Selasa, 31 Maret 2015

8 PERTANYAAN TENTANG SHALAT




Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Seorang hamba sangatlah memahami bahwa  shalat adalah tiang agama. Shalat adalah sarana pemelihara keyakinan. Bukti keimanan. Induk segala bentuk pendekatan diri kepada Allah. Amal yang pertama kali akan dihisab. Perintah ibadah yang super istimewa yaitu  diterima langsung oleh Rasulullah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala  pada saat isra’- mi’raj. 

Sungguh shalat adalah urusan yang sangat besar bagi seorang hamba. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya ash Shalah mengatakan: 

Pertama : Umat Islam tidaklah berselisih pendapat bahwa siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah termasuk dosa besar yang paling besar.

Kedua : Bahwa dosanya (menginggalkan shalat) lebih besar disisi Allah dari pada membunuh jiwa, mengambil harta (tanpa hak), dosa zina, mencuri dan minum khamar.

Ketiga : Dan sesungguhnya dia (orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja) akan berhadapan dengan siksa Allah dan kemurkaanNya serta kehinaan di dunia dan di akhirat.  

Makna dan hakikat shalat
Menurut ilmu fiqih, shalat adalah suatu ibadah berupa perbuatan, gerak dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sesuai ketentuan, dengan cara-cara yang ditetapkan  syari’at Islam.

Hakikat shalat adalah merupakan salah satu bentuk komunikasi langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang didalamnya memuat puji-pujian, janji untuk taat dan doa yang dimohon untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat  dengan merendahkan diri serta tunduk dihadapanNya.     

Diantara keutamaan shalat adalah :

Pertama : Sebagai jalan meminta pertolongan Allah dalam keadaan  sulit.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman : “Ya aiyuhal ladzina aamanus ta’iinuu bishshabri washshalaah innallaha ma’ash shabiriin”. Wahai orang orang yang beriman,  mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah bersama orang orang yang sabar (Q.S al Baqarah 153).

Sungguh Rasulullah telah mengamalkan ayat ini. Jika menghadapi masalah besar maka Rasulullah minta pertolongan kepada Allah dengan melakukan shalat sunat. Ini adalah sebagaimana kesaksian para sahabat.
Ali bin Abi Thalib berkata : “Pada malam (sebelum) perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah. Beliau shalat dan berdoa sampai subuh”. 

Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman : “Pada malam perang Ahzab, saya menemui Rasulullah dan senantiasa beliau shalat dan menutup tubuhnya dengan jubah. Hudzaifah juga berkata : “Inna nabiyyu salallahu ‘alaihi wasalam idzaa hazabahu amrun shalla”  Nabi salallahu ‘alaihi wasallam apabila dirundung masalah  maka beliau mengerjakan shalat”. (H.R Imam Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh al Albani)

Kedua : Dijanjikan Allah dengan surga.
Rasulullah bersabda : “Ada lima shalat yang Allah wajibkan kepada para hamba. Barang siapa yang mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikitpun karena menganggap remeh akan hak Allah maka Allah memberikan janji akan memasukkannya kedalam surga”. (Al Iraqi berkata, H.R. Abu Dawud dan an Nasa’i, al Ihya).

Ketiga : Membersihkan dosa-dosa.
Diantara keutamaan adalah untuk menghapus dosa dosa. Rasulullah bersabda : “Fainna shalawaatil khamsi tudzhibudz dzunuuba kamaa yudzhibul maa’ud daran” Maka sesungguhnya shalat lima waktu itu akan membersihkan dosa-dosa sebagaimana air yang membersihkan kotoran   (H.R Muslim).

Keempat : Bukti ketaatan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.
Sungguh telah memerintahkan shalat kepada kaum muslimin dan tata caranya telah diajarkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam Seorang hamba yang melakukan shalat adalah suatu bukti kepatuhannya. 
Allah berfirman : “Wa aqimush shalaata wa aatuz zakaata warka’u ma’arraki’in. Dan dirikanlah shalat tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk (Q.S al Baqaran 43).   

Allah Ta’ala berfirman : “Aqimish shalaata liduluukisy syamsi ilaa ghasaqil laili wa qur’anal fajr, inna qur’anal fajri kaana masyhuuda.” Dirikanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (dirikan pula shalat) subuh. Sungguh shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Q.S al Israa’ 78.

Kelima : Pemisah antara Muslim dengan kesyirikan dan kekufuran.
Rasulullah bersabda : “Bainar rajuli wa bainasy syirki awilkufri tarkush shalaah.” Pemisah antara seorang (muslim) dengan kesyirikan atau kekufuran adalah meninggalkan shalat. (H.R Muslim).  
 
Keenam : Mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Ketahuilah bahwa shalat yang dilakukan dengan benar dan sempurna akan menghalangi seorang hamba dari berbuat keji dan mungkar. Allah Ta’ala berfirman : “Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa’i wal munkar.” Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. (Q.S al Ankabuut 45) 

Ketujuh : Amal yang pertama kali dihisab.
Diriwayatkan dari Syuraik dan Ashim dan Abi Wail dari Abdullah dia berkata, Rasulullah bersabda : “Awwalu yuhasabu bihil ‘abdush shalaah.” Amalan pertama yang akan dihisab dari  seorang hamba adalah shalat. (H.R an Nasa’i dan ath Thabrani). 

Jika seorang hamba shalatnya baik maka baik pulalah amal amalnya yang lain. Oleh karena itu amal yang pertama akan diperiksa nanti di akhirat adalah shalat. 

Delapan pertanyaan tentang shalat 

Pertama : Saya beragama Islam dan saya belum mengerjakan shalat. Tapi mengapa saya belum mau memulainya sekarang juga.
 Padahal Allah berfirman : “Wa saari’uu ilaa maghfiratin min rabbikum wa jannatin ‘ardhuhas samaawaatu wal ardhu, u’iddat lil muttaqiin.” Dan bersegeralah kamu mencari ampunan Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran 133). 
 
Kedua : Saya belum melaksanakan shalat karena belum mengetahui tata caranya yang benar. Tapi mengapa saya tidak mencari tahu,  bertanya dan belajar kepada yang sudah tahu.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman : “Fas’aluu ahladz dzikri inkuntum la ta’lamuun” Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. (Q.S al Anbiya’ 7).  

Ketiga : Saya sudah melaksanakan shalat. Tapi apakah saya sudah berusaha melakukannya di awal waktu sebagaimana yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Rasulullah bersama sahabat 

Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah : “Ya rasulullah  aiyul ‘amali afdhalu.  Qalaa : shalaata ‘ala miqatiha.” Wahai  utusan Allah amalan apa yang utama. Rasulullah bersabda: Shalat pada waktunya. (H.R Bukhari dan Muslim). 

Keempat : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat di awal waktu. Tapi apakah shalat itu sudah saya lakukan dengan ikhlas dan ittiba’.
Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa syarat diterimanya suatu ibadah adalah : Ikhlas yaitu karena Allah semata bukan karena yang lain. Allah berfirman “Wamaa umiruu illa liya’budullaha mukhlishina lahuddin.” Padahal tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Q.S al Baiyinah 5).   

Dan selanjutnya adalah ittiba’ yaitu beribadah menurut cara yang diajarkan atau dicontohkan oleh Rasulullah. Bukankah Rasulullah yang telah membawa risalah Islam ini kepada kita dan beliaulah yang paling tahu tentang agama ini. Rasulullah bersabda : “Man ‘amila ‘amalan laisa lahu amruna fahuwa raddun.”  Barang siapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka amal itu tertolak. (H.R Muslim).

Kelima : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat sebagaimana mestinya. Tapi apakah saya sudah mengajak keluarga dan orang-orang terdekat dengan saya untuk melaksanakan shalat dengan cara yang bijak dan tidak pernah bosan. Allah berfirman : “Yaaiyuhal ladzi na’amanuu quu anfusakum wa ahliikum naara. Wahai orang orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S at Tahrim 66)  

Keenam : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat wajib secara tertib dan melakukannya dengan sebaik mungkin. Tapi apakah saya sudah melengkapinya dengan shalat-shalat sunat sebagai tambahan amal agar Allah ridha kepada saya.

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari : Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku masih saja mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. 

Ketujuh : Saya sudah shalat secara tertib. Tapi apakah saya terus berusaha meningkatkan kualitas shalat saya baik bacaan, gerakan, kekhusyu’an dan menjaga tuma’ninahnya yaitu memberikan hak kepada setiap gerakan dalam shalat. Jangan jangan saya shalat hanya sekedar memenuhi sahnya saja. Jangan-jangan cara shalat saya masih seperti pada saat saya pertama kali shalat.

Ketahuilah, bahwa Rasulullah pernah mengingatkan seorang sahabat yang shalat dan disuruh mengulangi shalatnya sampai tiga kali, karena dia shalat tanpa tuma’ninah.

Kedelapan : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat wajib secara tertib dan menambah dengan shalat-shalat sunat. Tapi apakah shalat saya telah memberi bekas kepada tutur kata, sikap, prilaku dan akhlak saya secara keseluruhan. Jika belum maka saya ingin mencari tahu kenapa. Ini pertanyaan yag besar bagi saya. Inilah PR yang harus saya perhatikan dengan sungguh sungguh.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita semua, taufik dan hidayahNya. Wallahu A’lam.  (252)
   
                                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar