Jumat, 20 Maret 2015

MISKIN TAPI TIDAK SERAKAH



MISKIN TAPI TIDAK SERAKAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Bekerja dan berusaha dalam syariat Islam sangatlah dianjurkan. Seseorang yang bekerja dan berusaha akan mendapatkan penghasilan sehingga tidak  menjadi peminta minta yang akan menjatuhkan harga dirinya sebagai muslim. Rasulullah bersabda : “Seorang mencari seikat kayu bakar lalu dipanggul di pundaknya dan dijual, lebih mulia dibandingkan dia meminta minta kepada orang lain, diberi atau tidak” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah). 

Selain itu seseorang yang memiliki harta dari dari hasil usahanya maka dia akan bisa beribadah dengan lebih baik  seperti bersedekah, berinfak, berzakat, berhaji, umrah dan yang lainnya.

Sungguh tidaklah ada larangan dalam Islam untuk memiliki harta yang banyak. Para sahabat dahulu juga ada yang kaya seperti Abu Bakar ash Shiddiq, Usman bin Affan dan Abdurrahman bin ‘Auf. Yang tidak dianjurkan adalah serakah dalam mencari harta sehingga  sampai melalaikan diri dalam beribadah.

Kalau kita perhatikan sebagian orang di zaman ini, meskipun terkadang sudah memiliki harta yang banyak tetap saja merasa kurang. Masih serakah dalam mencari dan mendapatkan harta. Padahal seharusnya adalah berusaha merasa cukup atau qanaah.

Para salaful ummah dan orang orang shalih tidaklah berlomba dalam mencari harta. Mereka tidaklah tamak dengan harta meskipun miskin. Mereka selalu menjaga sikap qana’ah yaitu merasa cukup terhadap harta dunia meskipun dengan yang sedikit. 

Salah satu kisah tentang orang miskin yang tidak serakah adalah sebagaimana diceritakan oleh Imam Ibnul Jauzi (wafat 597 H.) dalam Kitabnya Shifatu ash Shafwah. Dikisahkan bahwa ada seorang laki laki dari Baghdad bernama Abdullah. Abdullah ini hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Dia membawa uang sepuluh ribu dirham milik pamannya yang berpesan kepadanya : Kalau kamu sampai di Madinah maka carilah keluarga yang paling miskin di kota itu lalu sedekahkanlah uang ini untuk mereka. 

Abdullah mengisahkan perjalanannya : Ketika aku telah sampai di Madinah maka aku bertanya kepada orang orang tentang keluarga paling miskin di Madinah. Lalu aku ditunjukkan sebuah rumah. Maka aku mendatangi rumah tersebut dan mengetuk pintu.  Dan seorang perempuan dari dalam rumah menjawab ketukanku dan berkata, Siapa engkau ? Aku menjawab, aku Abdullah seorang yang datang dari Baghdad. Aku dititipi uang sepuluh ribu dirham dan diminta memberikannya sebagai sedekah kepada keluarga yang paling miskin di Madinah. Orang orang telah menceritakan keadaan kalian kepadaku. Maka ambillah uang ini untuk kalian.

Perempuan itu menjawab, wahai Abdullah, orang yang menitipkan uang itu kepada engkau mensyaratkan keluarga yang paling miskin di Madinah yang berhak menerimanya. Ketahuilah bahwa keluarga yang tinggal di depan rumah kami itu lebih miskin daripada kami (maka berikanlah uang itu kepada mereka).

Akupun meninggalkan rumah itu dan mendatangi rumah keluarga di depannya. Aku mengetuk pintu dan seorang perempuan dari dalam rumah menjawab ketukanku. Kemudian aku katakan kepadanya seperti yang aku katakan kepada perempuan yang pertama tadi. Maka perempuan itu menjawab, wahai Abdullah kami dan tetangga di depan kami itu sama sama miskin, maka bagilah uang itu untuk kami dan untuk tetangga kami itu.

Saudaraku, renungkanlah kisah ini. Bagaimana orang orang miskin ini sangat tidak serakah dengan harta. Mereka mendahulukan kepentingan orang lain dan senang berbagi terhadap sesama meskipun mereka sangat membutuhkan. 

Lalu bagaimana pula kalau kisah ini terjadi pada orang orang di zaman sekarang. Tentu besar kemungkinan jalan ceritanya akan sangat berbeda. Semoga Allah memberi kita petunjuk untuk tidak serakah dengan harta dunia.

Wallahu A’lam.   (242)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar