Jumat, 20 Maret 2015

SEMANGAT MENGAMALKAN ILMU



SEMANGAT MENGAMALKAN ILMU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Seseorang bertanya dalam suatu majlis ta’lim : Ya ustadz, kenapa ya, kalau saya sedang berada  di majlis ta’lim mendengar nasehat ustadz,  rasanya saya ingin segera mengamalkan semua nasehat tersebut. Apalagi jika nasehat itu didukung oleh dalil dalil yang kuat dan disampaikan dengan kalimat kalimat yang menyentuh. 

Diantara contohnya adalah seperti ini ustadz  

Pertama : Jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang keutamaan membaca dan mempelajari al Qur an, tentang pahalanya, tentang syafaat dari al Qur an serta kemuliaan pembaca al Qur an, timbul semangat untuk membaca, mempelajari al Qur an. Bahkan keinginan untuk mengkhatamkan al Qur an sebulan sekali. 

Kedua : Jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang hukum dan keutamaan shalat berjamaah, bagi laki laki dimasjid, timbul semangat untuk terus menerus shalat berjamaah di masjid. 

Ketiga : Jika saya mendengarkan ustdaz menjelaskan tentang keutamaan berdzikir, timbul semangat untuk senantiasa berdzikir pada setiap kesempatan baik dzikir yang muqayyad maupun dzikir  mutlak. 

Keempat : Jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang keutamaan puasa sunat timbul semangat untuk senantiasa melakukan puasa sunat, apakah puasa Senin Kamis, puasa Nabi Dawud, puasa tiga hari dipertengahan bulan dan yang lainnya.

Kelima : Begitu pula jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang keutamaan sabar maka timbul semangat untuk senantiasa bersabar dan menahan diri dari segala gangguan orang lain bahkan ingin memaafkan.

Tapi setelah selesai mendengar kajian di majlis ta’lim  maka semangat tadi menjadi kendor dan berkurang. Seolah olah semangat itu hanya ada ketika mendengarkan kajian saja. Setelah berada dalam lingkungan masyarakat, beraktifitas dan bergaul maka keinginan dan semangat untuk mengamalkan ilmu tadi seolah olah sirna. Kalaupun tidak sirna seluruhnya, tapi sangat sedikit yang bisa diamalkan dengan berbagai alasan yang dicari cari.

Ustadz menjawab : Ketahuilah wahai saudaraku bahwa keadaan atau fenomena seperti ini dialami oleh banyak penuntut ilmu, kecuali bagi orang orang yang Allah berikan petunjuk dan kemudahan untuk melakukan amal shalih.

Sungguh, semua kita sangat paham bahwa ilmu adalah sarana untuk beramal. Ilmu bukanlah tujuan tapi tujuan utama adalah amal. Dan juga kita memahami bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Buah ilmu adalah amal. Yang akan diitimbang di akhirat kelak adalah amal. Oleh sebab itu tetaplah belajar ilmu dan bersemangatlah dalam mengamalkannya. 

Ketahuilah saudaraku bahwa  ilmu bisa menjadi bumerang  yang akan memberatkan seorang hamba di hari Kiamat jika tidak diamalkan. Rasulullah bersabda : “Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia habiskan dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan”  (H.R  Imam at Tirmidzi).

Kita bermohon kepada Allah agar selalu diberi kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan istiqamah dalam mengamalkannya.  

Lalu kenapa hal  ini bisa terjadi. Kenapa kurang semangat mengamalkan ilmu. 

Diantara penyebabnya adalah :

Pertama : Ini bisa terjadi bila seorang penuntut ilmu belum betul betul ikhlas dalam belajar ilmu. Oleh karena itu periksalah keikhlasan diri kita pada setiap akan hadir di majlis ilmu, pada saat hadir di majlis ilmu dan pada saat setelah hadir di majlis ilmu. Khatib al Bagdadi berkata : Kemudian aku wasiatkan kepadamu wahai para penuntut ilmu. Luruskan niatmu dalam menuntut ilmu dan bersungguh sungguhlah dalam mengamalkannya. 

Kedua : Mungkin ketakwaan yang belum mantap sehingga tidak mendapat furqan, yaitu pembeda mana yang baik dan mana yang buruk. Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladzina aamanuu in tattaquullaha  yaj’al lakum furqanan wa yukaffir ‘ankum saiyi-atikum wa yaghfirlakum, wallahu dzul fadhlil ‘azhiim” Wahai orang orang yang beriman. Jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan furqan kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa dosa) mu, Allah memiliki karunia yang besar. (Q.S al Anfaal 29)

Ketiga : Lingkungan yang tidak kondusif dan tidak mendorong seseorang untuk banyak melakukan amal shalih. Ibnu Khaldun berkata : “Manusia adalah anak lingkungannya.” Maknanya adalah bahwa orang orang disekitarnyalah yang akan membentuk karakter atau kepribadian seseorang. 

Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Al mar-u ‘ala diini khalilihi fal yanzhur ahadukum man yukhaalil” Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karibnya (H.R Imam at Tirmidzi, Abu Dawud dan Imam Ahmad)

Keempat : Dikalahkan oleh bujukan syaithan yang selalu mengajak manusia untuk menemaninya nanti di neraka. Mendorong manusia untuk berangan angan kosong yang akhirnya malas beribadah.  Syaithan akan berkata :” Ah tidak apa apa engkau malas beribadah sekarang. Amalmu yang lalu kan sudah banyak. Apakah engkau tidak melihat banyak orang yang juga kurang ibadahnya. Bukankah Allah Mahapengampun.”

Sungguh Alllah telah mengingatkan  melalui firmanNya : “Ya’iduhum wa yumannihi, wamaa ya’iduhumusy syaithaanu illa ghuruuraa” (Syaithan itu) memberikan janji janji kepada mereka dan membangkitkan angan angan kosong pada mereka, pada hal syaithan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka. (Q.S an Nisa’ 120).

Wallahu A’lam.   (241)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar