Selasa, 03 November 2015

AKHLAK ORANG BERILMU



AKHLAK ORANG BERILMU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Orang yang berilmu memiliki kewajiban yang sangat besar dalam mengajak manusia kepada kebaikan. Dia menjadi contoh bahkan panutan oleh manusia. Oleh karena itu maka wajib baginya  menunjukkan dan menjaga akhlak yang mulia. Diantara akhlak yang harus dipeliharanya adalah :   
 
Pertama : Bersifat tawadhu’
Tawadhu’ atau merendahkan diri adalah sikap yang selalu dijaga oleh seorang yang berilmu. Ini menjadi penguat bagi dirinya untuk meyakinkan orang lain menerima kebenaran yang disampaikannya.

Allah berfirman : “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang orang yang sombong dan membanggakan diri”. (Q.S Luqman 18)
Imam al Mawardi berkata : Adapun yang wajib bagi para ahli ilmu adalah berhias dengan akhlak yang pantas baginya. Diantaranya adalah sifat tawadhu’ dan menjauhi sifat ujub. (Adabud Dun-ya wad Din)

Kedua :  Senantiasa mengamalkan ilmunya.
Diantara sifat orang berilmu adalah tidak pernah lalai dalam mengamalkan ilmunya karena Allah telah mengingatkan :   “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu lima taquuluuna maa laa taf’aluun. Kabura maqtan ‘indallahi an taquuluu maa laa taf’aluun”. Wahai orang orang yang beriman ! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ?. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan.  (Q.S ash Shaaf 2-3).

Syaikh as Sa’di berkata : Apakah kondisi tercela seperti ini pantas bagi orang-orang yang beriman ?. Bukankah amat besar murka Allah pada orang yang mengatakan sesuatu namun tidak dikerjakannya. Oleh karena itu orang yang menyuruh berbuat baik seharusnya menjadi orang yang pertama mengamalkannya. Dan orang yang melarang kemungkaran seharusnya menjadi orang yang paling jauh dari kemungkaran itu. 

Ketiga : Menyadari bahwa dia memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.
Seorang berilmu harus memahami bahwa ilmunya sangatlah sedikit. Sungguh dia selalu menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya sangat jauh dibawah ilmu orang lain. Dia sangat paham bahwa masih sangat banyak orang yang memiliki ilmu yang lebih dibanding dirinya. Seorang ‘alim tidaklah akan pernah mengatakan bahwa dia yang paling mengetahui segala galanya.

Sungguh Allah telah berfirman : “Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki dan diatas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui”.  (Q.S Yuusuf 76). 
 
Allah berfirman : Wamaa uutiitum minal ‘ilmi illaa qaliilaa”. Sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.  (Q.S al Isra’ 85).

Oleh karena itu orang yang berilmu tidak pernah merasa malu untuk mengatakan saya tidak tahu. Justru jika dia mengatakan tidak tahu untuk sesuatu yang memang dia tidak tahu adalah merupakan penghormatan dan penghargaanya terhadap ilmu. Ini juga merupakan ujud dari kesadarannya bahwa dia memiliki kelemahan dan kekurangan.
Dengan menyadari bahwa dia banyak kekurangan dan kelemahan maka ini menjadi pendorong yang kuat baginya untuk terus belajar meskipun telah lulus dari beberapa strata pendidikan formal maupun yang tidak formal. 

Keempat : Ikhlas dalam mengajarkan ilmunya.
Seorang yang ‘alim senantiasa menjaga niatnya dalam mengajarkan ilmunya. Tiada yang dia inginkan dalam mengajarkan ilmu  kecuali mencari ridha Allah. Seorang yang berilmu selalu berusaha membersihkan niatnya sehingga terus terjaga keikhlasannya.
Oleh karena itu pendorong paling utama dan sangat mendasar bagi seorang yang berilmu dalam mengajarkan ilmunya adalah menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak tujuan lain apalagi perkara duniawi.

Sungguh Allah telah berfirman : “Wamaa umiruu illa liya’budullaha mukhlishiina lahuddiina hunafaa’. Pada hal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama  yang lurus. (Q.S al Baiyyinah 5).

Rasulullah bersabda : Innallaha la yuqbalu minal ‘amalu  illa ma kana lahu khalisa wabtughiya bihi wajhuhu.” Sesungguhnya Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni (ikhlas) untuk-Nya. (H.R an Nasa’i, lihat Silsilah ash Shahihah).

Imam Ibnul Qayyim memberi nasehat : Hendaknya (seorang hamba) tidak mencampur amalannya dengan campuran campuran perusak berupa keinginan jiwa. Ingin agar dilihat oleh manusia, ingin dipuji oleh mereka. Hendaknya  lari dari keinginan mendapatkan pengagungan dari manusia atau keinginan mendapat harta manusia  atau ingin dapat bantuan dari mereka atau selain itu dari tujuan tujuan yang rusak yang bermuara pada keinginan selain Allah Ta’ala dengan amalannya, apapun bentuknya.      
Kelima : Menjaga akhlak dalam majlis ilmu.
Diantara akhlak seorang berilmu dalam bermajlis adalah lemah lembut. Dia senantiasa mengedepankan kelemah lembutan dalam bermajlis dan juga  dalam beramar makruf ataupun dalam mencegah kemungkaran. Kelembutan sering membuat  seseorang mau menerima kebenaran. Sebaliknya sikap keras akan membuat orang orang menjauhkan diri.

Allah berfirman : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”  (Q.S Ali Imran 159)

Selain itu, diantara akhlak seorang berilmu dalam majlis adalah selalu berusaha untuk menyampaikan kebenaran dengan sabar yakni kebenaran berdasarkan dalil. Dan kebenaran bukanlah pendapat seseorang atau kelompok kecuali jika disandarkan kepada nash atau dalil yang shahih.

Allah berfirman :  “Al haqqu min rabbika, fala takunannaa minal mumtariin.” Kebenaran (sesuatu yang hak) itu dari Rabb-mu, maka janganlah kamu menjadi orang yang ragu-ragu. (Q.S al Baqarah 147). 
 
Keenam : Tidak bakhil dalam menyampaikan ilmu
Seseorang yang dermawan dengan hartanya adalah orang yang terpuji. Begitupun orang yang dermawan atau tidak bakhil dengan ilmunya tentulah lebih terpuji lagi karena ilmu jauh lebih berharga daripada harta.

Imam Ibnul Qayyim berkata : Termasuk kedermawanan dalam ilmu, bila ada yang bertanya kepadamu tentang suatu permasalahan maka hendaklah engkau menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan. (Madaarijus Saalikin) 

Orang orang berilmu sangatlah paham bahwa terdapat larangan keras untuk menyembunyikan ilmunya. Allah berfirman : “Sungguh, orang orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan keterangan dan petunjuk setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (al Qur an) mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula)  oleh mereka yang melaknat.  (Q.S al Baqarah 159)

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah  bersabda : "Barangsiapa yang mengajak orang kepada suatu jalan yang baik, maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosanya orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun".(H.R Imam Muslim).

Dan hadits ini adalah pendorong dan pemberi semangat bagi orang orang berilmu untuk senantiasa menyampaikan ilmunya kepada kaum muslimin.

Ketujuh : Zuhud dalam perkara dunia.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat untuk akhirat.

Imam Ibnu Jamaah al Kinani berkata : Hendaknya orang yang berilmu berakhlak dengan perangai  kezuhudan dalam perkara dunia. Mengambil sedikit dari dunia sesuai kemampuan yang tidak membahayakan dirinya karena apa yang dia ambil sedikit dari perkara dunia dengan qanaah bukanlah termasuk tanda mencintai dunia. 

Imam al Mawardi berkata : Diantara ahklak ahli ilmu adalah hendaknya dia membersihkan dirinya dari syubhat dalam mata pencarian. Hendaknya dia qanaah dengan apa yang mudah baginya dalam mencari rezki tidak rakus dengan keinginan. Sebab terjatuh ke dalam syubhat mata pencarian adalah sebuah dosa dan rakus dengan keinginan adalah kehinaan. (Adab Dun-ya wad Din).

Inilah  akhlak yang dipegang dan selalu ada pada diri orang orang berilmu dari dahulu sampai sekarang.

Demikianlah diantara akhlak orang orang yang berilmu. Wallahu A’lam (452)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar