyak bagi kelompoknya. Dan juga  dialah orang yang katanya punya ide-ide cemerlang sehingga pekerjaan bisa tuntas dan berhasil. Bahkan terkadang mengaku dia yang telah melakukan tugas atau proyek yang sulit meskipun  bukan demikian.

Orang seperti ini juga sering berkata bahwa kalau tidak ada saya semua tak akan beres. Selalu berusaha menunjukkan seolah olah dialah yang paling sibuk diantara yang lain. Ketahuilah bahwa ini semua bisa merusak keikhlasannya dalam beramal atau melakukan suatu kebaikan.

Keempat : Senang menampakkan sikap tawadhu’nya.
Sikap tawadhu’ adalah salah satu sikap terpuji. Namun demikian ada saja seseorang  berusaha menampakkan sikap tawadhunya dihadapan manusia misalnya muka yang pucat dan badan yang lemas agar disangka seorang yang ‘alim dan ahli ibadah.
Terkadang dia juga  berusaha menampakkan wajah yang sedih  agar terlihat seolah olah  dialah orang yang paling takut dengan azab Allah.

Terkadang juga dia suka berbicara dengan suara serak, mata sayu badan  lemas karena ingin menunjukkan bahwa dia banyak ibadah terutama shalat malam, banyak melakukan  puasa sunnah. Pada semuanya bisa merusak keikhlasannya dalam beribadah.

Sungguh benar apa yg dikatakan Imam Ibnul Jauzi : Alangkah sedikitnya manusia yang beramal ikhlas karena Allah. Kebanyakan manusia  senang untuk menampakkan ibadahnya. 

Kelima : Merendahkan diri untuk memperoleh pujian.
Diantara manusia ada yang merendahkan diri dihadapan orang lain. Misalnya mengatakan bahwa  ilmu saya sangat sedikit, ibadah saya sangat kurang, sungguh jauh dari ibadah orang lain, ah dosa saya sangatlah banyak. Dibalik perkataan dan pernyataannya itu dia sebenarnya ingin pamornya naik biar dipuji  sebagai orang yang rendah hati.

Seorang ulama,  Mutharrif bin Abdullah berkata : Cukuplah seseorang dikatakan memuji dirinya dengan mencela dirinya pada khalayak ramai. Seolah olah dia menghendaki kebaikan pada hal disisi Allah merupakan kejahilan.
Sungguh orang yang suka dipuji baik dengan cara seolah olah merendahkan diri dalam beribadah akan bisa merusak amal dan perbuatan baiknya. 
 
Keenam : Senang menjelekkan orang lain agar dirinya terpuji.
Sering kita temui orang yang sangat senang menjelekkan orang lain, sambil menonjolkan kebaikan dirinya. Ini termasuk ghibah yang berat dan dilarang oleh syari’at. Ini juga termasuk bagian dari perusak keikhlasan dalam beribadah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Diantara sebagian manusia ada yang memoles ghibah dalam bentuk yang indah dan beragam. Kadangkala dengan alasan agama dan kebaikan, ia berkata : Saya tidak menyebutkan orang kecuali kebaikan, saya tidak suka ghibah dan kebohongan. Hanya saja saya mengabarkan kepada kalian keadaan yang sebenarnya. Demi Allah  dia itu orang baik tapi sayang dia melakukan begini dan begitu. Tujuan dari hal ini tiada lain adalah menjelekkannya, beralasan demi kebaikan dan agama.

Sebagian yang lain, kata Ibnu Taimiyah, mereka berbuat ghibah dalam bentuk kekaguman. Semisal dia berkata : Saya kagum dengan dia, tapi bagaimana mungkin dia tidak melakukan (kebaikan) ini dan itu. Atau ia berkata : Saya heran dengan dia, bagaimana ia bisa terjatuh dalam perkara (buruk)  semacam itu.

Melakukan ghibah dengan bentuk keheranan dan kekaguman, inilah penyakit hati yang paling besar dan penipuan terhadap Allah Ta’ala serta para makhluk-Nya  

Ketujuh : Senang dan bangga terhadap diri sendiri atau ujub.
Rasulullah bersabda : “Ada tiga perkara yang membinasakan : kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan bangganya seorang hamba terhadap dirinya sendiri” . (H.R. ath Thabrani).

Ibnul Mubarak berkata bahwa : Ujub adalah engkau merasa bahwa pada dirimu ada sesuatu (kebaikan, kelebihan) yang tidak dimiliki orang lain.

Bangga terhadap diri sendiri atau ujub bisa menjadi salah satu yang bisa merusak keikhlasan seseorang karena dia beribadah untuk memenuhi perasaan ujubnya. Ketahuilah bahwa ujub dapat mendatangkan kerendahan disisi Allah. Ini juga bisa membuat seseorang lupa terhadap aib dan kekurangannya sendiri. Bahkan bisa menjatuhkan seseorang kepada suatu yang lebih berat lagi yaitu kesombongan akhirnya merusak keikhlasannya.

Demikianlah beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan seorang hamba dalam beribadah. Wallahu A’lam. (441)

  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar