Minggu, 22 Maret 2015

MERASAKAN SENDIRI AKIBATNYA



MERASAKAN SENDIRI AKIBATNYA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah seorang guru saya, yaitu ustadz Muhammad Sobari M.A dalam suatu ceramahnya pernah berkisah. Kata beliau : Secara  rutin, sekali dalam  sebulan saya  memberikan kajian di sebuah Masjid di kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat.

Lalu disitu ada satu orang jamaah bertanya  tentang hukum potong tangan bagi pencuri. Sebelum bertanya dia  memberi komentar dan  mencela hukum potong tangan bagi pencuri. Itukan kejam, tidak manusiawi katanya. Apakah tidak ada cara lain yang lebih baik untuk menghukum orang yang mencuri.

Saya, kata ustadz ini, berusaha   memberikan penjelasan kepada penanya ini dengan berbagai dalil dan hikmah yang ada di dalam ketentuan  hukum tersebut. Tapi jamaah ini  tidak  merasa puas.

Pada kajian bulan berikutnya ditanyakan dan  dipermasalahkan lagi dengan memberikan argumentasi menggunakan akalnya. Sekali lagi saya memberikan pemahaman kepada jamaah ini bahwa ini adalah ketetapan Allah dan pasti ini adalah keadilan yang sempurna. Jika mengetahui suatu hukum Allah maka sebagai seorang muslim hendaklah kita dalam posisi sami’naa wa atha’naa.  Namun demikian ternyata si penanya ini  masih belum puas juga.
   
Tapi pada kajian bulan berikutnya lagi dia kelihatan sedih.  Padahal dalam pengajian yang lalu selalu bersemangat apalagi saat mencela hukum potong tangan.

Lalu dia mengatakan sendiri tanpa ditanya tentang keadaannya  bahwa tiga hari yang lalu dia   kehilangan mobil  yang baru dibelinya dengan kredit. Sudahlah mobil saya hilang kredit mobil itu harus saya cicil terus. Lebih lanjut dia berkata : Saya sedih sekali ustadz dan kalau ketemu orangnya akan saya bunuh.

Ustadz Sobari menjawab dengan tenang, bahwa dalam Islam orang mencuri tidak boleh dibunuh, maksimal  potong tangan dan itupun hanya boleh dilakukan oleh penguasa atau pemerintah. Ketahuilah kata ustadz Sobari, sungguh Allah telah berfirman :”Wassaariqu wassaariqatu faqta’uu aidiyahumaa jazaa-an bimaa kasabaa nakaalan minallah. Wallahu ‘aziizun hakiim”. Adapun orang laki laki maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan  atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.  (Q.S al Maidah 38)

Memang ada sebagian manusia dengan begitu lancang mengkritik dan mencela sebagian hukum dan ketetapan Allah. Diantaranya yang dicela dan dikritik adalah tentang hukum potong tangan, tentang hukum rajam, tentang pembagian waris. Kata mereka Allah  tidak adil. Na’udzubillah. Rupanya ada manusia yang merasa dia lebih tahu keadilan dari pada pencipta dan pemilik alam semesta ini. 

Semoga orang orang yang suka mencela  hukum dan ketetapan  Allah bisa mengambil pelajaran dari kisah ini. Bertakwalah kepada Allah. Takutlah akan adzab Allah yang sangat pedih. Allah berfirman : “Inna ‘adzaba rabbika  kaana mahdzuraa” Sungguh adzab Rabbmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti (Q.S al Israa’ 57).

Wallahu A’lam.   (243)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar