Minggu, 08 November 2015

MUSIBAH BISA JUGA MENDATANGI HAMBA YANG TAAT



 MUSIBAH BISA JUGA MENDATANGI HAMBA YANG TAAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini tidak ada manusia yang tidak pernah mendapat musibah. Musibah itu bisa pada dirinya, keluarganya, hartanya ataupun yang selain itu. 

Banyak ayat al Qur an dan as Sunnah yang  telah menjelaskan tentang hal ini, diantaranya adalah : Allah berfirman : “Ahasiban naasu an yutrakuu an yaquuluu aamannaa wa hum laa yuftanuun”  Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan dengan hanya mengatakan : “Kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji ?  (Q.S al Ankabuut 2)

Rasulullah bersabda :  “Matsalul mu’mini kamatsaliz zar’i, laatazaalur riihu tamiiluhu, walaa yazaalul mu’minu yushiibuhul bala’. Perumpamaan seorang mu’min tak ubahnya seperti tanaman, angin akan selalu menerpanya, ia akan selalu mendapat cobaan (H.R Imam Muslim)

Lalu ada yang bertanya :  Si Fulan itu orang shalih, berilmu dan taat beribadah, tapi kenapa musibah terus menerus mendatanginya. ?.

Iya bisa jadi demikian karena ketahuilah bahwa musibah  akan mendatangi siapapun, jika Allah berkehendak. Apakah dia orang yang taat atau orang yang suka bermaksiat.  Nabi dan Rasulpun juga banyak mendapatkan musibah bahkan  lebih berat dibanding musibah terhadap umatnya. Sungguh semua itu adalah ketetapan dari Allah Ta’ala.

Alah berfirman : “Qullan yushiibanaa illa maa kataballhu lanaa huwa maulaanaa , wa ‘alallahi fal yatawakkalil mu’minuun”.     Katakanlah : Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal. (Q.S  at Taubah 51).

 Cuma saja,  bagi orang orang yang suka bermaksiat maka musibah yang datang kepadanya adalah bentuk adzab Allah yang di dahulukan di dunia dan disediakan pula adzab yang lebih berat di akhirat kelak.

Dan  bagi orang orang shalih yaitu orang orang yang taat kepada Allah Ta’ala maka musibah yang datang kepadanya diantaranya adalah bentuk ujian untuk menguji keimanannya.

Ketahuilah bahwa musibah yang diturunkan Allah Ta’ala kepada hamba hamba-Nya yang taat  adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada mereka. Perhatikanlah beberapa hikmah adanya ujian bagi hamba-hamba yang shalih dan taat, diantaranya :

Pertama : Allah ingin menghapus  kesalahannya.
Sungguh tidak ada manusia yang yang terbebas dari dosa, termasuk orang orang yang shalih dan taat. Dengan kasih sayang-Nya Allah turunkan musibah kepadanya sehingga terhapus sebagian dosa dosanya.  

Rasulullah bersabda : “Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesedihan, gangguan, kegundah gulanaan hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan kesalahannya”  (H.R Imam Bukhari dari Abu Hurairah).

Rasulullah bersabda : “Maa min muslimin yushiibuhu adzdza min maradhin illaa haththallahu bihi sai-yiaatihi kamaa tahaththusy syajaratu waraqahaa”.   Tidaklah seorang muslim itu tertimpa suatu bencana berupa penyakit dan yang lainnya  melainkan dengannya Allah akan menggugurkan kesalahan kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daun daunnya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

Kedua : Allah menghendaki kebaikan baginya.
Sungguh Allah Ta’ala melalui Rasulul-Nya  memberikan kabar gembira bahwa orang orang yang diberikan musibah sebagai ujian adalah merupakan salah satu tanda bahwa Allah Ta’ala  menghendaki kebaikan baginya. Rasulullah bersabda : “Man yuridillahu bihi khairan yusib minhu”. Barang siapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, Allah akan menimpakan kepadanya musibah. (H.R Imam  Bukhari). 

Abu ‘Ubaid berkata : Makna dari hadits diatas adalah bahwa Allah Ta’ala akan mengujinya dengan berbagai musibah untuk melimpahkan pahala kepadanya (Lihat Fathul Baari)

Ketiga : Supaya mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Seorang hamba bisa jadi memiliki kedudukan yang tinggi disisi Allah Ta’ala. Akan tetapi dia tidak memiliki amal shalih yang cukup untuk dapat membuatnya mencapai kedudukan yang tinggi tersebut. Lalu Allah Ta’ala memberinya cobaan dengan sesuatu yang dia benci. Akhirnya dengan cobaan yang menimpanya maka  dia berhak dan dapat mencapai kedudukan  tinggi tersebut.

Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya seseorang itu untuk memperoleh kedudukan (tinggi) di sisi Allah, ia tidak akan dapat mencapainya dengan amal perbuatannya. Allah akan memberikannya ujian berupa sesuatu yang dibencinya, hingga ia dapat mencapai kedudukan (yang tinggi) tersebut. (H.R Ibnu Hibban dan Abu Ya’la, dihasankan oleh Syaikh al Albani)   

Diantara hikmah juga bagi seorang adalah mensucikan dirinya dari berbagai penyakit hati tersebab adanya  musibah yang menimpa.  Imam Ibnul Qayyim berkata : Jika saja Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menimpakan (kepada) hamba hamba-Nya berbagai ujian dan cobaan maka niscaya mereka akan bersikap sombong, angkuh dan zhalim.

Allah Ta’ala jika menginginkan kebaikan bagi hamba –Nya maka Dia akan memberikan-Nya cobaan dan ujian sesuai dengan keadaan sang hamba. Yang mana dengan ujian dan cobaan itu ia dapat membebaskan diri dari berbagai hal yang menghancurkan dirinya.  Jika Allah telah membuatnya bersih, jernih dan suci (dari penyakit hati) maka Dia akan menempatkannya pada derajat yang  paling mulia di dunia ini, yaitu menghambakan diri kepada-Nya dan ganjaran yang paling tinggi di akhirat yaitu melihat dan mendekati-Nya. (Kitab Zaadu al Ma’ad).
 
Ketahuilah bahwa orang orang shalih terdahulu selalu bergembira ketika mereka mendapat musibah, sebagaimana layaknya seorang diantara kita ketika mendapat kebaikan atau kelapangan, sebab mereka memahami betul berbagai kebaikan yang akan diperoleh dengan kedatangan musibah itu bagi dirinya. 

Rasulullah bersabda : “Wain kaana ahaduhum layafrahu bil balaa-i kamaa yafrahu ahadukum bil rakhaa-i”. Sehingga salah seorang di antara mereka, merasa sangat bergembira dengan bala yang menimpanya sebagaimana mendapat kemewahan atau kelapangan (H.R Ibnu Majah)

Sufyan ats Tsauri berkata : Tidaklah dikatakan sebagai seorang faqih atau ahli fikih, jika dia tidak menjadikan bala sebagai nikmat dan kemewahan sebagai bala (Hilyatu al Auliya’).

Wallahu A’lam.  (457)           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar