Rabu, 22 Oktober 2014

MAKNA JALAN YANG LURUS



MAKNA JALAN YANG LURUS

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu surat yang mulia dalam al Qur an dan paling sering dibaca kaum  muslimin adalah surat al Faatihah yang terdiri dari tujuh ayat. Sering dibaca bukan karena surat ini adalah surat pertama dalam mushaf. Lebih dari itu karena Rasulullah mewajibkan kita untuk membacanya pada setiap rakaat shalat kita baik shalat fardhu maupun shalat sunat. Bahkan membaca surat ini adalah salah satu syarat sahnya shalat seseorang.
Rasulullah bersabda : “Laa shalaata  liman yaqra’ (fiihaa) bifaatihatil kitaabi (fashaa’idan)” Tidak sah shalat seseorang jika tidak membaca al Fatihah. H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Didalam surat ini  ada satu ayat, berupa kalimat doa yaitu : “Ihdinash shiraathal mustaqiim”  (Ya Allah) tunjukilah kami jalan yang lurus. (Q.S al Faatihah 6). Sungguh ini adalah bentuk doa yang sangat agung dan sangat sangat dibutuhkan oleh setiap hamba. Karena demikian maka sungguh sangatlah baik dan bermanfaat jika ayat berupa doa ini, tidak hanya kita baca dan kita ketahui arti atau terjemahannya saja,  tapi kita pahami pula maknanya.
Untuk memahami maknanya yang benar tidaklah mungkin dengan akal kita yang sangat terbatas. Oleh karena itu dengan memohon pertolongan Allah Ta’ala, mari kita pelajari maknanya yang benar, sebagaimana yang dipahami oleh para ulama salaf dan orang orang yang mengikutinya. Diantaranya adalah :

Pertama : Imam Ibnu Jarir  ath Thobari berkata : “Ihdinash shiratal mustaqiim” bermakna : Ya Allah, berikanlah taufik kepada kami agar tetap pada jalan yang lurus. Berikanlah taufik kepada kami dengan apa apa yang telah Engkau tunjukkan pada orang orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka. Yaitu dari kalangan para Nabi dan orang orang yang taat kepada-Mu. (Jami’ul Bayan).
Kedua : Imam Ibnu Katsir berkata : Hidayah  dalam ayat ini adalah petunjuk dan taufik sehingga ayat ini mengandung makna : Ya Allah, ilhamkanlah, tunjukkanlah dan berikanlah kepada kami. (Tafsir Ibnu Katsir) 
     
Ketiga : Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” bermakna : Berikanlah kami hidayah dan taufik ke jalan yang lurus, (1) yaitu jalan yang jelas, yang menghubungkan kepada Allah dan kepada surga-Nya. (2) yaitu pengetahuan tentang al haq dan mengamalkannya (3) yaitu selalu memegang teguh Islam dan meninggalkan semua agama yang lainnya (4) yaitu tentang Islam secara terperinci, baik dalam mengilmui dan mengamalkannya.
Maka jelaslah (kata beliau) bahwa doa ini merupakan doa yang  paling bermanfaat bagi seorang hamba. Karenanya seorang muslim tidak henti hentinya berdoa dengan doa ini disetiap rakaat shalatnya tersebab kebutuhannya yang sangat kepada kandungannya. (Tafsir as Sa’di)   
    
Selanjutnya, tentang makna “shiratal mustaqiim”  Jalan yang lurus. Ada beberapa perbedaan  dalam ungkapan tentang penjelasan ayat ini. Tetapi jika dilihat lebih dalam ternyata maknanya sama
Pertama : Imam Ibnu Jarir ath Thabari menjelaskan dalam Kitab Tafsirnya, bahwa makna : Jalan yang lurus adalah Kitabullah. Ini sebagaimana dinukil dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud.
Kedua : Imam Ibnu Jarir ath Thabari menjelaskan pula dalam Kitab Tafsirnya, bahwa makna : Jalan yang lurus adalah Islam. Ini sebagaimana dinukil dari Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Muhammad bin al Hanafiyah. Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda : “Allah membuat suatu permisalan shirath (jalan) yang lurus, dan sirath tersebut adalah Islam.”
Ketiga : Imam Ibnu Jarir ath Thabari menjelaskan pula dalam Kitab Tafsirnya, bahwa makna : Jalan yang lurus adalah Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Ini sebagaimana dinukil dari Abul ‘Aliyah.
Keempat : Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Kitab Tafsirnya, bahwa makna : Jalan yang lurus adalah al Haqq. Ini sebagaimana dinukil dari Imam Mujahid, murid Ibnu Abbas.
Orang orang kebanyakan mungkin melihat perbedaan ini sebagai suatu perselisihan. Barangkali diantaranya ada yang berkomentar : Bagaimana ini, kok penafsirannya berbeda beda. Sungguh, sebenarnya tidak, tidak berbeda. Bagaimana mungkin berbeda secara hakikat karena mereka adalah para sahabat yang belajar langsung dari Nabi dan para Tabi’in yang belajar langsung dari para sahabat. Perbedaan yang ada hanyalah sekedar ungkapan yang  bila digabungkan bisa bermakna sama atau hakikatnya tidaklah berbeda.
Mari kita lihat, bagaimana ketajaman pemikiran para ulama salaf dalam melihat, mengkompromikan dan menjelaskan bahwa perbedaan makna ini hanya dari segi ungkapan saja. Bukan dari sisi hakikat.
Pertama : Imam Ibnu Katsir dalam Kitab Tasirnya, memberikan penjelasan tentang adanya perbedaan makna tentang “Jalan yang lurus”  Beliau berkata : Pendapat pendapat ini semuanya benar dan saling berkaitan. Barangsiapa yang ittiba’ (mencontoh, mengikut) kepada Rasulullah dan meneladani Abu Bakar dan Umar, maka sungguh dia telah mengikuti  al haq (kebenaran). Barangsiapa yang mengikuti al haq maka berarti dia telah mengkuti Islam. Barangsiapa yang mengikuti Islam maka sungguh dia telah mengikuti al Qur an.
Saudaraku, perhatikanlah bagaimana pemahaman dan penjelasan Imam Ibnu Katsir tentang perbedaan makna tersebut. Ternyata maknanya adalah sama meskipun berbeda dalam ungkapan. Lihatlah urutannya yang sangat sesuai dan berkaitan dengan sangat kuat. Siapa yang mengikuti jalan yang lurus berarti dia mengikuti al Qur an. Jika mengikuti al Qur an berarti mengikuti  al haq dan jika mengikuti al haq berarti mengikuti Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. 
Kedua : Imam Ibnu Jarir ath Thabari dalam Kitab Tafsir, memberikan penjelasan tentang  makna “Tunjuki kami jalan yang lurus”  adalah : Ya Allah berikan taufik kepada kami agar kami tetap berada diatas hal yang Engkau ridha dan diatas jalan orang orang yang Engkau beri nikmat dari para hamba hamba-Mu, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Itulah shirathal mustaqim. Karena barang siapa yang diberi taufik oleh Allah sebagaimana taufik yang diberikan kepada orang orang yang diberi nikmat oleh Allah dari para Nabi, Shiddiqiin dan Syuhada’ maka berarti dia telah diberi taufik kepada Islam, membenarkan para Rasul, memegang teguh al Qur an. Juga melaksanakan perintah perintah Allah, menjauhi apa saja yang dicela oleh Allah. Ittiba’ kepada manhaj Rasulullah dan manhaj Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dan manhaj semua hamba yang yang shalih, semua itu masuk kepada makna shirathal mustaqim (Jami’ul Bayan).
Demikianlah diantara penjelasan ulama tentang makna shirathal mustaqim atau jalan yang lurus. Dan kita berdoa agar mendapatkan jalan yang lurus itu. Semoga Allah mengabulkan semua doa doa kita. (101)
Allahu a’lam.  











Tidak ada komentar:

Posting Komentar