Rabu, 25 Mei 2016

KISAH KESABARAN YANG MENGAGUMKAN



KISAH KESABARAN YANG MENGAGUMKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh dalam menjalani kehidupan ini, semua manusia akan diuji. Ujian itu bisa jadi atas dirinya, keluarga, harta ataupun yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman : “Ahasiban naasu an yutrakuu an yaquuluu aamannaa wa hum laa yuftanuun”. Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan : Kami telah beriman, dan mereka tidak diuji ? (Q.S al Ankabuut 2).

Syaikh as Sa’di dalam menafsirkan ayat ini, antara lain menjelaskan bahwa : Dia (Allah) akan menguji mereka dengan kesenangan dan kesengsaraan hidup, kesulitan dan kemudahan, hal hal yang membuat semangat dan yang membenci, kekayaan dan kefakiran, dengan penguasaan musuh musuh terhadap mereka pada saat tertentu serta berbagai cobaan lainnya. Sesungguhnya, kata beliau, ujian dan cobaan bagi jiwa tak obahnya seperti alat tempa besi yang memisahkan karat dan besi. (Tafsir Taisir Karimir Rahman)

Ketahuilah bahwa seorang yang beriman ketika mendapatkan musibah dia bersabar, tidak mengeluh apalagi berputus asa,  maka itu adalah alamat bahwa Allah menghendaki kebaikan baginya. 

Rasulullah bersabda : “Man yuridillahu bihi khairan yushib minhu”. Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya. (H.R Imam Bukhari).

Lalu ada yang bertanya : Mengapa orang yang didatangi musibah ada kebaikan padanya. ?. Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala menimpakan musibah kepadanya karena Allah Ta’ala menginginkan untuk menghapus dosanya di dunia sehingga pada saat meninggal dia sudah bersih dari dosa.

Rasulullah bersabda : “Jika Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya maka Dia akan menyegerakan siksa kepadanya di dunia. Dan jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Dia akan menahan (menangguhkan) siksaan itu hingga Allah melakukannya pada hari Kiamat kelak” (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Tapi ketahuilah bahwa kebaikan kebaikan dan keutamaan yang ada di balik musibah atau ujian itu hanya akan diperoleh jika disikapi dengan sabar dan mengharap ridha-Nya. Inilah sikap yang dilazimkan para Nabi dan orang orang shalih. Lihatlah bagaimana kisah kisah kesabaran dalam menghadapi musibah berikut ini.
Pertama : Kisah Nabi Ayyub ‘alahis salam.

Nabiyullah Ayyub ‘alaihis salam adalah seorang hamba yang shalih. Allah Ta’ala menjadikannya sebagai salah satu keteladanan dalam kesabaran. Sebelum ditimpa musibah beliau adalah seorang yang berkecukupan. Allah telah menganugerahkan  kekayaan berupa harta dan anak. 
 
Kemudian Allah Ta’ala menguji dengan penyakit  sehingga menghilangkan kekuatannya. Juga beliau menjadi  miskin dan dijauhi kerabat dan teman. Ujian ini berjalan cukup lama yaitu 18 tahun. Tidak ada yang tersisa didekat beliau kecuali istri dan dua orang sahabat. Tapi berkat kesabaran beliau yang luar biasa dalam menghadapi ujian  maka akhirnya Allah Ta’ala mengembalikan kesehatan beliau dan juga harta yang dimiliki sebelumnya. (Lihat Kitab al Bidayah wan Nihayah, Imam Ibnu Katsir)

Kisah Nabi Ayyub ini diabadikan dalam al Qur-an, diantaranya adalah dalam surat Shad 41-44. “Dan ingatlah akan  hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Rabb-Nya. Sesungguhnya aku diganggu syaithan dengan penderitaan dan bencana. (Allah berfirman) : hentakkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum. Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang yang berpikiran sehat. Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik baik hamba. Sungguh dia sangat taat (kepada Allah). 

Kedua : Kisah Abu Qilabah dan anaknya.
Abu Qilabah adalah seorang tabi’in yang mulia. Akan tetapi keadaan fisiknya sangat mengharukan. Dia kehilangan kedua kaki dan tangannya. Mata dan pendengarannya sudah melemah. Hampir tidak ada bagian tubuhnya yang benar tunjukilah aku untuk memuji-Mu dengan pujian yang sebanding sebagai rasa syukur atas nikmat dan keutamaan yang Engkau berikan kepadaku.

Suatu hari  seorang sahabatnya, Abdullah bin Muhammad,  mengunjunginya. Abdullah bin Muhammad menceritakan : Aku bertanya kepadanya : Mengapa engkau selalu mengulang ngulang doamu ?. Sebenarnya nikmat apa yang telah Allah Ta’ala berikan kepadamu ?. 

Abu Qilabah berkata : Tidakkah engkau melihat apa yang diperbuat oleh Rabb-ku kepadaku ?. Demi Allah, andaikata Allah memerintahkan langit untuk mengirim api dan membakarku, memerintahkan gunung agar menimpaku dan laut agar menenggelamkanku hal hal itu tidak lain adalah menambah rasa syukurku kepada-Nya, karena Dia telah memberi nikmat lisan ini.

Abu Qilabah berkata lagi : Aku punya kebutuhan, maukah engkau membantuku ?. Aku ini orang lemah, aku punya seorang anak kesayangan yang selalu menemaniku. Dia yang mewudhukan aku saat tiba waktu shalat. Apabila aku lapar dia yang memberi makan, apabila aku haus dia yang memberi minum. Tapi sudah tiga hari ini aku kehilangan dia. Tolong carikan dimana dia.

Aku berkata : Sungguh tidak ada pahala yang lebih besar di sisi Allah daripada orang yang berjalan untuk memenuhi kebutuhanmu. Lalu aku mulai berjalan untuk mencari anak tersebut. Baru beberapa langkah aku melihat tumpukan bebatuan dan aku dapati anak yang kucari telah dimangsa binatang buas. Melihat itu aku hanya bisa mengucapkan : Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. 

Sampai di rumah Abu Qilabah aku langsung mengucapkan salam. Abu Qilabah menjawabnya dan berkata : Bukankah engkau sahabatku ?. Aku menjawab : Benar. Bagaimana kebutuhanku ? Tanya Abu Qilabah.

Aku berkata : Siapa yang lebih mulia disisi Allah, engkau atau Nabi Ayyub ?. Nabi Ayyub lebih mulia, jawab Abu Qilabah. Aku bertanya lagi : Bukankah kita mengetahui cobaan yang diberikan kepada Nabi Ayyub ?. Beliau diuji dalam hartanya, keluarganya dan anak anaknya. Benar demikian kata Abu Qilabah. Aku berkata lagi : Bagaimana sikap Nabi Ayyub menerima cobaan itu ?. Abu Qilabah menjawab : Beliau bersabar, bersyukur dan selalu memuji Allah.  
         
Akhirnya dengan berat hati aku berkata : Sesungguhnya anak kesayanganmu yang engkau cari telah meninggal dimangsa binatang buas. Semoga Allah Ta’ala memberikan kesabaran dan pahala yang besar kepadamu. Lalu Abu Qilabah menjawab :  Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan satupun dari keturunanku yang memaksiati-Nya. Kemudian Abu Qilabah mengucapkan : Innaa lillahi wa innaa ilahi raaji’uun” sambil mengeluarkan isak tangisnya. Tak lama sesudah itu iapun meninggal  dunia.

Tatkala pemakaman selesai aku kembali ke rumah. Malamnya aku tertidur dan bermimpi melihat Abu Qilabah di Surga memakai perhiasan Surga, dia membaca ayat : “Salaamun ‘alaikum bimaa shabartum, fa ni’ma ‘uqbaddaar” . Keselamatan atasmu karena kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Q.S ar Ra’d 24).

Aku bertanya (dalam mimpi itu) : Bukankah engkau adalah sahabatku ?. Dia menjawab : Benar. Aku bertanya : Bagaimana engkau meraih itu itu semua?. Abu Qilabah menjawab : Sesungguhnya Allah mempunyai tingkatan yang tidak bisa diraih kecuali dengan kesabaran ketika tertimpa musibah, bersyukur ketika senang dengan selalu takut kepada Allah ta’ala secara tersembunyi ataupun terang terangan. (Dari Kitab ats Tsiqat Ibnu Hibban).  

Ketiga : Kisah wanita kulit hitam yang sabar dengan penyakitnya.
Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah, dia berkata : Telah berkata kepadaku Abdullah bin Abbas: Maukah engkau aku tunjukkan  seorang wanita penghuni surga?. Maka aku berkata : Tentu!. Kemudian Ibnu Abbas berkata:  Ada wanita hitam, dia pernah mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata : Aku kena penyakit ‘usro’u (semacam penyakit ayan atau epilepsy). Jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap. Maka doakanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: Jikalau aku doakan kepada Allah kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau kamu sabar (dengan penyakitmu) maka bagimu surga.
 
Maka wanita hitam itu berkata : Ashbiru (aku akan sabar), akan tetapi doakan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku, auratku tidak tersingkap”. Maka Nabi pun mendo’akannya sehingga tiap kali penyakitnya kambuh, Allah Ta’ala menjaga auratnya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Kisah dari hadits diatas kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga, dimana seorang wanita berkulit hitam yang mungkin tidak begitu berharga  dalam pandangan masyarakat apalagi dia  mengidap  penyakit ayan yang sewaktu waktu kambuh. Akan tetapi Allah Ta’ala memuliakan wanita itu  dengan memberinya surga disebabkan karena ketakwaan dan kesabarannya dalam menerima  ujian berupa penyakit.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam  (676)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar